Jumat, 26 November 2010

MASALAH HARTA WARISAN

TANGGAPAN TERHADAP “SEPUTAR WARIS DAN ILMU MAWARIS”

Setelah membaca secara cermat penjelasan tentang warisan dan wasiat serta hal-hal yang berhubungan dengannnya, maka dengan ini diberikan beberapa catatan penting untuk klarifikasi sebagai berikut:

1. Dalil-dalil yang dikemukakan baik dari al-Qur’an maupun Hadits dan pendapat sebagian ulama adalah benar; namun, pemahamannya terutama mengenai wasiat agak keliru.
2. Wasiat seseorang dapat dinyatakan baik secara lisan maupun tulisan. Wasiat yang dinyatakan secara tulisan tidak diperlukan saksi.
3. Wasiat secara lisan perlu diperkuat dengan 2 orang saksi. Dan saksi-saksi untuk melaksanakan kebaikan itu dibolehkan dari pihak keluarga, kaum kerabat, dan pihak lain selain keluarga.
4. Wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga harta yang ditinggalkan oleh Almarhum; ini dimaksudkan agar ada sebagian harta yang tersisa untuk ahli waris.
5. Kasus Abdurrahman bin ‘Auf yang memberi wasiat sepertiga harta dibenarkan oleh Rasulullah SAW; dan dia melaksanakannnya, tanpa mengingkarinya. Bahkan, selama hidupnya, dia sudah mengeluarkan banyak sedekah/infaq di jalan Allah. Itu pun masih dikatakan oleh Rasulullah SAW bahwa Abdurrahman bin ‘Auf masih merangkak ke surga.
6. Surat Wasiat yang dibuat oleh Almarhum ketika beliau masih hidup adalah sah (valid) menurut syari’at Islam (hukum Islam), dengan alasan: 1) beliau melakukannya dalam keadaan sadar; 2) tidak dipaksa; 3) harta yang diwasiatkan itu adalah harta miliknya sendiri; 4) tidak melebihi dari sepertiga jumlah keseluruhan hartanya.
7. Yang dimaksud dengan la wasiyyata li warits (tidak ada wasiat untuk ahli waris) adalah bahwa harta yang diwasiatkan itu tidak berhak diambil oleh ahli waris karena untuk ahli waris sudah ada haknya tersendiri yaitu bagian dari harta warisan peninggalan Almarhum, setelah wasiat dilaksanakan. Maka, wasiat berlaku untuk pihak lain yaitu diberikan atau diserahkan kepada misalnya dikelola oleh Yayasan Sosial untuk kepentingan umat. Wasiat ini dapat bernilai waqaf yang pahalanya terus mengalir kepada Almarhum.
8. Wasiat tidak boleh dirubah atau diselewengkan baik oleh pihak keluarga maupun pihak lain. Merubah wasiat adalah dosa besar dan mendapat ancaman, seperti yang tersurat dalam surat al-Baqarah ayat 181:
Intinya: Orang yang merubah wasiat setelah mengetahuinya, maka orang yang merubahnya akan memikul dosa.
9. Wasiat itu wajib dilaksanakan oleh pihak keluarga atau pihak lain yang menerima amanah atau mengetaui wasiat tersebut.
10. Pihak keluarga atau pihak lain tidak boleh menghalangi pelaksanaan wasiat. Barangsiapa menghalang-halanginya maka akan dikenakan ancaman, seperti tersurat dalam al-Qur’an:

a. Surat An-Nisa’ ayat 37
b. Surat Al-Hadid ayat 24
c. Surat Al-A’raf ayat 45
d. Surat Al-Anfal ayat 47
e. Surat Al-Baqarah ayat 180-181

11. Kita wajib mensyukuri nikmat Allah (lihat surat Ibrahim ayat 7) yang telah diberikan kepada Almarhum Ayahanda dan telah bersusah payah mencari harta kemudian mendidik anak-anaknya sehingga anak-anak Almarhum sudah diberikan kemampuan oleh Allah baik lahiriah maupun batiniah. Barangsiapa berpura-pura miskin padahal dia sudah diberikan kecukupan oleh Allah, maka Allah akan mencabut nikmat-Nya dan orang tersebut akan jatuh miskin sepanjang hidupnya; di Akhirat akan disiksa dalam api neraka.

Demikianlah sekilas tanggapan mengenai warisan dan wasiat semoga hukum Allah dapat tegak di bumi dan kita yang melaksanakannnya akan mendapat rahmat dan pahala dari Allah SWT.

Ciputat, 15 Oktober 2009

1 komentar:

  1. Artikel ini dibuat sebagai tanggapan persoalan hak waris dan ahli waris dari Ibu Sri Wahyuni Cirendeu, Ciputat Jakarta. Persoalan mendasar adalah ada pihak keluarganya yg menggugat kembali harta yg sudah diwaqafkan oleh ayahandany ketika beliau masih hidup. Padahal anak-anaknya sudah menjadi kaya dan berkecukupan, bahkan kepada mereka sudah diberikan hak masing-masing. Maka Ibu Sri menanyakan hal kepada Islamic Horizon, inilah jawabannya...

    BalasHapus