Kamis, 25 Oktober 2012

HAJI: MAKNA, SEJARAH DAN HIKMAHNYA



HAJI: MAKNA  DAN SEJARAHNYA

Haji (Bahasa Arab: حج, Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.

Definisi

Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.

Latar belakang ibadah haji

Orang-orang Arab pada zaman jahiliah telah mengenal ibadah haji ini yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih tetap ada, seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk syara' (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah rasul. [2] Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di sekitar Ka'bah yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram, Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi Ibrahim ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat manusia.

Jenis ibadah haji

Setiap jamaah bebas untuk memilih jenis ibadah haji yang ingin dilaksanakannya. Rasulullah SAW memberi kebebasan dalam hal itu, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut.
Aisyah RA berkata: Kami berangkat beribadah bersama Rasulullah SAW dalam tahun hajjatul wada. Diantara kami ada yang berihram, untuk haji dan umrah dan ada pula yang berihram untuk haji. Orang yang berihram untuk umrah ber-tahallul ketika telah berada di Baitullah. Sedang orang yang berihram untuk haji jika ia mengumpulkan haji dan umrah. Maka ia tidak melakukan tahallul sampai dengan selesai dari nahar.
Berikut adalah jenis dan pengertian haji yang dimaksud.
  • Haji Ifrad, berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad bila sesorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah. Dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji. Artinya, ketika mengenakan pakaian ihram di miqat-nya, orang tersebut berniat melaksanakan ibadah haji dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk melaksanakan umrah.
  • Haji Tamattu', mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan umrah terlebih dahulu di bulan-bulah haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan ibadah haji, ditahun yang sama. Tamattu' dapat juga berarti melaksanakan ibadah didalam bulan-bulan serta didalam tahun yang sama, tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.
  • Haji Qiran, mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak miqat makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu lama. Menurut Abu Hanifah, melaksanakan haji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa'i.

Kegiatan ibadah haji

Rute yang dilalui oleh jamaah dalam ibadah haji
Berikut adalah kegiatan utama dalam ibadah haji berdasarkan urutan waktu:
  • Sebelum 8 Dzulhijjah, umat Islam dari seluruh dunia mulai berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram, Makkah.
  • 8 Dzulhijjah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8 Dzulhijjah, semua umat Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju Mina, sehingga malam harinya semua jamaah haji harus bermalam di Mina.
  • 9 Dzulhijjah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang. Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam Muzdalifah.
  • 10 Dzulhijjah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji), atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula dan Wustha).
  • 11 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
  • 12 Dzulhijjah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
  • Sebelum pulang ke negara masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf perpisahan).

Lokasi utama dalam ibadah haji

Makkah Al Mukaromah

Di kota inilah berdiri pusat ibadah umat Islam sedunia, Ka'bah, yang berada di pusat Masjidil Haram. Dalam ritual haji, Makkah menjadi tempat pembuka dan penutup ibadah ini ketika jamaah diwajibkan melaksanakan niat dan thawaf haji.

Arafah

Kota di sebelah timur Makkah ini juga dikenal sebagai tempat pusatnya haji, yiatu tempat wukuf dilaksanakan, yakni pada tanggal 9 Dzulhijjah tiap tahunnya. Daerah berbentuk padang luas ini adalah tempat berkumpulnya sekitar dua juta jamaah haji dari seluruh dunia. Di luar musim haji, daerah ini tidak dipakai.

Muzdalifah

Tempat di dekat Mina dan Arafah, dikenal sebagai tempat jamaah haji melakukan Mabit (Bermalam) dan mengumpulkan bebatuan untuk melaksanakan ibadah jumrah di Mina.

Mina

Tempat berdirinya tugu jumrah, yaitu tempat pelaksanaan kegiatan melontarkan batu ke tugu jumrah sebagai simbolisasi tindakan nabi Ibrahim ketika mengusir setan. Dimasing-maising tempat itu berdiri tugu yang digunakan untuk pelaksanaan: Jumrah Aqabah, Jumrah Ula, dan Jumrah Wustha. Di tempat ini jamaah juga diwajibkan untuk menginap satu malam.

Madinah

Adalah kota suci kedua umat Islam. Di tempat inilah panutan umat Islam, Nabi Muhammad SAW dimakamkan di Masjid Nabawi. Tempat ini sebenarnya tidak masuk ke dalam ritual ibadah haji, namun jamaah haji dari seluruh dunia biasanya menyempatkan diri berkunjung ke kota yang letaknya kurang lebih 330 km (450 km melalui transportasi darat) utara Makkah ini untuk berziarah dan melaksanakan salat di masjidnya Nabi. Lihat foto-foto keadaan dan kegiatan dalam masjid ini.

Tempat bersejarah

Berkiut ini adalah tempat-tempat bersejarah, yang meskipun bukan rukun haji, namum biasa dikunjungi oleh para jemaah haji atau peziarah lainnya.

Jabal Nur dan Gua Hira

Jabal Nur terletak kurang lebih 6 km di sebelah utara Masjidil Haram. Di puncaknya terdapat sebuah gua yang dikenal dengan nama Gua Hira. Di gua inilah Nabi Muhammad saw menerima wahyu yang pertama, yaitu surat Al-'Alaq ayat 1-5.

Jabal Tsur

Jabal Tsur terletak kurang lebih 6 km di sebelah selatan Masjidil Haram. Untuk mencapai Gua Tsur ini memerlukan perjalanan mendaki selama 1.5 jam. Di gunung inilah Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar As-Siddiq bersembunyi dari kepungan orang Quraisy ketika hendak hijrah ke Madinah.

Jabal Rahmah

Yaitu tempat bertemunya Nabi Adam as dan Hawa setelah keduanya terpisah saat turun dari surga. Peristiwa pentingnya adalah tempat turunnya wahyu yang terakhir pada Nabi Muhammad saw, yaitu surat Al-Maidah ayat 3.

Jabal Uhud

Letaknya kurang lebih 5 km dari pusat kota Madinah. Di bukit inilah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin melawan kaum musyrikin Mekah. Dalam pertempuran tersebut gugur 70 orang syuhada di antaranya Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Kecintaan Rasulullah saw pada para syuhada Uhud, membuat beliau selalu menziarahinya hampir setiap tahun. Untuk itu, Jabal Uhud menjadi salah satu tempat penting untuk diziarahi.

Makam Baqi'

Baqi' adalah tanah kuburan untuk penduduk sejak zaman jahiliyah sampai sekarang. Jamaah haji yang meninggal di Madinah dimakamkan di Baqi', letaknya di sebelah timur dari Masjid Nabawi. Di sinilah makam Utsman bin Affan ra, para istri Nabi, putra dan putrinya, dan para sahabat dimakamkan. Ada banyak perbedaan makam seperti di tanah suci ini dengan makam yang ada di Indonesia, terutama dalam hal peletakan batu nisan [5]

Masjid Qiblatain

Pada masa permulaan Islam, kaum muslimin melakukan shalat dengan menghadap kiblat ke arah Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina. Pada tahun ke-2 H bulan Rajab pada saat Nabi Muhammad saw melakukan salat Zuhur di masjid ini, tiba-tiba turun wahyu surat Al-Baqarah ayat 144 yang memerintahkan agar kiblat salat diubah ke arah Ka'bah Masjidil Haram, Mekah. Dengan terjadinya peristiwa tersebut maka akhirnya masjid ini diberi nama Masjid Qiblatain yang berarti masjid berkiblat dua.

Rekaman tragedi ibadah haji

  • Desember 1975: 200 jamaah tewas di dekat kota Makkah setelah sebuah pipa gas meledak dan membakar sepuluh tenda.
  • 4 Desember 1979: 153 jamaah tewas dan 560 lainnya terluka setelah petugas keamanan Arab Saudi yang dibantu tentara Perancis mencoba membebaskan Masjidil Haram yang disandera sekelompok militan selama dua minggu.
  • 31 Juli 1987: 402 jamaah tewas, 275 diantaranya dari Iran, setelah ribuan jamaah Iran yang melakukan demonstrasi mendapat perlawanan fisik dari keamanan Arab Saudi. Akibat dari insiden itu Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran, yang akhirnya tidak mengirimkan jamaahnya ke Makkah hingga tahun 1991.
  • 10 Juli 1989: satu jamaah tewas dan 16 terluka akibat penembakan didalam Masjidil Haram. Akibatnya 16 orang Kuwait yang melakukan penyerangan dihukum tembak mati.
  • 15 Juli 1989: lima jamaah asal Pakistan tewas dan 34 lainnya terluka akibat insiden penembakan oleh sekelompok orang bersenjata di perumahan mereka di Makkah.
  • 2 Juli 1990: 1.426 jamaah tewas kebanyakan dari Asia akibat terperangkap didalam terowongan Mina.
  • 24 Mei 1994: 270 jamaah tewas akibat saling dorong dan injak di Mina.
  • 7 Mei 1995: tiga jamaah tewas akibat kebakaran di Mina.
  • 15 April 1997: 343 jamaah tewas dan 1.500 lainnya terluka karena kehabisan nafas karena terjebak didalam kebakaran tenda di Mina.
  • 9 April 1998: 118 jamaah tewas karena berdesak–desakkan saat pelaksanaan lontar jumroh.
  • 5 Maret 2001: 35 jamaah tewas serta puluhan lainnya luka – luka karena berdesak – desakan di Jammarat.
  • 11 Februari 2003: 14 jamaah tewas di Jumrotul Mina – enam diantaranya wanita.
  • 1 Februari 2004: Sebanyak 251 jamaah tewas selama pelaksanaan lontar jumrah.
  • 23 Januari 2005: 29 jamaah tewas akibat banjir terburuk dalam 20 tahun terakhir di Madinah.
  • 5 Januari 2006: Sebanyak 76 tewas akibat runtuhnya sebuah penginapan al-Rayahin di jalan Gaza, sekitar 200 meter sebelah barat Masjidil Haram.
  • 12 Jan 2006: Sedikitnya 345 jamaah tewas di Jammarat selama pelaksanaan lontar jumrah. Insiden ini terjadi pada pukul 15.30 waktu setempat usai salat dzuhur, setelah jutaan jamaah saling berdesak–desakkan di pintu masuk sebelah utara lantai dua Jammara.

  • DR. H. Hasan Basri, MA

PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA




MEMBENTUK KEPRIBADIAN ANAK SEJAK USIA DINI

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Luqman [31]: 13)

Muqaddimah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBHI) terbitan Departemen Pendidikan Nasional disebutkan, prinsip adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir dan bertindak. Prinsip diri berarti karakter diri yang menjadi daya gerak seseorang guna mencapai keberhasilan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Bagaimana seseorang berperasaan, berpikir, dan bertindak semua itu terkait dengan prinsip diri yang dimiliki.
Di zaman sekarang, prinsip diri belum menjadi perhatian utama orangtua maupun para pendidik di sekolah atau pesantren. Terbukti anak-anak sekarang meskipun sudah memasuki usia aqil baligh, ketika melaksanakan ibadah shalat masih bercanda dan main-main.
Shalat belum mampu mencegah mereka meninggalkan ucapan jorok, menipu, berbohong, tawuran antar pelajar dan meninggalkan perbuatan dosa lainnya. Hal ini berlanjut hingga sang anak tumbuh dewasa.
Padahal secara fikih, sejak orang menginjak usia baligh, setiap pelanggaran atas syariat akan berdampak buruk bagi pelakunya (berdosa) dan setiap perbuatan baik juga mendapat balasan pahala pula.
Persoalannya, bagaimana mendidik anak-anak agar memiliki prinsip diri yang tangguh. Nah, ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dalam surah Luqman di atas tentang cara menanamkan prinsip diri pada anak:

1. Menanamkan Tauhid
Prinsip diri paling utama yang harus ditanam pada seorang anak adalah menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) sebagai satu-satunya yang paling diistimewakan dalam hidupnya. Allahlah satu-satunya tempat bergantung. Kemanapun ia berada, selalu bersama Allah Yang Maha Mengawasi. Inilah pelajaran pertama dalam syariat Islam, yang menyelamatkan siapa saja bagi yang mengamalkan. Tak cukup hanya dengan teori, tapi indikasinya terlihat dari prinsip hidup yang menampakkan seorang anak didik itu ber-Tuhankan Allah. Jika prinsip ini sudah mendarah-daging, niscaya ia selalu berkata benar dan memperjuangkan kebenaran.


2. Mendidik Anak Memiliki Jiwa Syukur
Agar anak memiliki jiwa bersyukur, perlu ada teladan. Sebab, pendidikan yang terbaik adalah contoh. Tak sekedar berucap “Alhamdulillah,” namun dengan mewujudkannya dalam tindakan nyata. Anak yang bersyukur merupakan anak yang sadar bahwa ia telah menerima suatu pemberian. Lalu ia membalasnya dengan aktif dan semangat belajar dan bekerja. Bahkan bersyukur adalah salah satu cara berdoa agar diberi tambahan nikmat.

3. Mengajarkan Kemampuan Kontrol Diri
Berhati-hati dalam hidup, tak boleh sembrono, tidak pula sembarang berbuat karena memang bukan anak sembarangan. Setiap perasaan, pikiran dan tindakan -baik maupun buruk- akan kembali kepada diri sendiri. Semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. Tak ada yang luput dari pantauan catatan malaikat. Sikap ihsan seperti ini mampu melahirkan perasaan selalu bersama Allah SWT. Sehingga lahirlah pribadi jujur dan akhlak yang baik.
“(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (Luqman [31]: 16).

4. Mendidik Shalat Berjamaah
Shalat bukanlah tujuan, tapi sebagai latihan agar selalu mengingat Allah SWT. Dengan banyak mengingat-Nya (zikir), anak memiliki jiwa besar dalam menghadapi masalah dalam hidup. Orangtua dan sekolah hendaklah menjadikan waktu shalat sebagai program kegiatan yang diutamakan. Bila shalat dilaksanakan dengan baik dan benar, akan tertanam dalam jiwa perasaan selalu butuh kepada Allah SWT. Menjadikan Allah SWT sebagai sumber ilmu, sumber kebaikan dan kesuksesan.
Perasaan butuh kepada Allah SWT dengan mengagungkan-Nya melalui shalat akan menggerakkan jiwa sang anak senang kepada kebaikan dan bertindak menghindari perbuatan tercela. Bahkan kemudian dengan dorongan imannya akan mencegah kemunkaran yang terjadi. Kesadaran anak mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran tentu membutuhkan kesabaran luar biasa. Oleh karena itu, shalat juga berfungsi sebagai sarana menanamkan kesabaran.

5. Mendidik Anak Bersikap Hidup Sederhana
“Wa iqshid” berasal dari kata “qashada” yang berarti menuju. Bentukan yang lain adalah “iqtashada-yaqtashidu”. Kata “iqtishad” sering diartikan sederhana atau ekonomi. Karena itu, orang yang secara ekonomi berkecukupan haruslah tetap dalam kesederhanaan. Selalu waspada terhadap rayuan materi, kedudukan maupun popularitas. Sikap membangga-banggakan diri, sombong, dan angkuh adalah sifat tidak terpuji. Bagaimanapun banyaknya harta, luasnya ilmu, sekolah atau jabatan yang tinggi, tapi kesederhanaan adalah prinsip diri.

Itulah generasi unggulan standar al-Qur’an. Generasi pilihan yang akan membangun peradaban Islam pada zamannya. Al-Qur’an memerintahkan kita mencontoh Luqman agar memberikan dasar-dasar atau intisari materi pelajaran yang seharusnya menjadi karakter dasar anak didik.                 
Karenanya, bagi orangtua yang ingin menyekolahkan anak-anaknya layak menjadikan standar al-Qur’an ini sebagai pedoman memilih sekolah. Apakah kelima materi pelajaran tersebut telah “hidup” pada diri para pendidik di sekolah yang akan dipilih? Sebab, merekalah orang kedua setelah orangtua yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak-anak kita. Memilih sekolah bukanlah dilihat pada mewah dan lengkapnya infrastuktur, bukan pula pada gebyar sekolah itu yang sering dilaksanakan. Bukan pula kunjungan pejabat ataupun nilai akreditasi sekolah yang diperoleh.
Untuk para orangtua hendaklah mendidik anak-anak di rumah dengan standard al-Qur’an. Sebab, kita semua menginginkan anak-anak menjadi pribadi saleh dan salehah serta berbakti kepada kedua orangtuanya. Namun, pendidikan yang utama dan terbaik adalah teladan. Teladan kesalehan seluruh anggota keluarga di rumah dan teladan dari guru-gurunya di sekolah maupun lingkungannya. Wallahu a’lam. Diadopsi dari SUARA HIDAYATULLAH/Abu Awwab,

Rabu, 10 Oktober 2012

MATERI KULIAH ULUMUL QUR'AN (Bag. 1)


MATERI KULIAH ULUMUL QUR’AN
(Suatu Pengantar)
DR. H. Hasan Basri, MA

A.       Ulumul Qur’an dan Sejarahnya
1.      Pengertian Ulumul Qur’an
a.      Makna al-Qur’an
القرآن هو الكلام المعجز المنزل على النبي محمد بن عبد الله المكتوب فى المصاحف المنقول بالتواتر المتعبد بتلاوته.
Al-Qur’an ialah firman Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad bin Abdullah, tertulis dalam mushhaf-mushhaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya menjadi ibadah.
b.      Makna Ulumul Qur’an
علوم القرآن: الإبحاث التى تتعلق بهذا الكتاب المجيد من حيث النزول والجمع والترتيب والتدوين ومعرفة أسباب النزول والمكى والمدنى ومعرفة الناسخ والمنسوخ والمحكم والمتشابه وغير ذلك من الإبحاث التى تتعلق بالقرآن الكريم.
Ulumul Qur’an ialah ilmu-ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan al-Qur’an dari segi turunnya, pengumpulannya, sistematikanya, dan pembukuannya; mengetahui sebab-sebab turunnya, ayat-ayat yang diturunkan di Makkah dan Madinah, mengetahui Nasikh dan Mansukh, ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih, dan pembahasan lain dari al-Qur’an al-Karim.
  1. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an
a.      Masa Nabi Muhammad SAW
Pada masa Nabi Muhammad, Ulumul Qur’an belum berkembang sebagaimana masa-masa berikutnya. Setiap menerima wahyu dari Allah, Nabi Muhammad langsung menyampaikannya kepada para sahabatntya; dan mereka menghafal, memahami serta mengamalkan pesan-pesan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itulah maka pada masa itu para sahabat tidak mengalami kesulitan dalam memahami hal-hal yang berkenaan dengan al-Qur’an. Selain itu, Nabi Muhammad melarang para sahabat untuk mencatat atau menulis selain ayat-ayat al-Qur’an. Ini bertujuan agar wahyu (ayat al-Qur’an) tidak bercampur dengan ucapan-ucapan pribadi Nabi Muhammad.
Pada masa Nabi Muhammad dapat dikatakan bahwa Ulumul Qur’an belum muncul dan para sahabat pun belum memerlukannya karena alasan-alasan sebagai berikut:
1)      Para sahabat mempunyai daya hafalan yang kuat.
2)      Para sahabat pada umumnya memiliki kecerdasan yang tinggi dan daya tangkap yang cepat.
3)      Para sahabat mempunyai kemampuan bahasa Arab dan balaghah (sastra).
4)      Kebanyakan sahabat terdiri dari orang-orang yang ummiy (tidak pandai menulis dan membaca) sehingga mereka lebih mengandalkan hafalan.
5)      Pada masa Nabi Muhammad belum ada alat tulis yang memadai.
6)      Para sahabat lebih terbiasa menyampaikan pesan melalui lisan (tradisi lisan)  daripada tulisan.
7)      Kalau ada persoalan yang belum jelas, para sahabat dapat menanyakannya langsung kepada Nabi Muhammad.
Perlu dicatat bahwa pada masa Nabi Muhammad, ada dua hal yang membuat al-Qur’an terjaga:
1)      Hafalan yang tersimpan rapi dan terjaga dalam dada para sahabat Nabi Muhammad.
2)      Teks al-Qur’an sudah ditulis seluruhnya oleh pencatat wahyu, antara lain Zaid bin Tsabit; tetapi belum tersusun secara teratur. Catatan wahyu itu masih berserakan dalam lembaran-lembaran yang terdiri dari kulit, tulang, pelepah kurma, kayu, batu tipis.
Tokoh-tokoh Penulis Wahyu pada Masa Nabi Muhammad adalah:
1)      Abu Bakar ash-Shiddiq
2)      ‘Umar bin Khaththab
3)      ‘Utsman bin ‘Affan
4)      ‘Ali bin Abi Thalib
5)      Ubai bin Ka’ab
6)      Zaid bin Tsabit
7)      Abdullah bin Mas’ud
8)      Abu Musa al-Asy’ari
9)      Khalid bin Walid
10)  Aban bin Sa’id
11)  Mu’awiyah bin Abi Shufyan
12)  Zubair bin ‘Awwam
13)  Handhalah bin al-Rabi’ al-Asadi
14)  Mu’aiqid bin Abi Fathimah
15)  ‘Abdullah bin Arqam
16)  Tsabit bin Qais
17)  Thalhah bin ‘Ubaidillah
18)  Sa’ad bin Abi Waqash
19)  Amir bin Fudhairah
20)  Hudzaifah bin al-Yaman
21)  Mughirah bin Syu’bah
22)  Amru bin ‘Ash
  • Orang yang pertama kali menulis wahyu di Makkah adalah: ‘Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh.
  • Orang yang pertama kali menulis wahyu di Madinah adalah: Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit.
  • Di antara mereka yang paling banyak menulis wahyu adalah: Zaid bin Tsabit dan ‘Ali bin Abi Thalib.
  • Sebagian sahabat Nabi Muhammad telah mengumpulkan al-Qur’an untuk dirinya masing-masing sebagai pedoman. Di antara mereka yang mempunyai naskah tertulis dari al-Qur’an adalah:
1)      ‘Ali bin Abi Thalib
2)      Mu’adz bin Jabal
3)      Ubai bin Ka’ab
4)      Zaid bin Tsabit
5)      ‘Abdullah bin Mas’ud
·      Di antara mereka, yang paling mengetahui tentang urutan al-Qur’an serta Nasikh dan Mansukh-nya adalah: Zaid bin Tsabit.
·      Tertib susunan surat dan ayat dalam Mushhaf al-Qur’an sudah dilakukan sejak Nabi Muhammad berdasarkan TAUQIFI (petunjuk wahyu). Nabi Muhammad menyuruh sahabat untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an dan meletakkannya sesuai dengan perintah wahyu.
ضعوا هذا فى السورة يذكر فيها كذا وكذا (رواه الترمذى)
Artinya: Letakkanlah ayat ini pada surat ini yang di dalamnya disebut begini dan begini (Hadits riwayat al-Turmudzi).
·      Untuk menjaga hafalan dan bacaan, Jibril datang menemui Nabi Muhammad sekali dalam setahun; pertemuan ini disebut TALAQQI.
·      Menjelang kewafatan Nabi Muhammad, Jibril datang dua kali menemui nabi untuk melakukan menguji hafalan dan bacaannya.
b.      Masa al-Khulafa’ al-Rasyidun 
Pasca kewafatan Nabi Muhammad, misi Islam diteruskan oleh para sahabatnya di bawah kepemimpinan Khalifah yang Empat, yaitu Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, yang lazim disebut dengan istilah Khulaf’urrasyidin.
Pada masa Khalifah Abi Bakar al-Shiddiq dan Umar bin Khattab, Ulumul Qur’an belumlah lahir meskipun agama Islam telah berkembang sampai ke luar Jazirah Arabia. Kemudian, pada masa Khalifah utsman bin Affan, Islam semakin berkembangan ke negara-negara lain di luar Arab. Karena meluasnya perkembangan Islam, penganut agama Islam semakin bertambah dan semakin bervariasi pula pengetahuan mereka tentang al-Qur’an. Maka, terjadilah perbedaan-perbedaan bacaan al-Qur’an yang mengkhawatirkan para sahabat, pada masa itu, akan terjadi penyimpangan pemahaman dan ketidakseragaman dalam membaca al-Qur’an di kalangan umat Islam.
Untuk mengatasi perbedaan tersebut, Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan para pakar al-Qur’an di kalangan sahabat penghafal al-Qur’an (huffazh) untuk menulis dan menyatukan dalam satu mushhaf ayat-ayat al-Qur’an yang pernah dikumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar dan msuhhaf itu diberi nama Mushhaf Utsmani. Dari mushhaf ini kemudian disalin beberapa naskah dalam bentuk  mushhaf yang dikirim ke wilayah-wilayah Islam di luar Madinah, seperti Makkah, Kufah, Bashrah, dan Syam.
Mushhaf yang ditulis pada masa Khalifah Utsman bin Affan disebut al-Mushhaf ‘Ala Rasm al-‘Utsmani. Dengan demikian, pada masa Khalifah Utsman bin Affan sudah lahir ilmu Rasmil Qur’an atau ilmu Rasmil Utsmani.
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pula perbedaan dan penyimpangan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad al-Duwali untuk membuat sebagian kaidah bahasa Arab dan aturan-aturan bacaannya. Upaya ini kemudian melahirkan ilmu Nahwu dan ilmu I’rabil Qur’an.
Setelah itu, Ulumul Qur’an dikembangkan oleh generasi berikutnya antara lain:
1)      Mujahid (w. 103 H)
2)      Atha’ bin Abu Rabah (w. 114 H)
3)      Ikrimah (w. 105 H)
4)      Qatadah bin Di’amah (w. 118 H)
5)      al-Hasan al-Bashri (w. 110 H)
6)      Sa’id ibn Jubair (w. 136 H)
7)      Zaid bin Aslam (w. 136 H)
Mereka dianggap sebagai peletak dasar ilmu-ilmu yang diberi nama: ‘Ilm al-Tafsir, ‘Ilm Asbab al-Nuzul, ‘Ilm al-Nasikh wa al-Mansukh, dan ‘Ilm Gharib al-Qur’an.