REFLEKSI IBADAH QURBAN:
MENUMBUHKEMBANGKAN SIKAP KEARIFAN
DAN KEPEDULIAN SOSIAL
Oleh: DR. H. Hasan Basri al-Mardawy, MA
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ اْليَوْمَ عِيْدًا لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَجَعَلَ عِبَادَةَََ اْلحَجِّ وَعِيْدَ اْلأَضْحَى مِنْ شَعَائِرِه وَاِحْيَائِهَا مِنْ تَقْوَى اْلقُلًوْبِ. وأرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدهُ لاَ شَرٍيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اْلمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا وَدَاعِيًا اِلَى اللهِ بِاِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.
اَلَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وبارك عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَاِبهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ يَوْمَ لاَيَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنَ اِلاَّ مَنْ أَتىَ اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ.
أمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا اْلمُؤْمِنُوْنَ، اِنَّ اللهَ تَعَالىَ أَمَرَنَا باِلتَّقْوَى وَطَاعَةِ رَسُوْلِهِ كَمَا قاَلَ فِيْ كِتَابِهِ اْلكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ. وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. وَقَالَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَاِئرَ اللهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى اْلقُلُوْبِ.
الله أكبر، الله أكبر، لا اله إلا الله والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر كبيرا.
Hadirin Sidang Jama’ah ‘Idul Adha yang Berbahagia!
Segala puji untuk Allah yang menguasai alam semesta. Dialah yang mengatur kehidupan semua makhluk di jagat raya. Dia pula yang memberikan energi kehidupan untuk seluruh makhluk-Nya baik di darat, di laut, di gunung, maupun di dalam rimba raya. Dia penentu kehidupan dan kematian, kenikmatan dan kesengsaraan, kekayaan dan kemiskinan, keselamatan dan marabahaya. Dialah tempat bergantung semua manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan dunia. Kepada-Nyalah bersujud semua yang berjiwa suci baik di tengah keramaian maupun dalam kesunyian. Atas izin-Nyalah kita hadir di sini sebagai hamba yang haus kasih sayang-Nya, yang selalu merindukan cinta-Nya, dan ingin berjumpa dengan-Nya. Kita semakin sadar bahwa kehidupan dunia semakin terasa tak lama. Waktu terus berjalan mengikuti sunnah-Nya. Tahun ini sudah mendekati gerbang penghabisan. Tak banyak yang bisa kita lakukan selama bulan-bulan dalam setahun yang sudah berlalu kecuali kesibukan yang tak menentu, menyita banyak waktu, terasa lelah tubuh kita, dan terasa amat sedikit kita mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Semoga Allah mengizinkan kita agar dapat hidup untuk tahun-tahun yang akan datang dan dikuatkan iman serta semangat amal kita untuk selalu dekat dengan-Nya.
Hari ini merupakan wujud nyata kearifan sosial kita sembari bermuwajahah dengan Allah yang Maha Kuasa, dalam suasana yang penuh sukacita menyambut tiba syi’ar yang penuh pesona mengikuti sunnah Rasul-Nya, yang mulia. Semua wajah menunduk penuh tawadhu’ ke hadirat Pencipta memohon ridha-Nya, pada hari yang berbahagia, ‘Idul Adhha. Baru saja kita melakukan ruku’ dan sujud di lapangan terbuka ini sebagai salah satu bukti kecintaan kita kepada Allah SWT dan sekaligus menghidupkan syi’ar-Nya. Di antara syi’ar-syi’ar Allah yang kita agungkan pada hari ini adalah shalat ‘Idul Adhha, ibadah qurban, dan zikir (takbir, tahlil, dan tahmid). Berkenaan dengan ibadah qurban, Rasulullah SAW menjelaskan dalam salah satu haditsnya:
ما عمل ادمي من عمل يوم النحر أحب الى الله من اهراق الدم (رواه الترمذى عن عائشة)
Artinya: Tidak ada amalan manusia yang lebih dicintai Allah pada hari raya Qurban selain menyembelih hewan (Hadits riwayat At-Turmudzi dari ‘Aisyah).
Ibadah manusia yang paling utama pada hari ini adalah menumpahkan darah hewan di bumi. Penyembelihan hewan qurban termasuk salah satu sunnah Rasulullah yang amat penting, yang dilakukan setiap ‘Idul Adhha. Selanjutnya, Rasulullah menjelaskan:
من ذبح قبل الصلاة فانما يذبح لنفسه, ومن ذبح بعد الصلاة والخطبتين فقد أنم نسكه وأصاب سنة المسلمين (رواه الشيخان)
Artinya: Barangsiapa menyembelih hewan qurban sebelum shalat maka berarti ia menyembelih untuk keperluan dirinya sendiri, dan barangsiapa menyembelih qurban sesudah shalat dan dua khutbah, maka ia telah menyempurnakan ibadahnya dan telah memperoleh pahala sunnah kaum muslimin (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Hakikat ibadah qurban adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mengorbankan sebagian harta yang dianugerah kepada kita dalam bentuk hewan (sapi, kerbau, atau kambing). Dalam ibadah qurban terkandung nilai-nilai fundamental yang dapat diaktualisasikan dan diaplikasikan dalam kehidupan. Seseorang yang melakukan qurban berarti ia telah sanggup menundukkan keinginan dirinya dan telah mampu meredam perasaan cintanya kepada selain Allah. Cintanya kepada Allah di atas segalanya. Oleh sebab itu, di saat seorang muslim mempersembahkan qurbannya ia harus memilih hewan yang terbaik, tanpa cacat, sedap dipandang, tidak berpenyakit, dan tidak pula kurus. Semua itu mengungkapkan bahwa ketulusan dan kesucian cinta itu dibuktikan dengan keberanian dan ketulusan serta kerelaan memberikan sesuatu yang terbaik yang dimilikinya. Habil (putra Nabi Adam) telah menyerahkan yang terbaik yang ia miliki. Nabi Ibrahim telah mempersembahkan anak yang amat dicintainya demi meraih cinta Allah. Isma’il telah menyerahkan dirinya kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Nabi Muhammad SAW telah memberikan yang terbaik yang beliau miliki untuk agama dan umat ini. Beliau bersama para sahabatnya telah menghabiskan masa-masa hidup mereka dengan pengorbanan, perjuangan, dan jihad untuk menegakkan kalimah la ilaha illallah di permukaan bumi ini. Hewan qurban yang dipersembahkan kepada Allah dengan hati yang ikhlas sudah diterima di sisi Allah sebelum darah hewan itu tumpah ke bumi. Begitulah kedekatan Allah dengan hamba-Nya yang ikhlas. Hamba yang ikhlas sangat disegani syaitan. Ini berarti syaitan tidak mampu menggoda orang-orang yang ikhlas dalam beramal.
Syari’at qurban yang dipelopori Nabi Ibrahim AS kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan ibadah yang amat penting dalam Islam, yang mengandung nilai-nilai positif dan konstruktif bagi kehidupan insan beriman. Isyarat ini diungkapkan dalam al-Qur’an surat al-Kautsar [108] ayat 1-3.
إِنَّآ أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَر.
Ayat ini mengajarkan kita empat hal: pertama, nikmat Allah yang diberikan kepada kita lebih banyak daripada rasa syukur kita kepada-Nya. Kedua, pernyataan rasa syukur, antara lain, dinyatakan melalui shalat dan ber-qurban dengan ikhlas karena Allah.. Ketiga, ibadah qurban sangat erat hubungannya dengan shalat. Dalam shalat kita dilatih supaya ikhlas, sabar, khusyu’, tawakkal, dan hanya tunduk kepada Allah. Karena itu, ibadah qurban tidak berlaku bagi orang yang tidak mau melaksanakan shalat. Dan keempat, orang yang tidak mau mensyukuri nikmat Allah akan dicabut nikmat darinya. Sebab itulah Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَة ًوَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرُبَنَّ مُصَلاَّنَا [رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَه وَصَحَّحَهُ اْلحَاكِم]
“Barangsiapa mempunyai kemampuan untuk berqurban tetapi ia tidak mau berqurban, maka jangan dekat ke tempat shalat kami” (Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah disahihkan oleh al-Hakim).
Sejarah mencatat bahwa ada sejumlah tokoh yang dapat dijadikan teladan dalam berqurban, antara lain: Habil, putra Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS beserta isterinya, Hajar, dan anaknya, Ismail, serta Nabi Muhammad SAW beserta sahabat-sahabatnya. Mereka telah mengajarkan keikhlasan dan ketaatan dalam berqurban. Artinya, berqurban itu tidak boleh terselip unsur riya’ agar dipuji oleh manusia. Tetapi, berqurban harus dilandasi iman dan ikhlas karena Allah. Karena itulah Allah mengingatkan, bahwa yang sampai kepada Allah itu bukan daging dan darah hewan qurban, tetapi taqwa yang ada dalam hati atau jiwa orang-orang yang berqurban, sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Hajj [22] ayat 37, yang berbunyi:
لَن يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا وَلاَدِمَآؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَاهَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ.
Kemudian, dilihat dari perspektif sosiologis, ibadah qurban mengandung ajaran yang sangat esensial, yaitu membangkitkan kepedulian atau solidaritas sosial. Ini berarti bahwa orang beriman dituntut agar memiliki kepekaan dan kesetiakawanan yang tinggi terhadap saudara-saudaranya dan kepada sesama manusia. Menciptakan kebersamaan, keharmonisan hidup, mewujudkan keamanan dan kedamaian, menggalang persaudaraan dan persatuan merupakan refleksi nilai-nilai qurban yang amat signifikan. Sehubungan dengan ini, Allah menyatakan dalam al-Qur’an surat Ali ‘Imran [3] ayat 92.
لَن تّنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَىْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمُُ.
Ayat ini menerangkan tentang kualitas pemberian infaq seseorang kepada orang lain. Masksudnya ialah kita belum mencapai tingkat pengorbanan yang paling tinggi sebelum kita memberikan sesuatu kepada saudara kita dengan penuh kecintaan dan keikhlasan; dan sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang kita berikan itu, apakah dilandasi dengan keikhlasan atau riya.
Kaum Muslimin dan Muslimat yang Dimuliakan Allah!
Pada hari ini seluruh jama’ah haji sedang berada di Mina untuk menyelesaikan pelemparan tiga jumrah, yang sebelumnya sudah melakukan wuquf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah, sebagai manifestasi jihad melawan syaitan, membasmi kemaksiatan, dan mendobrak kezaliman. Sebab itulah setiap orang yang akan menunaikan ibadah haji harus terlebih dahulu memenuhi kualifikasi yang memungkinkannya melakukan jihad. Para jamaah haji dan umrah, menurut Rasulullah, adalah delegasi Allah yang akan memperoleh ampunan setelah menunaikan ibadah haji secara sempurna. Kualitas haji terbaik disebut haji mabrur, yaitu haji yang melahirkan kebaikan dalam sikap dan perilaku. Untuk meraih haji mabrur tentu saja diperlukan syarat-syarat tertentu, antara lain:
1. Niat yang ikhlas karena Allah.
2. Biaya atau ongkos perjalanan haji bersumber dari rizki yang halal.
3. Memahami manasik haji secara baik sesuai dengan sunnah Rasulullah.
4. Mentaati etika berhaji dengan penuh kedisiplinan.
5. Membawa bekal terbaik, yakni taqwa.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
Artinya: Persiapkan bekal untuk berhaji, karena sebaik-baik bekal adalah taqwa (Al-Baqarah/2: 197).
Kemudian, Rasulullah menegaskan bahwa orang yang meraih predikat haji mabrur akan memperoleh surga sebagai ganjarannya, sebagaimana sabdanya:
العمرة الى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء الا الجنة (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: Umrah ke umrah dapat menghapus dosa di antara keduanya; dan haji mabrur tidak ada balasan yang layak baginya kecuali surga (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Sebagai refleksi dari haji mabrur bahwa orang yang berhaji itu memiliki jiwa tauhid dan semakin mencintai Allah. Dari hari ke hari gairah ibadahnya semakin meningkat. Semangat pengorbanannya semakin tinggi. Keikhlasan dalam beramal menjadi denyut nadinya. Zikirnya semakin menghiasi jiwa raganya. Inilah makna talbiyah yang senantiasa dilantunkan selama dalam keadaan ihram:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، اِنَّ اْلحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ،
لاَشَرِيْكَ لَكَ.
Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu; sesungguhnya segala pujian, kenikmatan, dan kekuasaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.
Kalimah talbiyah tersebut merupakan ikrar setiap orang yang berhaji agar tidak melakukan sesuatu yang menjurus kepada syirik (menyekutukan Allah). Penghambaan diri kepada Allah harus terbebas dari unsur-unsur kemusyrikan. Syarat utama diterima ibadah haji seseorang adalah pelaksanaan haji tidak boleh disertai unsur syirik di dalamnya, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi. Setiap pelaku haji benar-benar menempatkan diri pada posisi sebagai hamba Allah yang sebenarnya; bukan hamba syaitan. Sebab itulah keabsahan suatu amalan dalam Islam, harus dilandasi tauhid (peng-Esaan Allah) sebagai lawan dari syirik. Jiwa tauhid ini telah menjadi misi dakwah para nabi dan rasul sejak Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks peringkat dosa-dosa dan pengampunannya, syirik merupakan dosa yang paling besar dan sulit terampuni. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an:
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik; dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan barangsiapa berbuat syirik kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah melakukan dosa yang amat besar (An-Nisa’/4: 48).
Selanjutnya, dalam kaitan dengan nilai positif dari ibadah haji, Hammudah Abdalati dalam bukunya, Islam in Focus menjelaskan:
“In the course of Hajj peace is the dominant theme; peace with God and one’s soul, peace with one another and with animals, peace with birds and even with insects. To disturb the peace of anyone or any creatures in any shape or form is strictly prohibited.”
Berkenaan dengan ibadah haji, perdamaian merupakan tema amat penting; perdamaian dengan Allah dan perdamaian dengan jiwa seseorang, perdamaian dengan hewan-hewan, perdamaian dengan burung-burung, dan bahkan perdamaian dengan serangga. Mengganggu perdamaian dengan seseorang atau dengan makhluk-makhluk lain dalam bentuk apa pun sangat dilarang (diharamkan).
Betapa indahnya pendidikan yang berlangsung selama menunaikan ibadah haji, di mana setiap individu muslim dituntut agar tetap menjaga perdamaian baik selama menunaikan ibadah haji maupun setelah kembali ke kampung halaman masing-masing. Memelihara dan melestarikan perdamaian baik sesama insan maupun dengan makhluk lain merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam. Hal ini sejalan dengan ruh atau jiwa Islam itu sendiri, yaitu cinta damai, Islam is the religion of peace (Islam adalah agama perdamaian).
Kaum Muslimin dan Muslimat yang Dirahmati Allah!
Era reformasi di negeri kita yang ditopang kemajuan teknologi informasi dan komunkasi telah membawa pengaruh signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, tanpa kecuali aspek kehidupan beragama. Dalam konteks Islam, kebebasan penafsiran ajaran agama hampir menembus batas-batas sakral yang pada masa sebelumnya dipedomani dan dijunjung tinggi. Akibatnya, kemudian lahir berbagai aliran atau paham yang bervariasi dalam Islam, dari yang moderat sampai yang ekstrem; dari yang tradisional sampai yang liberal; dan dari yang normatif-konstruktif sampai yang deviatif-destruktif. Kategori deviatif-destruktif atau paham yang menjurus kepada kesesatan dan menyesatkan, menurut laporan Aliansi Umat Islam (Alumni), sejak tahun 1980-an sampai tahun 2006 terdapat 250 aliran sesat di Indonesia. Ini merupakan tantangan bagi umat Islam yang selama ini memegang teguh prinsip Islam seperti yang diajarkan Rasulullah bersumber pada al-Qur’an dan sunnahnya. Namun, pasca kewafatan Rasulullah, seperti dicatat dalam sejarah, tampil nabi-nabi palsu yang mengatasnamakan Islam. Ternyata modus munculnya nabi-nabi palsu ini masih berlanjut sampai sekarang di kalangan komunitas muslim. Fenomena nabi palsu dan aneka paham atau aliran yang mengatasnamakan Islam itu kini semakin marak dengan modus bermacam-macam yang berupaya menggalang pengikut sebanyak-banyaknya baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat awam.
Menyikapi fenomena ini, maka sudah saatnya kaum muslimin saat ini menumbuhkembangkan sikaf kearifan sosial untuk membangun masyarakat madani yang handal. Masyarakat madani, seperti yang diharapkan kemunculannya oleh banyak orang, adalah suatu masyarakat yang memiliki peradaban tinggi yang berlandaskan tauhid, akhlak mulia, ketaatan, dan wawasan keilmuan dan teknologi. Untuk mengetahui sosok konkret generasi madani kita perlu merujuk kepada al-Qur’an sebagai referensi. Secara individual, figur Nabi Yusuf yang dikisahkan dalam surat Yusuf (surat ke-12), adalah manusia yang mampu menahan godaan dan rayuan wanita. Kemudian, al-Qur’an juga menggambarkan sekelompok pemuda yang mampu mempertahankan aqidah tauhid di tengah-tengah para penganut dan pelaku kemusyrikan, kezaliman, dan kesesatan. Kelompok pemuda ini kemudian dinamakan Ashabul Kahfi, yang diabadikan dalam surat Al-Kahfi (surat ke-18). Al-Qur’an juga menampilkan tokoh yang bernama Thalut. Dengan keahliannya, Thalut mampu mengalahkan adikuasa, Jalut yang kafir. Cerita mengenai Thalut dan Jalut ini diungkapkan dalam surat Al-Baqarah ayat 247-252. Selanjutnya, sosok wanita shalihat yang sangat taat kepada Allah, itulah Asiyah (isteri Fir’aun) yang tangguh dalam mempertahankan iman (tauhid) di depan suaminya yang zalim; dan Maryam (ibunda Nabi Isa) yang sanggup menjaga dan memelihara kesucian dirinya dan ketaatan (qanitat) kepada Allah. Informasi tentang kedua wanita shalihat ini disebutkan dalam surat At-Tahrim (surat ke-66) ayat 11-12.
Dalam surat Al-Furqan (surat ke-25), rangkaian ayat-ayat 63-76 terdapat banyak nilai penting dan hikmah bagi kehidupan kita. Nilai dan hikmah ini digambarkan dalam bentuk profil atau sosok hamba Allah yang Pemurah atau dalam istilah al-Qur’an disebut dengan ‘ibadurrahman. Sosok ‘ibadurrahman adalah hamba Allah yang memiliki sifat-sifat mulia dan terpuji sebagai calon penghuni surga.
Sekurang-kurangnya ada 10 sifat utama ‘ibadurrahman, yang diungkapkan dalam rangkaian ayat-ayat tersebut, yaitu: rendah hati, gemar shalat tahajjud, senang berdo’a, tidak boros, tidak berbuat syirik, tidak membunuh manusia, tidak berzina; bertobat dari dosa-dosa, tidak memberi kesaksian palsu dan tidak berkata sia-sia, responsif terhadap ayat-ayat Allah, mendambakan keturunan yang baik, dan sabar dalam menjalankan ajaran agama.
‘Ibadurrahman senantiasa mendambakan keturunan yang beriman dan bertaqwa kepada Allah atau dalam istilah al-Qur’an ayat 74 disebut qurrata a’yun (permata hati), penyejuk jiwa. Qurrata a’yun adalah generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta berakhlak mulia. Generasi inilah yang selalu diharapkan oleh setiap orang beriman. Dan dari generasi inilah lahir para pemimpin yang bertaqwa yang akan memimpin kehidupan orang-orang beriman. Jika kepemimpinan orang-orang mukmin dipegang oleh qurrata a’yun maka masyarakat dan negara akan baik, makmur, penuh keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab. Hukum Allah akan tegak jika kepemimpinan diserahkan kepada qurrata a’yun ini. Sebab itulah ‘ibadurrahman selalu berdo’a:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Artinya: “Dan mereka berdo’a, wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami dan keturunan kami generasi yang dapat menyejukkan hati kami; dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Dalam sejarah perjalanan hidupnya, Nabi Ibrahim sampai usia lanjut tidak pernah henti berdo’a agar Allah menganugerahkan kepadanya anak atau keturunan yang baik dari kalangan orang-orang shalih dan rajin mendirikan shalat.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku anak dari kalangan orang-orang shalih (Ash-Shaffat/37: 100).
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ
Artinya: Ya Allah, jadikanlah aku orang yang mendirikan shalat dan demikian juga anak keturunanku, wahai Allah terimalah do’aku ini (Ibrahim/14: 40).
Allah mengabulkan do’a Nabi Ibrahim. Kemudian kepadanya dianugerahkan anak yang shalih dan dari anak yang shalih itu sebagian besar diangkat menjadi nabi dan rasul oleh Allah (melalui jalur Nabi Ishaq), termasuk nabi terakhir (khataman nabiyyin) yakni Nabi Muhammad SAW, dari jalur keturunan Nabi Ismail.
Sidang Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang Mulia!
Secara faktual bangsa dan negara kita terus dilanda musibah berupa bencana alam yang berkepanjangan, seakan-akan tak pernah henti. Memang, secara geografis, posisi negara kita ditakdirkan berada di kawasan yang rawan bencana: berada di persilangan tiga lempengan dunia yaitu Euro-Asia, Indo-Australia, dan Pasifik. Tiga persimpangan ini disebut sebagai kawasan rawan gempa, badai, dan banjir. Oleh karena itu, sebagian ahli memprediksikan bahwa Hari Kiamat akan dimulai dari Indonesia dan kawasan-kawasan yang bersentuhan dengan persimpangan tiga lempengan dunia tersebut.
Masih membekas dalam ingatan kita bahwa penghujung tahun 2004 yang lalu, di Aceh dan Pulau Nias terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat diiringi gelombang Tsunami beberapa saat setelah gempa, yang meluluhlantakkan manusia dan bangunan, menjadi berkeping-keping. Kemudian, mengawali tahun 2005 yang lalu banjir besar menimpa beberapa daerah, seperti Kalimantan Barat dan Tengah, Jakarta, Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Aceh bagian Timur. Ditambah lagi kebakaran di komplek-komplek perumahan dan pertokoan, dan musibah lumpur Lapindo di Jawa maka semakin lengkaplah ujian dan peringatan Allah kepada kita semua. Tahun-tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009 juga tidak sepi dari berbagai bencana melanda negeri kita tercinta, Indonesia. Bahkan, tahun 2010 ini, terjadi gempa bumi besar di Sumatra Barta, banjir bandang dahsyat terjadi di Wasior, Papua; yang menghantam bangunan dan rumah penduduk setempat hancur berantakan. Kemudian, kita dikejutkan lagi dengan gempa bumi dan gelombang tsunami yang menghantam kawasan pesisir pantai Mentawai, Sumatra Barat. Setelah itu disusul meledaknya gunung merapi di Yogyakarta yang sampai sekarang masih menyisakan nestapa, ratusan jiwa korban. Sebagian besar mereka sampai saat ini masih berada di kemah-kemah pengungsian dengan penuh keprihatinan.
Dari semua fenomena alam tersebut, mendorong kita untuk melakukan introspeksi diri dan meningkatkan kecerdasan spiritual kita bahwa Islam mengajarkan kita agar tidak kaget ketika menghadapi musibah. Karena melalui musibah itu, Allah ingin menguji iman hamba-Nya dan sekaligus menambahkan pahala baginya. Maka, ketika orang beriman ditimpa musibah secara spontan terucap olehnya: إِنَّا للهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَاجِعُون “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya jua kami akan kembali.” Kesadaran vertikal transendental ini semakin memperteguh iman seseorang setiap kali ia menghadapi musibah. Menurut al-Qur’an, musibah yang menimpa manusia dapat berupa perasaan takut, kelaparan, kekurangan harta benda, kehilangan jiwa, dan kegagalan panen. Berkenaan dengan ini, Allah berfirman dalam surat al-Baqarah [2] ayat 155-157.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَآ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَاجِعُون.َ أُوْلآئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُُ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلآئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُون.َ
Seperrti telah disinggung tadi bahwa negeri kita sekarang sedang diuji dengan berbagai bencana alam. Bencana alam tersebut dipandang dari sudut ilmu merupakan gejala alam biasa yang timbul sebagai faktor kausalitas atau sebab-akibat. Tetapi, kalau ditinjau dari sudut pandang agama semua bencana yang menimpa manusia adalah musibah yang dikehendaki Allah. Dalam musibah terdapat tiga nilai penting bagi manusia:
1) Musibah sebagai ujian atau cobaan (ibtila’; fintah) bagi orang-orang beriman.
2) Musibah sebagai peringatan atau pelajaran (tadzkirah; ‘ibrah) bagi seluruh manusia.
3) Musibah sebagai hukuman atau azab (‘iqab; adzab) bagi orang-orang kafir, zalim dan durhaka.
Kemudian, semua musibah yang menimpa manusia pasti ada sebabnya. Tidak mungkin Allah menjadikan musibah tanpa ada sebab. Berkenaan dengan bencana alam, misalnya, Allah telah memperingatkan kita dalam firman-Nya, surat ar-Rum [30] ayat 41.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ.
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan manusia sendiri agar Allah membuat mereka jera terhadap sebagian kesalahan yang pernah mereka lakukan.” Ayat ini menjelaskan bahwa bencana alam terjadi disebabkan keserakahan dan kelengahan manusia terhadap kelestarian alam. Hutan-hutan pelindung ditebang secara liar (illegal logging), oleh sebagian manusia yang serakah. Akibatnya, hilang keseimbangan alam dan terganggu ekosistem sehingga terjadi erosi, banjir, polusi, dan abrasi.
Kemudian, Allah menjatuhkan hukuman kepada orang-orang zalim dan durhaka di muka bumi, meskipun dampaknya dirasakan juga oleh orang-orang yang taat. Allah menyatakan dalam surat al-Kahfi [18[ ayat 59, “dan penduduk negeri itu kami binasakan karena mereka berbuat zalim.”
وَتِلْكَ الْقُرَى أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِم مَّوْعِدًا.
Demikianlah Allah memberi pelajaran kepada kita agar kita berhati-hati dalam setiap tindakan. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa sebelum Allah menjatuhkan hukuman kepada penduduk suatu negeri, Allah terlebih dahulu mengingatkan para pemimpin yang durhaka, pejabat yang korup, dan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya taat dan tunduk kepada hukum-Nya. Jika mereka tidak sadar juga, maka sudah saatnya Allah menjatuhkan hukuman kepada mereka dan menghancurkan negeri mereka dengan sehancur-hancurnya. Berkenaan dengan ini, Allah menyatakan dalam surat al-Isra’ [17] ayat 16, yang berbunyi:
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا.
Kita bisa belajar dari negeri Aceh yang sudah porak poranda dilanda gempa dan gelombang Tsunami. Apa yang terjadi di Aceh dan Nias adalah teguran Allah bagi kita semua yang masih hidup agar kembali ke jalan-Nya. Rakyat Aceh dan penduduk pulau Nias Sumatera Utara telah mengalami suatu peristiwa yang luar biasa dahsyatnya, persis seperti yang digambarkan al-Qur’an surat al-A’raf [7] ayat 97-98.
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُم بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَآئِمُونَ. أَوْأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُون.َ
Apakah penduduk negeri itu merasa aman dari hukuman Kami, di malam hari di saat mereka sedang tidur? Ataukah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami di waktu dhuha (pagi hari) pada saat mereka sedang asyik bermain?
Sebagai pelajaran bagi kita, lebih lanjut Allah menerangkan bahwa pada masa lampau banyak negeri dan kota telah dibinasakan di saat penduduknya sedang bersenang-senang dalam kemewahan, lupa diri, lupa kepada sesama, dan lupa kepada Allah. Ayat-ayat berikut ini menjadi bahan renungan kita semua:
• ٍSurat al-Qashash [28] ayat 58
وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِن قَرْيَةٍ بَطِرَتْ مَعِيشَتَهَا فَتِلْكَ مَسَاكِنُهُمْ لَمْ تُسْكَن مِّن بَعْدِهِمْ إِلاَّ قَلِيلاً وَكُنَّا نَحْنُ الْوَارِثِين.َ
Dan berapa banyak penduduk negeri, yang sudah menikmati kesenangan dalam kehidupan mereka, telah Kami hancurkan; dan lihatlah tempat-tempat mereka tidak dapat dihuni lagi kecuali sebagian kecil saja; dan Kamilah sebagai Pewarisnya (semua kembali kepada pemiliknya, yaitu Allah).
• Surat an-Naml [27] ayat 52-53
فَتِلْكَ بُيُوتُهُمْ خَاوِيَةً بِمَاظَلَمُوا إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَةً لِّقَوْمٍ يَعْلَمُونَ. وَأَنجَيْنَا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُون.َ
Itulah rumah-rumah mereka sudah rata dengan tanah disebabkan kezaliman mereka, sesungguhnya pada peristiwa itu terdapat tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berilmu. Dan Kami selamatkan orang-orang beriman karena mereka senantiasa bertaqwa.
• Surat al-Hajj [22] Ayat 45.
فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيد.
Berapa banyak kota yang telah Kami binasakan, karena penduduknya berbuat zalim, maka tembok-tembok kota itu roboh beserta atap-atapnya; dan berapa banyak sumber kesenangan dan istana yang megah telah ditinggalkan.
• Surat al-Qashash [28] Ayat 59.
وَمَاكَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَى حَتَّى يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولاً يَتْلُوا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِنَا وَمَاكُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَى إِلاَّ وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ.
Tuhanmu tidak membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah pula Kami membinasakan kota-kota kecuali penduduknya melakukan kezaliman.
• Surat al-Hajj [22] Ayat 48.
وَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَمْلَيْتُ لَهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ ثُمَّ أَخَذْتُهَا وَإِلَيَّ الْمَصِير.ُ
Dan berapa banyak kota yang Aku tangguhkan azab-Ku dan penduduknya berbuat zalim kemudian Aku azab mereka dan hanya kepada-Ku tempat kembalinya.
• Surat al-Anfal [8] Ayat 25.
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَتُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَآصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
Dan jagalah dirimu dari fitnah (siksaan) yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antaramu; dan ketahuilah bahwa sisksaan Allah amat pedih.
• Surat al-Anbiya’ [21] Ayat 1.
اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُّعْرِضُون.َ
Hari Kiamat itu telah dekat waktunya bagi manusia; tetapi mereka masih lalai dan berpaling dari agama.
Akhirnya, marilah kita berdo’a kepada Allah yang Maha Kuasa, semoga dengan kekuasaan-Nya hati kita semakin menyatu, tingkat solidaritas kita semakin meningkat, dan kesadaran kita semakin hidup untuk kembali ke jalan agama yang benar, yaitu agama yang menjanjikan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sidang Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang Berbahagia!
Mengakhiri khutbah ini, marilah kita renungi sebuah pesan dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub ‘Alaihimassalam kepada anak-anak mereka, yaitu “mereka berjanji akan menyembah Allah yang Esa dan berpegang teguh pada agama Islam, hidup dan mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah.” Informasi mengenai ini diabadikan dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah [2] ayat 132.
وَوَصَّى بِهَآإِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبَ يَابَنِيَّ إِنَّ اللهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُون.َ
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa qurban merupakan cerminan keyakinan atas keadilan Ilahi dan kemanusiaan yang universal. Dalam rangka perayaan hari qurban ini, marilah kita tanamkan sifat-sifat terpuji agar kita menjadi hamba Allah yang sebenarnya. Dan marilah kita tumbuhkembangkan sikap kearifan sosial menuju terwujudnya masyarakat madani. Perlu dicatat bahwa masyarakat madani tidak akan lahir begitu saja, tanpa kerja keras, tetapi harus diupayakan secara bersama-sama (kooperatif) melalui pendidikan yang bersifat integral dan partisipatif dengan muatan kurikulum yang bercorak Islami, yaitu kombinasi ilmu dan teknologi; iman dan al-akhlaqul al-karimah.
Akhirnya, marilah kita memohon atau bermunajat kepada Allah yang Maha Kuasa, semoga dengan rahmat-Nya hati kita semakin menyatu, tingkat solidaritas kita semakin meningkat, kesadaran kita semakin tinggi, kepekaan nurani kita semakin hidup untuk menegakkan hukum Allah di bumi ini. Kemudian, kita wariskan ajaran Islam ini kepada anak-anak dan cucu-cucu kita dan membiasakan mereka melaksanakan shalat sebagai pilar Islam, sehingga kita tidak termasuk ke dalam kelompok manusia yang meninggalkan generasi yang mengabaikan shalat dan memperturutkan hawa nafsu; sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an:
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاَةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إلا من تاب وءامن وعمل صالحا فأولائك يدخلون الجنة ولايظلمون شيئا
Artinya: Maka lahirlah setelah mereka generasi yang mengabaikan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, maka mereka akan terjebak dalam kesesatan; kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan beramal shalih, maka mereka akan masuk surga dan mereka tidak akan dizalimi (Maryam/19: 59-60).
• اللَّهُمَّ مَالِكِ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرُُ
• رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
• رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
• رَبَّنَا لاَتُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
• رَبَّنَآ أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
• رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
• رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
• سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلىَ اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ■
Tidak ada komentar:
Posting Komentar