Minggu, 14 November 2010

KAJIAN SURAT AL-FURQAN 29-39


KAJIAN SURAH AL-FURQAN AYAT 29 – 39

Oleh: DR. H. Hasan Basri, MA



Informasi al-Qur’an tentang kehidupan tetap saja relevan untuk dikaji setiap zaman. Sejak awal penciptaan, Allah melalui firman-Nya telah mengingatkan bahwa kehidupan ini hanyalah sebentar saja. Setelah itu manusia menuju ke alam baqa, alam yang terus ada untuk selamanya; itulah alam surga dan neraka. Ketika manusia pertama, Adam dan Hawa menghuni bumi, Allah telah mengisyaratkan bahwa kehidupan di dunia bersifat sementara dan dalam waktu yang sangat terbatas di bandingkan dengan kehidupan di Akhirat kelak. Isyarat ini dapat dibaca, misalnya, dalam surah al-Baqarah ayat 36, surah an-Nisa’ ayat 77, dan surah at-Taubah ayat 38. Selanjutnya, mengenai kehidupan kekal dalam surga dan neraka dapat dibaca, antara lain, dalam surah al-Baqarah ayat 81-82, “barangsiapa berbuat dosa dan ia telah bergelimang dalam dosanya, maka mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya; dan orang-orang beriman serta beramal salih, maka mereka itu menjadi penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.”
            Kajian yang lalu membahas tentang kondisi umat manusia pada Hari Kiamat sesuai dengan perbuatan atau amalannya masing-masing. Demikian juga tempatnya, ada yang menjadi penduduk neraka dan ada pula yang menjadi penghuni surga. Maka, pembahasan ini memfokuskan pada tiga topik utama: pertama, syaitan menyesatkan manusia; kedua, hikmah diturunkan al-Quran secara bertahap; dan ketiga, kisah umat masa lalu: refleksi sejarah yang meliputi kisah Nabi Musa, kisah umat Nabi Nuh, dan kisah kaum ‘Ad dan Tsamud.

Syaitan Menyesatkan Manusia [Ayat 29-31]


            Syaitan adalah makhluk Allah yang diciptakan dari api. Tugas pokok syaitan adalah menggelincirkan manusia dari jalan yang benar, membuat manusia ragu-ragu dalam melaksanakan ibadah, dan menyesatkan manusia dari jalan Allah. Syaitan adalah makhluk halus yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Oleh sebab itu, ia ada di tengah-tengah kehidupan manusia dan bahkan ada dalam diri manusia itu sendiri. Allah mengatakan bahwa syaitan itu adalah “musuh yang nyata bagi manusia” (Yasin: 60). Meski tidak terlihat, syaitan itu dianggap nyata karena Allah telah memberitahukannya kepada manusia sejak manusia diciptakan, bahwa tantangan utama yang dihadapinya adalah syaitan. Dan syaitan itu telah menyesatkan kebanyakan manusia. Sebab itu, hendaklah manusia kembali ke jalan Allah yang lurus (Yasin: 61-62).
            Ayat 29, surah al-Furqan, menjelaskan bahwa syaitan telah menyesatkan manusia dari kebenaran al-Qur’an. Maka, setiap membaca al-Qur’an manusia diperintahkan untuk membaca ta’awwudz, memohon perlindungan kepada Allah agar tidak syaitan tidak mampu melakukan perbuatan jahatnya. Hal ini ditegaskan dalam surah al-A’raf ayat 98-100, “apabila kamu membaca al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang dirajam. Sesungguhnya syaitan itu tidak mampu menyesatkan orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Allah. Sesungguhnya kekuasaan syaitan hanyalah terhadap orang-orang yang mengambilnya menjadi teman; dan orang yang mempersekutukannya dengan Allah.”
            Ada tiga pelajaran penting dapat diambil dari ayat ini: pertama, kewajiban membaca ta’awwudz setiap kita memulai membaca al-Qur’an. Kedua, syaitan tidak mampu menggoda dan menyesatkan orang yang benar-benar beriman dan bertawakal kepada Allah. Dan ketiga,  syaitan mampu menggoda dan menyesatkan orang yang menjadikan syaitan sebagai teman atau pemimpinnya; dan menyekutukan Allah dengan syaitan pujaannya. Maka, syaitan yang dipuja dapat membawa seseorang kepada syirik; dan barangsiapa memuja syaitan maka ia telah dikuasai olehnya, sehingga apa yang diminta syaitan harus dipenuhinya. Dalam kaitan ini, Allah menegaskan bahwa ketika Allah mengabulkan do’a syaitan, “ ya Tuhanku tangguhkanlah kehidupanku sampai Hari Kiamat”, maka Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk golongan makhluk yang diberi penangguhan sampai hari yang ditentukan.” Kemudian, syaitan (iblis) mengatakan: “Ya Tuhanku, Engkau telah menetapkan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan pandangan manusia memandang indah terhadap perbuatan jahat (maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas di antara mereka” (al-Hijr: 36-40).
            Jadi, berdasarkan ayat di atas, syarat yang penting agar tidak dapat digoda atau disesatkan syaitan ialah melakukan sesuatu amal dengan ikhlas. Orang yang ikhlas dalam beramal tidak akan mampu digoda syaitan. Sebab itulah Allah memerintahkan agar kita ikhlas dalam beragama dan beribadah kepada-Nya (al-Bayyinah: 5). Sehubungan dengan ayat, mengimani al-Qur’an termasuk ajaran agama. Maka, kita pun harus ikhlas menerima al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita. Dengan demikian, al-Qur’an merupakan bagian dari kehidupan kita dan tidak ada jarak antara kita dan al-Qur’an. Maksudnya, setiap ada masalah kehidupan kembalilah kepada al-Qur’an untuk mencari solusinya. Jadi, al-Qur’an itu benar-benar “hukum yang hidup” (the living guidance). Inilah yang dimaksudkan oleh ayat 30, surah al-Furqan, ketika rasul berkata: “ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur’an sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka.”
            Selanjutnya, ayat 31 menerangkan bahwa nabi yang diutus oleh Allah kepada umat manusia tetap saja mendapat tantangan. Nabi senantiasa dimusuhi oleh orang-orang yang gemar berbuat dosa (mujrimun). Namun, Allah tetap melindungi nabi atau rasul-Nya dari kepungan atau gangguan mereka (al-Maidah: 67). Allah akan memberikan hidayah kepada orang-orang yang taat kepada rasul-Nya. Para pengingkar rasul yang diutus Allah tidak akan memperoleh hidayah; dan mereka berada dalam kesesatan. Sudah merupakan sunnatullah (ketetapan Allah) dalam kehidupan ini bahwa setiap upaya mengajak kepada kebaikan pasti akan mendapat tantangan dan rintangan, seperti yang dialami para rasul Allah. Orang-orang yang mampu bertahan dalam menyampaikan kebenaran, meski banyak tantangan atau rintangan, akan menuai kesuksesan dan mencapai peringkat jihad yang tinggi. 




Hikmah Diturunkan al-Quran Secara Bertahap [Ayat 32-34]


            Seperti dimaklumi bahwa al-Qur’an diturunkan secara bertahap (gradual) dalam masa 23 tahun. Hikmah diturunkan al-Qur’an secara bertahap ini adalah agar manusia dapat menghafalnya, menghayati dan mengamalkannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa setiap kali menerima sepenggal ayat yang diwahyukan Allah, nabi dan para sahabatnya langsung mempelajari dan mengamalkannya. Demikianlah seterusnya sampai al-Qur’an itu sempurna diturunkan. Hal ini menyebabkan kerisauan orang-orang kafir karena orang-orang mukmin senantiasa mendapat wahyu dari Allah untuk menjawab setiap persoalan yang muncul di antara mereka. Orang-orang kafir tidak senang kepada orang-orang mukmin karena Allah menurunkan al-Qur’an kepada mereka tidak sekaligus. Orang-orang kafir menginginkan agar al-Qur’an itu turun sekaligus; tidak secara bertahap atau berangsur-angsur. Tetapi, Allah membantah mereka bahwa Allah sengaja menurunkannya secara bertahap agar setiap kali nabi dan para sahabatnya menerima pesan wahyu, hati mereka semakin mantap dengan iman. Inilah sebenarnya yang membuat orang-orang kafir tidak senang melihat orang-orang mukmin semakin mantap iman mereka dari hari ke hari.
            Dalam ayat 33 disebutkan bahwa orang-orang kafir selalu bersikap negatif terhadap orang-orang mukmin; dan menganggap al-Qur’an itu tidak ada pengaruhnya terhadap kehidupan orang-orang mukmin. Namun, Allah membantah bahwa al-Qur’an itu adalah kebenaran yang di dalamnya terdapat penjelasan yang paling baik dan akurat bagi orang-orang mukmin. Selanjutnya, ayat 34, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang tidak yakin kepada kebenaran al-Qur’an akan dilemparkan ke dalam neraka Jahannam; muka mereka diseret-seret di tengah teriknya matahari. Begitulah balasan Allah bagi orang-orang yang tidak mau beriman kepada al-Qur’an dan kepada rasul Allah yang menyampaikan al-Qur’an itu kepada umat manusia.

Kisah Umat Masa Lalu: Refleksi Sejarah [Ayat 35-39]


            Salah satu isi al-Qur’an yang sangat penting adalah kisah atau cerita. Allah menyebutkan bahwa tujuan dimuat kisah-kisah masa  lalu dalam al-Qur’an adalah untuk menjadi pelajaran (‘ibrah) bagi orang-orang yang mau berpikir (Yusuf: 111). Dalam rangkaian ayat-ayat 35-39 terdapat tiga kisah umat masa lalu, yaitu  kisah Nabi Musa, kisah Nabi Nuh, dan kisah kaum ‘Ad dan Tsamud.

·        Kisah Nabi Musa [Ayat 35-36]

Nabi Musa diutus kepada Bani Israil. Bani Israil pada saat Nabi Musa dilahirkan, pada tahun 1400 Sebelum Masehi, negeri Mesir di bawah pemerintahan Raja Fir’aun (Ramses II). Fir’aun, gelar bagi raja-raja Mesir, adalah tokoh yang diabadikan dalam al-Qur’an. Fir’aun terkenal karena kezalimannya dan menobatkan dirinya sebagai “Tuhan” yang harus disembah oleh rakyatnya. Namun, salah seorang istrinya, Asiyah sangat taat dan beriman kepada Allah. Setiap saat Asiyah berdo’a kepada Allah, “ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah istana di dalam surga dan selamatkanlah aku dari kekejaman Fir’aun dan selamatkanlah aku dari kekerasan kaum yang zalim” (at-Tahrim: 11). Asiyah inilah yang menjaga dan memelihara Nabi Musa sampai dewasa dalam istana Firaun. Padahal pada masa itu, Fir’aun mengeluarkan instruksi agar semua anak laki-laki yang baru lahir harus dibunuh. Dengan kekuasaan Allah, Nabi Musa terselamatkan dari pembunuhan ini, kemudian dia diangkat menjadi rasul.
Menurut ayat 35-36, Nabi Musa dalam mengembankan tugas sebagai rasul dibantu oleh saudaranya, Harun. Harun sebagai juru bicara Nabi Musa dalam menjelaskan sesuatu kepada umatnya. Sebagai pedoman bagi mereka, Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa untuk disampaikan kepada umatnya. Sebagian kecil umatnya mentaatinya; tetapi kebanyakan mereka mengingkarinya. Fir’aun dan para pengikutnya menolak dakwah Nabi Musa dan diancam bunuh. Sampai tiba saatnya, Fir’aun bersama tentaranya mengejar Nabi Musa berserta umatnya. Kemudian Nabi Musa bersama umatnya menghindar dari kejaran Fir’aun dengan melintasi Laut Merah; namun, Fir’aun pun tetap mengejarnya. Akhirnya, Nabi Musa bersama umatnya diselamatkan oleh Allah; sedengkan Fir’aun beserta tetaranya ditenggelamkan oleh Allah ke dalam laut. Jasad Fir’aun diabadikan oleh Allah untuk menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya. Allah menyatakan: “Pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu; dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kebesaran Kami” (Yunus: 92). Mengenai gambar jasad Fir’aun dapat dilihat pada lampiran. Jadi, seperti disebutkan dalam ayat 36, bahwa janji Allah itu pasti, para pendusta ayat-ayat-Nya dihancurkan dengan sehancur-hancurnya.

·        Kisah Umat Nabi Nuh [Ayat 37]


            Nabi Nuh termasuk orang yang paling panjang usianya di antara para nabi yang lain. Usia nabi mencapai 950 tahun; dan masa dakwahnya pun relatif lama dibandingkan dengan nabi-nabi lain. Karena lamanya beliau berdakwah, Nabi Nuh pernah mengadu kepada Allah, “ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah mengajak kaumku kepada agama-Mu siang dan malam; tetapi mereka tidak mendengar ajakanku, bahkan mereka lari dari seruanku” (Nuh: 5-6). Nabi Nuh hampir saja putus asa dalam mengembankan tugas dakwah. Tetapi karena semangat iman dan kesabaran yang tinggi, meskipun sedikit yang mau mengikuti ajakannya, beliau tetap dinilai berhasil; dan beliau termasuk salah seorang dari Ulul ‘Azmi (orang-orang yang teguh pendirian dan kesabaran).
            Ayat 37 menjelaskan bahwa ketika umat Nabi Nuh mendustakannya, maka Allah mendatangkan banjir besar. Dengan banjir itulah Allah menghukum orang-orang yang ingkar, termasuk istri dan anak Nabi Nuh sendiri ditenggelamkan oleh Allah ke dalam air. Istri dan anak Nabi Nuh yang tidak mau mematuhi ajakannya, dihukum oleh Allah baik di dunia maupun di Akhirat (at-Tahrim: 10). Inilah kesudahan kaum pendusta dan pengingkar. Tidak sedikit tantangan yang dihadapi Nabi Nuh dalam berdakwah, namun dia tidak pernah berhenti berdakwah, termasuk kepada keluarganya sendiri. Profil keluarga Nabi Nuh adalah suami yang beriman dan taat tetapi istri ingkar dan maksiat. Sebaliknya, keluarga Fir’aun, suami ingkar dan zalim tetapi istri beriman dan taat. Semua ini menjadi pelajaran bagi kita, bahwa tidak selamanya kebenaran dapat diterima oleh semua orang.

·        Kisah Kaum ‘Ad dan Tsamud [Ayat 38-39]

Kaum ‘Ad dan Tsamud adalah dua generasi umat manusia yang pernah dihancurkan oleh Allah karena keingkaran mereka.            Kepada kaum ‘Ad diutus Nabi Hud; sedangkan kepada kaum Tsamud diutus Nabi Shalih. Baik kaum ‘Ad maupun Tsamud telah memperoleh kejayaan; dan bahkan mereka telah mampu gedung-gedung pencakar langit. Dalam surah al-Fajr ayat 6-9, Allah menerangkan:

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu bertindak terhadap kaum ‘Ad?
Yaitu penduduk Iram yang mempunyai gedung-gedung pencakar langit
Yang belum pernah ada bangunan sehebat itu di negeri-negeri lain
Dan kaum Tsamud yang memahat batu-batu besar di lembah

Tetapi karena kekufuran dan kezaliman mereka, maka Allah menenggelamkan mereka beserta bangunan tempat tinggal mereka ke dalam tanah (bumi). Sebagai bukti sejarah, bekas bangunan ini, digali kembali oleh pakar arkeologi pada tahun 1990-an. Bangunan tersebut berada di negeri Iram, menurut al-Qur’an, atau ‘Ubar menurut Injil. Sekarang daerah kaum ‘Ad atau Tsamud itu berada di wilayah Oman, Arab bagian selatan (sekarang berdekatan dengan Hadhramaut).
Selanjutnya, Allah juga menjelaskan bahwa kaum Tsamud adalah ahli dagang. Tetapi, mereka berbuat curang dalam menakar barang-barang dagangan mereka. Pada saat itu, kaum Tsamud di bawah pimpinan Nabi Syu’aib. Allah memerintahkan mereka agar menyempurnakan takaran dan timbangan dan jangan membohongi manusia. Tetapi, mereka tidak mau mengindahkannya, maka Allah menurunkan kepada mereka hujan batu; dan mereka pun hancur (al-A’raf: 84-85). Lebih lanjut mengenai kisah kaum ‘Ad dan Tsamud, kisah Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Luth, dan Nabi Shalih, baca surah al-A’raf ayat 59-171.
Begitulah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar manusia dapat hidup lebih aman, damai dan tenteran di bawah naungan kalam suci Ilahi. Perlu dicatat bahwa di saat kebohongan dan keingkaran sudah merajalela, maka pada saat itulah mendatangkan azab-Nya; dan menghancurkan mereka. Kita wajib bersyukur karena di tengah-tengah kezaliman masa kini, masih ada yang beriman taat kepada perintah Allah; masih ada yang berdo’a dan beristighfar; dan masih ada hewan dan tumbuh-tumbuhan. Karena kasih sayang Allah kepada mereka, maka azab Allah kepada manusia yang durhaka masih tertunda untuk sementara. Sehubungan dengan ini, Allah menyatakan: “Allah belum mengazab mereka selama di antara mereka masih ada yang memohon keampunan (al-Anfal: 33). ■


Tidak ada komentar:

Posting Komentar