Selasa, 23 November 2010

HIKMAH DI BALIK MUSIBAH

MEMETIK HIKMAH DI BALIK MUSIBAH
(Renungan Ta’ziyah)
Oleh: DR. H. Hasan Basri al-Mardawy, MA


Musibah artinya segala sesuatu yang menimpa manusia. Musibah merupakan ujian iman bagi setiap mukmin. Salah satu bentuk musibah adalah kematian. Kematian akan menimpa siapa saja. Apabila ajal telah tiba maka kematian pasti datang, tanpa mengenal usia. Karena itu, musibah kematian merupakan ketetapan Allah yang berlaku untuk semua makhluk-Nya, tanpa kecuali manusia. Sehubungan dengan ini, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ketika manusia berumur 120 hari dalam kandungan ibunya, Allah mengutus Malaikat-Nya untuk meniupkan ruh ke dalam jasad manusia, dan pada saat itu pula ditetapkan empat hal: rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia. Berdasarkan hadis ini, maka dapat dipahami bahwa ajal setiap manusia sudah ditetapkan sejak manusia masih berada dalam kandungan ibunya.
Selanjutnya, dalam surat Ali Imran ayat 180, Allah SWT menegaskan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

Artinya: Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati, sesungguhnya pada Hari Kiamat nanti akan disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka ia telah berhasil (sukses); kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu.

Manusia adalah makhkuk yang terdiri dari jiwa dan raga. Oleh sebab itu, manusia akan mengalami kematian begitu ajal yang telah ditetapkan itu tiba. Ketika ajal sudah tiba, tidak ada yang dapat mempercepat dan mengundurkannya sedetik pun jua, sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 61:

فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَئْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ

Pengertian ajal dalam ayat ini adalah batas akhir kehidupan. Sebab itu, ajal merupakan rahasia Allah yang tidak diberitahukan kepada manusia. Maka ketika seseorang meninggal dunia berarti janji Allah sudah tiba, dan kematian seseorang merupakan takdir atau ketentuan yang tak dapat dielakkan. Dalam kaitan dengan ajal, Allah menyatakan dalam surat al-Munafiqun ayat 11:

وَلَن يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: Allah tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila ajalnya sudah datang; dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Mungkin saja penyebab kematian itu banyak, namun mati itu satu, yaitu berpisahnya ruh dari jasad (tubuh). Perpisahan antara ruh dan jasad inilah yang disebut mati (al-mawt). Dalam al-Qur’an terdapat 145 kata al-mawt (kematian), dan 145 kata al-hayah (kehidupan). Ini menandakan bahwa ada keseimbangan antara kehidupan dan kematian. Allah menciptakan keseimbangan ini bukan tanpa tujuan. Mengenai tujuan utama diciptakan kematian dan kehidupan dijelaskan dalam surat Al-Mulk ayat 2:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Ayat ini menerangkan bahwa Allah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji manusia siapa di antara manusia itu yang paling bagus kualitas amalnya. Jadi, adanya kehidupan dan kematian itu merupakan ajang kompetisi amal di kalangan umat manusia. Manusia yang cerdas adalah manusia yang memiliki kulitas amal terbaik sebagai persiapan menuju negeri Akhirat. Maka, kehidupan dunia pada hakikatnya adalah persiapan amal salih dengan cara berlomba-lomba berbuat kebaikan menurut profesi dan keahlian masing-masing. Semakin bagus amal seseorang, maka semakin tinggi derajatnya di sisi Allah SWT. Berbahagialah orang-orang yang melakukan kebaikan dan amal salih dalam kehidupannya.
Kehidupan adalah ujian. Setiap orang beriman pasti akan menghadapi ujian dari Allah. Manusia yang paling hebat dan paling kuat menghadapi ujian dari Allah adalah para rasul. Setiap kali lulus dari ujian, mereka ditingkatkan derajat ke peringkat yang lebih tinggi. Karena itu, setiap orang beriman juga menghadapi ujian meskipun tidak seberat ujian yang pernah dihadapi para rasul. Setiap mukmin yang mendapat ujian dari Allah menjadi pertanda bahwa Allah mencintainya dan meningkatkan derajat imannya serta diberikan pahala di sisinya. Karena itulah, Rasulullah SAW sangat mengagumi orang mukmin, “Hebat sekali orang mukmin, ketika ia mendapat nikmat maka ia bersyukur kepada Allah; dan pada saat musibah menimpanya maka ia bersabar.” Atas dasar ini, terdapat korelasi positif antara rasa syukur dan sabar. Ketika kita bersyukur kepada Allah, maka Allah menambahkan nikmat-Nya kepada kita. Dan ktika musibah menimpa kita, maka kita meningkatkan kesabaran sehingga Allah menambahkan pahala untuk setiap orang yang sabar. Dengan demikian, orang beriman selalu berada dalam kondisi penuh ketenangan (sakinah) dan kasih sayang (rahmah) baik di saat suka maupun duka.
Lebih lanjut, Allah menjelaskan tentang bentuk-bentuk ujian yang diberikan kepada orang-orang beriman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَآ أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا للهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُوْلآئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتُُ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلآئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

Artinya: Dan sesungguhnya Kami menguji kamu dengan ketakutan, kelaparan, kekurangan harta benda, kehilangan jiwa-raga, dan kekurangan hasil panen; maka sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali. Mereka itulah yang mendapat keselamatan dan rahmat dari Allah; dan mereka akan mendapat hidayah (al-Baqarah: 155-157).

Ayat tersebut mengandung pesan untuk setiap mukmin dalam menghadapi ujian atau cobaan dari Allah. Ada lima sikap positif bagi seorang mukmin ketika mendapat musibah: pertama, meyakini bahwa musibah itu merupakan takdir dan ujian dari Allah; kedua, rela menerima takdir dan musibah dengan mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un; ketiga, meningkatkan kesabaran setiap kali mendapat musibah; keempat, orang yang sabar dicintai Allah; dan kelima, meyakini bahwa Allah akan memberikan keselamatan, kebahagiaan, pahala, rahmat, dan hidayah kepada orang-orang yang sanggup bersabar dalam menghadapi musibah. Karena itu, Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk berdo’a ketika mengalami ujian atau musibah dari Allah: Allahumma ajirni fi musibati wakhlufli khairan minha (ya Allah, berilah pahala kepadaku dalam musibahku ini; dan gantikan musibah ini dengan ganjaran yang lebih baik). Kemudian, Rasulullah SAW mengatakan, siapa saja yang membaca do’a ini ketika ditimpa musibah, maka Allah akan menggantikan musibah itu dengan kebaikan, rahmat, dan hidayah. Dan Allah akan menganti apa yang telah diambil-Nya dengan yang lebih baik. Jadi, orang yang mampu bersabar dan meningkatkan amal ibadah dalam kondisi musibah, maka Allah akan memberikan kejayaan dan kesuksesan dalam hidupnya.
Membangun sikap positif itu sangat penting untuk meraih kesuksesan di dunia dan di Akhirat. Islam mengajarkan kita untuk selalu berpikir positif baik kepada Allah maupn kepada sesama manusia. Sebab itulah Islam melarang manusia bersikap negatif kepada Allah dan manusia. Bahkan, menurut al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 12, sebagian sikap negatif (su’uzh zhan) itu merupakan dosa.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمُُ

Artinya: Hai orang-orang beriman, jauhilah prasangka negatif, karena sebagian prasangka negatif itu adalah dosa …

Orang yang memiliki sikap positif dalam menjalani kehidupannya akan mendapat pencerahan hati dan kelembutan jiwa serta dicintai oleh Allah dan manusia. Maka, sikap positif atau positive thinking merupakan tipikal orang beriman; dan dengan itu ia akan mencapai kemajuan dan meraih kesuksesan. Ada lima sikap positif yang paling penting untuk ditumbuhkembangkan dalam menghadapi ujian hidup atau musibah adalah:

• Ikhlas
• Sabar
• Tawakkal
• Ridha
• Istiqamah

Ikhlas merupakan kunci segala amal. Setiap amal yang dilandasi keikhlasan akan mendapat pahala dari Allah. Begitu pula ikhlas dalam menghadapi musibah, menerima musibah dengan tulus dan lapang dada, tanpa menimbulkan penyesalan dan ratapan; menerima kehendak Allah dengan sepenuh hati. Maka, Allah akan memberikan balasan terbaik kepada orang yang menerima musibah secara ikhlas. Dalam keikhlasan itu ada kesabaran; Allah selalu bersama orang-orang yang sabar. Sabar dalam ketaatan, sabar dalam amar makruf nahi munkar, sabar dalam menjauhi perbuatan dosa, dan sabar dalam menghadapi musibah. Selain sabar, tawakkal adalah satu sikap yang paling utama, yaitu menggantungkan harapan pada Allah semata karena Dia lah yang maha kuasa untuk melakukan segalanya; dan Dia juga yang akan memberikan kekuatan dan keselamatan kepada hamba-Nya. Hakikat tawakkal adalah menyerahkan segala persoalan yang tidak sanggup kita hadapi dan selesaikan kepada Allah setelah berupaya secara maksimal. Setelah kita bertawakkal, maka kita tanamkan sikap ridha atau perasaan puas karena kita telah menerima sepenuhnya takdir Allah, tanpa menyalahkan siapa pun atau kondisi apa pun. Karena pada prinsipnya, setiap musibah sudah dtetapkan oleh Allah sejak zaman azali, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hadid ayat 22-23:

مَآأَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَفِي أَنفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ لِكَيْلاَ تَأْسَوْا عَلَى مَافَاتَكُمْ وَلاَتَفْرَحُوا بِمَآ ءَاتَاكُمْ وَاللهُ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Artinya: Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam Kitab (di Lauh Mahfuz) sebelum Kami menciptakan bumi; sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah. Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan kepadamu; dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri.
Sikap yang kelima adalah istiqamah. Istiqamah artinya kokoh atau teguh prinsip. Orang yang memiliki sikap istiqamah tidak akan goyah imannya dan tidak akan lemah jiwanya dalam menghadapi musibah atau bencana. Orang yang istiqamah tidak akan mengalami stress dan tidak frustrasi dalam hidupnya karena ia senantiasa dibimbing oleh Allah. Karena itulah, Allah berjanji akan memberikan kekuatan kepada orang yang bersikap istiqamah. Bagi orang yang bersikap istiqamah diberikan sikap keberanian, pengampunan, dan surga.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka bersikap istiqamah, maka malikat akan turun kepada mereka sambil mengatakan: “Janganlah kamu merasa takut dan jangan bersedih; dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu (Fushshilat: 30).
Demikianlah renungan kita pada hari ini, atas berpulangnya ke rahmatullah, saudara kita, semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan kesabaran kepada keluarganya atau ahli musibah. Kita do’akan semoga Allah SWT mengampuni dan mencurahkan rahmat-Nya kepada hamba yang telah dipanggil ke hadirat-Nya dan kepadanya diberikan tempat terhormat dan terindah, yaitu surga yang penuh kenikmatan. Semoga kepulangannya kepada Allah mendapat sambutan hangat dari Allah yang Maha Kuasa, seperti diungkapkan dalam firman-Nya, surat Al-Fajr ayat 27-30:

يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلىَ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَةً فَادْخُلِي فيِ عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي

Artinya: Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan penuh kepuasan dan ridha-Nya, bergabunglah ke dalam kelompok hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.


Wabillahit Taufiq Walhidayah,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.








N.B.: DR. H. Hasan Basri al-Mardawy, MA adalah dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan alumnus Leiden University, Nederland.

1 komentar:

  1. Naskah ini dapat disampaikan kepada setiap yang sedang mengalami musibah sebagai bahan introspeksi; dan kepada yang belum tertimpa musibah sebagai bahan edukasi. Setiap kita sedang menanti giliran menuju Ilahi....

    BalasHapus