MEMPERSIAPKAN KUNCI SURGA
Oleh: DR. H. Hasan Basri al-Mardawy, MA
Setiap pintu ada kuncinya. Surga pun ada kuncinya tersendiri; dan kunci surga itu adalah shalat. Setiap kita melakukan shalat berarti kita telah mempersiapkan kunci pembuka surga. Namun, kunci itu akan hilang begitu shalat disia-siakan atau shalat yang dikerjakan itu tidak merefleksikan kepribadian muslim yang sesungguhnya. Shalat yang berkualitas akan memberikan pengaruh positif terhadap perilaku dan sekaligus mencerminkan kelembutan dan keramahan kepada sesama manusia dan seluruh makhluk Allah di bumi. Shalat yang menjadi kunci surga adalah shalat yang diterima oleh Allah. Sebaliknya, yang tidak diterima akan melempangkan jalan ke neraka.
1. Ciri-ciri Shalat yang Diterima
Shalat yang dilakukan oleh seorang hamba adakalanya diterima oleh Allah dan adaklalanya ditolak. Diterima atau tidaknya shalat seseorang sangat tergantung pada keikhlasan dan ke-khusyu’-an dalam pelaksanaannya serta kesesuaiannya dengan sunnah Rasulullah SAW. Hadits di bawah ini menjelaskan ciri-ciri shalat yang diterima oleh Allah, seperti diterangkan Rasulullah SAW:
إنما اتقبل الصلاة ممن تواضع بها لعظمتى ولم يستطل على خلقى ولم يبت مصرا على معصيتى وقطع النهار فى ذكرى ورحم المسكين وابن السبيل ولآرملة ورحم المصاب (رواه البزار).
“Sesungguhnya Aku menerima shalat dari orang yang merendahkan diri (tawadhu’) karena kebesaran-Ku dan tidak tidak berlaku sewenang-wenang terhadap makhluk-Ku dan tidak terus-menerus berbuat maksiat kepada-Ku. Dan ia menghabiskan hari siangnya dalam ingat kepada-Ku (dzikrullah), dan ia sayang kepada orang yang miskin, Ibnu Sabil (orang yang kehabisan belanja dalam perjalanan) dan janda (yang kematian suami) dan sayang kepada orang yang ditimpa mushibah” (Diriwayatkan oleh Al-Bazzar).
Berdasarkan hadits di atas dapat dipahami, ada delapan ciri sahalat yang diterima oleh Allah, sebagai berikut:
Orang yang merendahkan diri karena mengagumi kebesaran Allah
Tidak berlaku zalim terhadap makhluk Allah
Tidak berbuat maksiat terhadap Allah.
Senantiasa berzikir kepada Allah
Menyayangi orang miskin
Menolong Ibnu Sabil
Meringankan beban janda yang ditinggalkan suaminya
Menyayangi orang yang ditimpa musibah
2. Shalat yang Sia-sia dan Berguna
Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa ada orang yang rajin melakukan shalat dan ibadah-ibadah lainnya, tetapi akhirnya ia dimasukkan ke dalam neraka karena shalatnya tidak mampu mencegahnya dari berbuat kecurangan dan menyakiti orang lain. Berkenaan dengan ini, Rasulullah SAW bersabda:
أن رجلا قال له: يا رسول الله إن فلانة تذكر من كثرة صلاتها وصيامها وصدقتها غير أنها تؤذى جيرانها بلسانها فقال: هي فى النار. قال: يا رسول الله فإن فلانة تذكر من من قلة صلاتها وصيامها وأنها تتصدق بالأثوار من الأقط ولا تؤذى جيرانها قال: هي فى الجنة (رواه أحمد).
Seorang laki-laki menceritakan kepada Rasulullah, bahwa seorang wanita disebut-sebut karena banyak shalatnya, puasanya, dan sedekahnya; tetapi ia sering menyakiti tetangganya dengan lidahnya. Maka Rasul menegaskan: “Wanita itu di dalam neraka.” Kemudian laki-laki itu menceritakan lagi: “Wahai Rasulullah seorang wanita disebut-sebut sedikit shalatnya dan puasanya; dan sesungguhnya ia bersedekah dengan sepotong keju, tetapi ia tidak pernah menyakiti tetangganya. Rasul menegaskan : “Wanita itu di dalam surga”.
Hadits di atas secara tegas menyatakan bahwa shalat yang tidak merefleksikan kelembutan dan kasih sayang terhadap sesama manusia akan sia-sia. Orang yang melakukan shalat seharusnya memberikan pengaruh terhadap ucapan dan perbuatannya dalam kehidupan keseharian. Karena itu, orang yang melakukan shalat dilarang menyakiti, mengumpat, memfitnah, dan membenci orang lain. Maka, shalat yang tidak dibarengi perilaku terpuji akan menyeret pelakunya ke dalam neraka.
Sebaliknya, orang yang shalatnya mampu mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar serta dapat memperhalus budi pekertinya, maka akan memperoleh balasan pahala dan surga dari Allah. Kadangkala amalan yang sedikit tetapi berkualitas akan lebih bermakna daripada amal yang banyak tetapi kualitasnya rendah atau tidak berkualitas sama sekali. Sebab itulah Rasulullah SAW mengingatkan:
أخلص دينك يكفك العمل القليل (رواه الحاكم).
Ikhlaskanlah hatimu dalam menjalankan ajaran agama, maka cukuplah bagimu amal yang sedikit (Diriwayatkan oleh Al-Hakim).
Jelaslah bahwa setiap amal yang dikerjakan dengan hati yang ikhlas akan membuahkan hasil atau mendatangkan pahala kendatipun amal itu sedikit. Bersedekah segengggam beras kepada orang miskin dengan ikhlas jauh lebih baik daripada satu kwintal tetapi tidak ikhlas. Karena itulah Allah menyuruh hambanya agar mengamalkan ajaran agama secara ikhlas (murni karena Allah), seperti firman-Nya:
وَمَآ أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ وَيُقِيْمُوْا الصَّلَوةَ وَيُؤْتُوْا االزَّكَوةَ وَذَلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمةِ.
Mereka tidak diperintahkan kecuali beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan, menjalankan ajaran agama yang lurus, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; itulah agama yang benar (Al-Bayyinah: 5).
3. Orang yang Bangkrut
Istilah bangkrut biasanya digunakan dalam kegiatan perdagangan di mana seseorang yang memiliki banyak modal kemudian ia jatuh bangkrut karena dengan modal yang dimilikinya tidak mendatangkan keuntungan sama sekali. Bahkan, modal itu menjadi milik orang lain karena ia tidak mampu mendayagunakannya secara efisien dan efektif. Ia berlaku boros dengan modal yang dipunyainya sehingga yang menguntungkan adalah pihak lain. Kondisi ini digambarkan seumpama orang yang rajin melakukan shalat dan ibadah-ibadah lainnya tetapi perilakunya menyakiti atau menzalimi orang lain. Sebagai ilustrasi, Rasulullah SAW menandaskan dalam haditsnya:
أتدرون من المفلس؟ قالوا: المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع، فقال: المفلس من أمتى من يأتى يوم القيامة بصلاة وزكاة وصيام ويأتى وقد شتم هذا وقذف هذا واكل مال هذا وسفك دم ذاك وضرب هذا من حسناته، وهذا من حسناته، فإن فنيت حسناته قبل أن يقضى ما عليه اخذ من خطاياه فطرحت عليه ثم طرح فى النار (رواه مسلم).
Tahukah kamu siapakah orang yang bangkrut itu? Para sahabat menjawab : Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya uang dan tidak punya harta lagi. Maka Rasulullah mnegaskan: Orang yang bangkrut dari umatku ialah orang yang datang di hari Kiamat nanti dengan shalat, zakat dan puasanya, tetapi ia memaki ini, melempar ini, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang dan memukul orang. Maka (berarti) ia telah memberikan kebaikannya (pahalanya) kepada orang yang dirugikannya; maka setelah habis kebaikannya (pahalanya) sebelum diputuskan hukum di atasnya, diambillah dosa-dosa mereka yang pernah dicaci maki, dan ditumpahkan darah itu diberikan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka (Diriwayatkan oleh Muslim).
Hadits di atas menjelaskan tentang makna orang bangkrut (muflis) yang sebenarnya adalah orang yang memiliki karakteristik di bawah ini:
Orang yang gemar melakukan shalat tetapi gemar pula menghina atau mencaci orang lain.
Orang yang gemar melakukan shalat tetapi gemar pula memakan harta orang lain.
Orang yang gemar menegakkan shalat tetapi gemar pula membunuh orang lain, tanpa alasan yang benar.
Orang yang gemar menegakkan shalat tetapi gemar pula menyakiti orang lain.
Demikianlah sekelumit tentang hakikat shalat sebagai jalan menuju surga yang penuh kenikmatan. Bagaimana pun juga setiap muslim, yang kepadanya diwajibkan shalat, wajib berupaya agar ia dapat berlaku khusyu’ dalam shalatnya. Sikap khusyu’ dapat tercipta jika shalat yang dikerjakan itu memiliki ruh, tidak hanya sekadar ucapan dan gerakan badan. Dengan melibatkan ruh dalam shalat, maka shalat akan menjadi hidup dan dengan sendirinya “shalat merupakan power (kekuatan) yang dapat membentuk jiwa pelakunya (mushalli) menjadi manusia paripurna (insan kamil)”. Mengenai makna ruh shalat ini, menurut ulama tasawuf (ahlul ma’rifah) adalah:
روح الصلاة التوجه إلى الله بالقلب والخشوع بين يديه ولإخلاص له مع حضور القلب فى الذكر والدعاء والثناء.
Ruh shalat ialah menghadap Allah dengan sepenuh jiwa dan khusyu’ di depan-Nya serta ikhlas karena-Nya yang disertai kehadiran hati dalam berdzikir, berdo’a dan memuji-Nya.
Definisi ruh shalat seperti diungkapkan di atas mengandung empat komponen pokok yang sinergetik, sehingga menggambarkan struktur shalat secara utuh, tanpa keterpisahan antara satu komponen dengan yang lain. Keempat komponen tersebut adalah sebagai berikut:
Tawajjuh (melakukan komunikasi langsung dengan Allah).
Khusyu’ (patuh dan tunduk sepenuhnya kepada Allah).
Ikhlash (mensucikan niat ketika menghadap Allah).
Hudhurul Qalbi (memiliki kesadaran penuh dalam berzikir, berdo’a, dan memuji-Nya).
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa shalat yang khusyu’ ialah shalat yang hidup ruhnya di mana pikiran, perasaan, kemauan, dan kesadaran dipusatkan (dikonsentrasikan) menjadi satu dengan badan dan dihadapkan kepada Allah SWT. Berdzikir dan berdo’a, membaca Al-Fatihah, dan membaca surat dengan pemusatan pikiran dan pemahaman serta renungan akan isi, makna dan maksud yang terkandung di dalam rangkaian kalimat do’a, zikir, dan ayat-ayat yang dibaca di dalamnya. Sebagai manifestasi dalam tindakan, orang yang melakukan shalat dapat menjauhkan diri dari sifat-sifat kotor, tindakan tidak terpuji, dan perbuatan keji dan mungkar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa shalat yang dilakukan dengan khusyu’ dapat mengantarkan pelakunya ke pintu surga. Dan dengan melakukan shalat secara konsisten, disiplin, dan kontinyu berarti mempersiapkan “kunci pembuka surga”. Kalau begitu, marilah kita mempersiapkan kunci surga dengan membiasakan diri tetap khusyu’ dalam shalat. Insya Allah, pada saatnya nanti jalan ke surga akan terbentang luas dan kunci surga pun sudah ada di tangan. ▲
Tidak ada komentar:
Posting Komentar