KAJIAN SURAH AL-FURQAN AYAT 53 – 62
Oleh: Dr. H. Hasan Basri, MA
Kajian yang lalu, seperti telah kita bahas, adalah tentang anjuran agar kita membaca ayat-ayat quraniyyah dab kauniyyah. Hasil dari bacaan itu melahirkan berbagai disiplin ilmu yang mengantarkan manusia kepada kemajuan dan peradaban. Dalam hal ini, al-Qur’an memainkan peranan penting dalam mendorong manusia untuk berpikir dan mengadakan berbagai investigasi atau penelitian. Karena itu, para sarjana Muslim masa lalu, terutama abad-abad ke-8 sampai 15, memiliki semangat yang tinggi dalam mengembangkan ilmu dan peradaban dalam berbagai bidang. Mereka tidak saja ahli al-Qur’an tetapi juga menguasai ilmu dan teknologi modern. Semangat mereka benar-benar diilhami oleh al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Supremasi ilmu pengetahuan selama abad-abad itu dikuasai oleh umat Islam. Namun, kemudian, umat Islam menjadi mundur begitu mereka mulai mengabaikan al-Qur’an dan pesan Rasulullah SAW.
Maka, jika umat Islam ingin bangkit kembali untuk meraih kejayaan masa silam, salah satu jalan yang harus ditempuh adalah mencinta al-Qur’an dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi dan motivasi. Tapi amat disayangkan, pengetahuan kita, dan umat Islam pada umumnya, tentang al-Qur’an masih sangat terbatas. Konsekuensinya, pesan-pesan al-Qur’an belum “membumi” seperti yang diharapkan; bahkan, ada sebagian yang masih ragu tentang ajarannya. Dalam konteks kehidupan sosial, misalnya, pesan-pesan al-Qur’an masih berada pada tataran wacana, belum menyentuh aspek-aspek praktis kehidupan. Ini merupakan tantangan berat yang dihadapi umat Islam saat ini. Kita masih mempunyai waktu untuk memperbaiki kondisi ini menuju ke arah yang lebih baik dan pasti di mana pesan-pesan al-Qur’an dapat diaplikasikan dalam kehidupan sebagai way of life.
Selanjutnya, kajian ini meliputi lima topik utama yaitu rahasia dua lautan, asal usul manusia, orang kafir penolong syaitan, tugas rasul: tabsyir dan tanzir, dan proses penciptaan alam. Kelima topik ini akan dicoba bahas secara interpretatif sehingga dapat ditangkap makna dan maksud yang terkandung di dalamnya.
Rahasia Dua Lautan [Ayat 53]
Ayat 53 ini menjelaskan tentang kekuasaan Allah tentang penciptaan dua lautan yang memiliki dua jenis air yang berbeda rasanya. Di balik fenomena ini terdapat rahasia Allah yang Agung. Ada air tawar lagi segar (‘adzbun furat) dan ada air yang asin lagi pahit (milhun ujaj). Kedua jenis air ini berada pada satu lokasi yang memisahkan antara laut dan sungai. Apabila mendekat ke laut maka kadar garamnya bertambah; dan apabila mendekat ke sungai kadar garamnya berkurang sehingga ia menjadi tawar dan segar. Tingkat kadar garam tertentu memungkinkan hewan-hewan seperti ikan dapat hidup di dalamnya; sementara makhluk lain semisal manusia pun dapat menikmati air tersebut yang tidak mengandung garam. Ini menandakan keadilan Allah terhadap makhluk-Nya.
Kemudian, dalam ayat tersebut digunakan istilah barzakh yang berarti pemisah atau pembatas; atau dalam istilah populernya disebut mixed water area. Area ini berfungsi untuk mencegah terjadinya percampuran kedua jenis air itu, tawar dan asin. Meski kedua jenis air itu bersatu, pada hakikatnya keduanya tidak bercampur. Masing-masing mengalir pada alirannya seakan-akan ada garis pemisah yang jelas (barzakh). Maka, tidak heran jika kadangkala air di permukaan laut terasa asin sedangkan di dasarnya terasa tawar; atau sebaliknya. Inilah menyebabkan masuk islamnya seorang penyelam dari Australia ketika ia merasa kagum terhadap fenomena ini. Setelah dikaji ulang apa yang dialaminya, ternyata Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya seperti yang tersurat dalam ayat ini.
Asal Usul Manusia [Ayat 54]
Ayat 54 menegaskan bahwa salah satu unsur penciptaan manusia adalah air. Manusia pertama diciptakan dari tanah. Mengenai proses penciptaan manusia, al-Qur’an berbicara panjang lebar; dan salah satu yang diuraikannya adalah persoalan reproduksi manusia serta tahap-tahap yang dilaluinya hingga tercipta manusia yang sempurna. Di sini akan dikemukakan sekilas tentang proses penciptaan manusia setelah Adam dan Hawa.
Seperti dimaklumi, Adam dan Hawa diciptakan dari unsur tanah. Sedangkan generasi berikutnya diciptakan dari air, yaitu pertemuan sperma dan ovum. Seperma dalam bahasa al-Qur’an disebut nuthfah (tetesan yang membasahi) atau mani yang berarti “air yang memancar”. Nuthfah merupakan bagian kecil dari mani yang dituangkan ke dalam rahim. Informasi al-Qur’an sejalan dengan penemuan ilmiah pada abad modern yang mengatakan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin laki-laki mengandung sekitar 200 juta benih manusia; sedangkan yang berhasil menerobos sampai ke ovum hanya satu saja. Yang satu inilah kemudian tumbuh dan berkembang menjadi anak manusia.
Selanjutnya, dari nuthfah itu Allah menjadikan dua jenis kelamin manusia yaitu laki-laki dan perempuan. Penelitian ilmiah membuktikan adanya dua macam kandungan sperma, yaitu kromosom laki-laki yang dilambangkan dengan huruf Y, dan kromosom perempuan yang disimbolkan dengan X. Jadi, laki-laki mempunyai dua jenis kromosom yaitu X dan Y. Sedangkan ovum, milik wanita, hanya satu macam saja, yaitu X. Apabila yang membuahi ovum adalah sperma yang memiliki kromosom Y, maka anak yang dikandungnya adalah laki-laki; dan apabila X bertemu dengan X, maka anak yang dikandungnya adalah perempuan. Dengan demikian, yang menentukan jenis kelamin anak adalah nuthfah yang berasal dari laki-laki. Sebab itulah garis keturunan anak dihubungkan kepada laki-laki atau ayah; bukan kepada perempuan atau ibu.
Dalam surat al-Mukminun ayat 12-16 secara lebih rinci Allah menggambarkan tentang proses penciptaan manusia. Manusia diciptakan melalui fase-fase sebagai berikut:
- Sulalah atau saripati tanah (spermatozoa)
- Nuthfah (sperma dan ovum) dalam rahim
- ‘Alaqah (embrio yang menempel pada placenta)
- Mudhghah (daging lunak)
- ‘Izham (tulang belulang)
- Lahma (daging berupa otot)
- Insan (manusia)
- Maut (mati)
- Bi’tsah (dibangkitkan kembali)
Al-Qur’an (surah al-Sajdah: 8 dan al-Thariq: 6)) juga menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari “air yang hina” (ma’ mahin); dan dari “air yang memancar” (ma’ dafiq). Ayat-ayat lain mengenai penciptaan manusia dapat dibaca dalam surah al-Qiyamah: 36-39, al-Najm: 45-46, al-Waqi’ah: 58-59, dan al-Insan: 2.
Orang Kafir Penolong Syaitan [Ayat 55]
Ayat 55 menerangkan tentang kecendrungan orang-orang kafir menyembah makhluk. Mereka tidak dapat membedakan antara pencipta dan ciptaan. Apa yang mereka sembah sesungguhnya adalah ciptaan atau makhluk. Padahal makhluk itu tidak berdaya untuk mendatangkan manfaat dan mudarat apa pun kepada mereka. Di sini Allah menggambarkan orang-orang kafir itu telah menempuh jalan kesesatan; dan mereka secara nyata telah mengingkari Allah. Karena pengingkaran kepada Allah merupakan prilaku syaitan, maka orang-orang kafir itu telah ikut serta dalam membantu syaitan, sehingga mereka menjadi penolong syaitan.
Tugas Rasul: Tabsyir dan Tanzir [Ayat 56-58]
Tabsyir artinya menggembirakan atau menghibur. Dalam berdakwah, rasul menyampaikan khabar gembira kepada orang-orang beriman, seperti informasi tentang kenikmatan surga, pahala, dan pengampunan. Sedangkan tanzir adalah memperingatkan atau menyampaikan berita yang menyedihkan seperti berita tentang azab neraka, siksaan kubur, dan akibat perbuatan dosa. Dalam menuntun umatnya ke jalan Allah, rasul menggunakan kedua metode ini untuk menyadarkan mereka agar melaksanakan apa yang diperintah Allah dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.
Ayat 56 menyatakan bahwa tugas rasul adalah menggembirakan manusia dengan janji baik Allah; dan memperingatkannya akan ancaman Allah di Akhirat. Kemudian, ayat 57, rasul menegaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya, beliau tidak meminta upah atau honorarium dari mereka tetapi apa yang beliau lakukan adalah sebagai pelaksanaan perintah Allah kepadanya. Maka, berbahagialah orang-orang yang mau menurutinya dan mau menempuh jalan menuju Allah, yakni jalan iman dan Islam. Dalam menempuh jalan ini, seperti yang dijelaskan dalam ayat 58, rasul menyuruh mereka agar menyerahkan diri kepada Allah yang hidup dan tidak pernah mati serta bertasbih dengan memuji-Nya. Dan Allah mengetahui kesalahan atau perbuatan dosa yang mereka lakukan. Oleh sebab itu, hanya Allahlah yang mampu menghapus segala kesalahan dan dosa itu. Ayat ini menyadarkan manusia agar tidak lagi menyembah benda-benda atau makhluk yang bersifat fana.
Proses Penciptaan Alam [Ayat 59-62]
Ayat 59 menerangkan bahwa langit dan bumi serta isi keduanya diciptakan oleh Allah dalam enam tahap. Ayat ini menegaskan bahwa alam ini tidak diciptakan sekaligus, tetapi secara berangsur-angsur. Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa langit dan bumi pada awalnya merupakan satu gumpalan (al-Anbiya’: 30), dan berbentuk kabut atau asap (al-Dukhan: 10). Alam ini mengalami proses ekspansi atau mengembang sehingga melahirkan sekitar 100 miliar galaksi yang masing-masing memiliki 100 miliar bintang. Padahal sebelumnya hanyalah merupakan gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itu kemudian meledak. Ledakan ini disebut Big Bang yang kemudian dikenal dengan teori Big Bang. Demikian keterangan fisikawan Rusia, George Gamow (1904-1968).
Memang, sampai saat ini proses terjadinya alam semesta ini masih merupakan misteri. Enam fase yang disebutkan dalam ayat di atas masih memerlukan penjelasan lebih lanjut. Dalam memahami kata “sittah ayyam” (enam hari) di kalangan para pakar tafsir masih terdapat perbedaan pandangan. Tidak ada kesimpulan yang jelas mengenai hal ini, kebanyakan mereka menyerahkannya kepada Allah karena Dialah yang Maha Mengetahuinya; apalagi tentang ‘Arasy, tidak ada seorang manusia pun yang mengetahuinya. Barangkali ini termasuk rahasia Allah; dan mungkin saja pada suatu saat nanti ketika ilmu dan teknologi sudah semakin canggih, manusia akan dapat menyingkap rahasia alam ini.
Kemudian, dalam ayat 60-62 disebutkan bahwa ketika orang-orang kafir disuruh sujud kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi, mereka enggan bersujud; bahkan mempertanyakan wujud Allah itu. Padahal telah tampak kepada mereka bukti-bukti kemakuasaan Allah di jagad raya ini, di langit dan di bumi. Bukti kekuasaan Allah di langit berupa gugusan bintang, bulan dan matahari; dan bukti kekuasaan-Nya di alam berupa pergantian waktu siang dan malam. Semua fenomena ini menunjukkan bahwa hanya Allah lah yang mengatur semua itu. Al-Qur’an telah mengungkapkan berbagai bukti otentik tentang keberadaan Allah kepada orang-orang kafir. Disebutkan alam semesta sebagai bukti keberadaan Allah agar mereka mudah memahaminya. Pada alam, mereka dapat menyaksikan secara visual benda-benda langit dan bumi. Namun, karena hati mereka sudah tertutupi kabut kekufuran, tetap saja mereka ingkar kepada Allah; dan tidak pernah mau beriman. Hanya orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat Allahlah yang dapat mengambil pelajaran. Wallahu a’lam. ■
Subhanallah, artikel yang menarik dan bermanfaat.
BalasHapustahniah..boleh saya dapatkan rujukannya?untuk tesis MA saya..
BalasHapus