KAJIAN SURAH AL-FURQAN AYAT 40 – 52
Oleh: DR. H. Hasan Basri, MA
Kajian yang lalu antara lain mengungkapkan seputar kisah-kisah umat masa lalu yang ingkar kepada Allah dan rasul-Nya. Kemudian, akibat keingkaran itu, mereka dihancurkan oleh Allah yaitu diturunkan azab dan malapetaka secara spontan dan mereka pun mati mengenaskan. Hal ini tentu berbeda dengan umat Nabi Muhammad SAW, yang mana azab untuk mereka ditunda sampai hari Kiamat kecuali sebagian kecil saja yang langsung mendapat pembalasan di dunia. Misalnya, dosa kepada kedua orang tua, dosa karena bermain judi, minuman keras, mencuri, membunuh manusia tanpa alasan yang benar, dan berbuat zina. Akibat perbuatan dosa ini langsung mendapat hukuman di dunia meskipun tidak maksimal. Namun, di Akhirat nanti akan mendapat hukuman lagi yaitu azab neraka yang sangat dahsyat.
Sebagai kelanjutan pembahasan yang lalu, maka kajian ini dirangkum dalam empat topik utama, yaitu kehancuran negeri Sodom, tantangan dakwah Nabi Muhammad SAW, menuhankan hawa nafsu dan akibatnya, dan fenomena alam sebagai tanda kekuasaan Allah. Keempat topik ini akan dicoba uraikan dalam bentuk narasi dengan sistematika sebagai berikut:
Kehancuran Negeri Sodom [Ayat 40]
Ayat 40 menjelaskan secara ringkas tentang hukuman yang dijatuhkan kepada penduduk negeri Sodom yang kepadanya diutus Nabi Luth AS. Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa negeri Sodom itu pernah dihancurkan oleh Allah dengan menurunkan hujan batu. Sebab dihancurkannya adalah karena mereka tidak mau beriman kepada Allah, rasul-Nya, dan hari Kiamat. Ayat ini diturunkan untuk menyadarkan kaum musyrikin Mekah agar mereka mengambil pelajaran dari sejarah kehancuran penduduk negeri Sodom tersebut sehingga mereka berubah sikap dari kemusyrikan kepada keimanan dan hidayah. Namun, sebagian mereka tetap saja berada dalam kemusyrikan dan kesesatan.
Mengenai kisah umat Nabi Luth ini diceritakan secara lebih detail dalam surah al-A’raf 80-84. Di sini dikisahkan bahwa Nabi Luth mengajak kaumnya agar meninggalkan perbuatah fahisyah (perbuatan keji) atau lazim disebut perbuatan homoseksual yakni melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis: laki-laki dengan laki-laki (homoseks; liwath) dan perempuan dengan perempuan (lesbian). Tindakan ini sudah menjadi tradisi di kalangan mereka secara turun temurun. Ajakan Nabi Luth ini disambut dengan sikap apatis dan antipati sehingga Luth diejek, dihina dan bahkan diusir oleh umatnya dari kota itu. Kemudian Allah menyelamatkan Nabi Luth beserta pengikutnya kecuali isterinya. Isteri Nabi Luth termasuk ke dalam kelompok orang-orang durhaka dan berbuat fahisyah. Akhirnya, orang-orang yang tidak mengikuti ajakan Nabi Luth, termasuk isterinya sendiri, dimusnahkan oleh Allah yaitu diturunkan azab berupa hujan batu yang mengerikan. Penyimpangan prilaku seksual yang dilakukan penduduk Sodom ini, sekarang diistilahkan dengan “sodomi”, seperti yang pernah dituduh Mahathir Muhammad, Perdana Menteri Malaysia, kepada Anwar Ibrahim sehingga dia dimasukkan ke dalam penjara. Untunglah, pada masa pemerintahan sekarang, dia sudah dibebaskan.
Tantangan Dakwah Nabi Muhammad SAW [Ayat 41-42]
Ayat 41 dan 42 menceritakan tentang tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah. Sebagai juru dakwah, Nabi Muhammad SAW kerapkali mendapat cemoohan dan ejekan dari orang-orang kafir Quraisy. Sikap orang-orang kafir yang selalu menantangnya tidak membuat Nabi Muhammad SAW menyerah atau meninggalkan tugas dahwahnya. Bahkan, beliau dengan penuh kesabaran dan tawakal kepada Allah terus melancarkan dakwahnya di tengah-tengah masyarakat jahiliyah dan biadab itu. Dakwah Nabi Muhammad SAW pada masa-masa berikutnya tidak hanya untuk kalangan masyarakat awam saja tetapi juga meliputi tokoh-tokoh masyarakat, para pemimpin, dan raja-raja. Berkat kesabarannya, akhirnya Nabi Muhammad SAW berhasil membawa umatnya kepada hidayah, cahaya Ilahi, alam iman, ilmu pengetahuan dan amal serta peradaban.
Menuhankan Hawa Nafsu dan Akibatnya [Ayat 43-44]
Dalam ayat 43 dan 44, Allah merangsang daya nalar manusia untuk memperhatikan secara cermat tentang prilaku orang-orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai sembahan mereka. Mungkinkan hawa nafsu dapat dijadikan sembahan atau sandaran hidup? Betapa sesatnya mereka bahkan lebih sesat daripada binatang. Ayat ini mendorong manusia agar tidak menjadikan hawa nafsu di atas segalanya. Adalah terlalu rendah derajat manusia yang dikalahkan oleh hawa nafsunya. Oleh sebab itu, orang-orang beriman dianjurkan agar mengendalikan hawa nafsu dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah. Orang beriman yang sukses adalah yang mampu menguasai hawa nafsunya; bukan dikuasai oleh hawa nafsu, apalagi menjadikan hawa nafsu itu sebagai tuhan.
Menjadikan hawa nafsu sebagai tuhan artinya menempatkan keinginan-keinginan duniawi sebagai prioritas kehidupan. Sementara kepentingan Akhirat terabaikan. Fenomena ini dapat dilihat dalam kehidupan modern ini di mana kebanyakan manusia disibukkan oleh aktivitas duniawi, siang malam bekerja untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, tetapi lupa kepada Allah. Orang-orang seperti ini, secara lahiriah, terlihat bahagia di dunia; namun secara hakikat mereka menderita, jiwa mereka hampa, pikiran mereka kalut atau kacau, dan di Akhirat mereka sengsara. Ini semua disebabkan diri mereka telah dikuasai hawa nafsu; dan nafsu menguasai segalanya. Dalam konteks ini, mereka telah menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya.
Fenomena Alam: Bukti Kekuasaan Allah [Ayat 45-52]
Rangkaian ayat-ayat 45 sampai 52 menguraikan tentang aspek kemahakuasaan Allah yang dapat dilihat pada fenomena alam. Fenomena alam dalam istilah al-Qur’an disebut “ayat” (tanda atau fenomena). Dilihat dari segi betuknya, ayat ada dua: ayat Qur’aniyyah dan ayat Kauniyyah. Ayat Qur’aniyyah adalah ayat-ayat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, yang kemudian dicantumkan dalam mushaf al-Qur’an. Ayat Qu’aniyyah ini jumlahnya terbatas, yaitu 6236 ayat saja. Sedangkan ayat Kauniyah adalah tanda-tanda atau fenomena yang terdapat di alam atau jagat raya: langit, bumi, angkasa, matahari, bulan, bintang, gerhana bulan dan matahari, awan, angin, laut, gunung, sungai, flora, fauna, gempa, kemarau, hujan, banjir, dan sebagainya. Ayat-ayat ini berjumlah sangat banyak. Orang beriman, selain disuruh agar membaca ayat-ayat Qur’aniyyah juga diperintahkan membaca ayat-ayat Kauniyyah. Mengenai perintah membaca ayat-ayat Kauniyyah antara lain disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 190-194. Perintah membaca ayat-ayat Kauniyyah ini dikhususkan kepada kaum intelektual, yang berpikiran jenius, atau dalam istilah al-Qur’an disebut Ulul Albab.
· Membaca Bayang-Bayang [Ayat 45-46]
Ayat 45 dan 46 menyatakan bahwa bayang-bayang matahari dapat menjadi pelajaran bagi manusia. Dengan ada bayang-bayang itu, manusia dapat mengetahui saat masuk waktu shalat. Ketika bayang-bayang lebih pendek daripada benda, menandakan waktu zuhur; jika bayang-bayang sama panjangnya dengan benda berarti sudah masuk waktu ashar. Demikian juga warna merah di sebelah barat, setelah terbenam matahari, menandakan waktu maghrib. Setelah cahaya merah (syafak) menghilang menandakan waktu ‘isya’. Adapun waktu subuh ditandai dengan terbitnya fajar, yaitu warna putih di sebelah timur. Dengan terbitnya fajar berarti awal waktu siang. Demikianlah seterusnya fenomena alam dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui waktu-waktu beribadah kepada Allah. Pada zaman lampau, bayang-bayang ini memainkan peranan penting dalam menentukan waktu-waktu shalat. Tetapi, setelah manusia menemukan alat pengukur atau penentu waktu (jam), maka pedoman waktu shalat tidak lagi menggunakan bayang-bayang; tetapi kepada alat penentu waktu (jam). Ini bukan berarti bayang-bayang tersebut tidak berfungsi lagi; bahkan di desa-desa sampai sekarang sebagian masyarakat masih menggunakan bayang-bayang itu sebagai pedoman dalam menentukan masuk waktu shalat lima waktu. Lebih lanjut mengenai waktu shalat dapat dibaca dalam surah Hud ayat 114 dan al-Isra’ ayat 78-79.
· Membaca Malam dan Siang [Ayat 47]
Bagi orang yang rajin membaca, malam dan siang pun menjadi objek bacaannya. Ayat 47 ini menegaskan bahwa Allah menjadikan malam sebagai waktu istirahat. Al-Qur’an menggambarkan malam dengan pakaian (libasa). Maksudnya, kegelapan malam itu dapat menutupi aurat atau tubuh manusia. Karena itu, manusia dapat menikmati kegelapan malam tanpa harus berpakaian, karena kegelapan itulah pakaiannya. Dalam kondisi seperti itu, manusia benar-benar rileks; tanpa melakukan tugas atau pekerjaan untuk mencari nafkah atau penghidupan. Sedangkan waktu siang adalah untuk berusaha atau bekerja. Maka, secara naluriah, manusia dapat menggunakan waktu secara efektif dan efisien. Dan waktu itu digunakan sesuai dengan sunnatullah yang telah ditetapkan. Jika manusia menyalahinya, maka akan terjadi kelainan-kelainan yang mengarah kepada efek negatif terhadap daya tahan tubuh manusia itu sendiri. Ayat senada dengan ini dapat dilihat dalam surah an-Naba’ ayat 9-11.
· Membaca Angin dan Hujan [Ayat 48-50]
Ayat 48 menerangkan bahwa angin merupakan pembawa berita gembira kepada manusia. Bagi manusia yang menanti kedatangan hujan, maka begitu angin berhembus secara spontan merasa gembira karena pertanda akan turunnya hujan. Angin berfungsi menghalau awan yang di dalamnya terkandung air. Kemudian, awan itu digerakkan oleh angin sehingga dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam surah al-Hijr ayat 22 dijelaskan bahwa “Allah mengirim angin untuk mengawinkan pepohonan dan menurunkan hujan dari langit”. Jadi, angin juga berfungsi mengwinkan tumbuh-tumbuhan, dengan proses penyerbukan silang yaitu mempertemukan serbuk sari (jenis kelamin jantan) dengan kepala putik (jenis kelamin betina). Kemudian, adanya awan positif dan negatif yang digabungkan oleh angin dapat menimbulkan hujan. Apabila saatnya tiba, hujan pun turun membasahi bumi dan pepohonan. Kemudian dalam ayat 49, dijelaskan bahwa dengan air hujan itu Allah menghidupkan tanah yang mati dan menyuburkan tanah yang gersang. Di samping itu, air hujan juga dapat dijadikan sebagai air minum bagi manusia dan hewan; untuk mandi dan mencuci pakaian. Selanjutnya, ayat 50 menerangkan bahwa air hujan itu digilirkan di antara manusia secara merata dan seimbang. Proses terjadinya hujan dan pendistibusiannya dapat menjadi pelajaran bagi manusia. Banyak hal dapat dipelajari dari hujan ini, antara lain manusia dapat mengetahui proses terjadinya hujuan, siklus perputaran air, hubungan laut, angin, dan awan, manfaat air hujan bagi kehidupan makhluk di bumi, dan kualitas air hujan bagi tumbuh-tumbuhan. Pada gilirannya, manusia juga mencoba membuat hujan sendiri, seperti yang pernah dilakukan di negeri kita setiap musim kemarau panjang meskipun sering mengalami kegagalan. Namun, kualitas hujan buatan manusia tidak sama dengan buatan Allah. Karena pentingnya hujan ini, maka Allah bersumpah dengan langit yang mengandung hujan dan bumi yang menampung tumbuh-tumbuhan (surah ath-Tahriq ayat 11-12).
Demikianlah sebagian bukti kekuasaan Allah di alam. Semua ini diungkapkan dalam al-Qur’an agar manusia dapat mengambil pelajaran dan hikmah. Dalam kaitan ini, Allah menegaskan jika Dia menghendaki maka akan diutus rasul kepada setiap negeri untuk menyampaikan pesan-pesan wahyu agar manusia dapat mengenal Penciptanya (ayat 51). Sudah banyak rasul yang diutus oleh Allah, tetapi sedikit manusia yang sadar dan mentaatinya. Maka, orang-orang beriman diperintahkan untuk meningkatkan kualitas ilmu, iman dan amal yang dapat mengungguli orang-orang kafir. Dalam hal ini, kita perlu mengkaji kandungan al-Qur’an secara lebih serius agar tidak termasuk ke dalam kelompok kafir. Kesungguhan kita dalam mengkaji al-Qur’an termasuk jihad yang amat penting (ayat 52). Dan dengan demikian, kita sudah menempuh jalan menuju pelaksanaan perintah Allah dan rasul-Nya. Dengan mengkaji al-Qur’an kita akan memperoleh pengetahuan yang luas, mendalam, dan komprehensif. Lebih-lebih lagi kita mampu memadukan ayat-ayat Quraniyyah dan ayat-ayat Kauniyyah. Wallahu a’lam! ■
Tidak ada komentar:
Posting Komentar