Jumat, 17 Desember 2010

DAKWAH, PERAN STRATEGIS

PERAN STRATEGIS DAKWAH DALAM MENEKAN
AKSI KRISTENISASI TERHADAP UMAT ISLAM
Oleh: DR. H. Hasan Basri, MA


اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Serulah manusia ke jalan Allah dengan hikmah, mau’izhah hasanah, dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang diberi hidayah
[An-Nahl/16: 125]


A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang dinamis, konstruktif, responsif, dan universal. Agama yang berisikan ajaran mengenai pola kehidupan manusia baik dalam tataran fungsi duniawi maupun ukhrawi. Dalam perspektif Islam, tidak ada dikhotomi antara fungsi kehidupan dunia dan akhirat. Keduanya memiliki dimensi ‘ubudiyah yang sama. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, agama Islam diletakkan secara parsial yang terbagi menjadi kegiatan ritual dan non ritual. Ibadah yang memiliki hubungan ukhrawi dimaksud sebagai kegiatan ritual dan memilki dimensi transandental. Bahkan biasanya keshalehan diukur dari banyaknya ritual yang dilakukan.

Pergeseran pemahaman ini akan berdampak buruk pada masyarakat. Jika masyarakat adalah kumpulan orang banyak yang berbudaya, maka pergeseran pemahaman ini akan memarjinalkan budaya dalam tubuh masyarakat dari dimensi Islam. Islam hanya akan ada di masjid-masjid, majelis-majelis keilmuan atau hanya ada dalam forum-forum resmi saja. Padahal secara normatif, Islam adalah aturan kehidupan yang menyeluruh. Islam bisa ada di pasar, terminal atau di tempat lainnya. Seolah-olah masyarakat merasa tabu jika kegiatan sosial dikaitkan dengan dimensi keislaman.

Di Indonesia pun kecenderungan ini tampak bahwa hal tersebut telah menjadi satu masalah yang kompleks dan akut. Sadar atau tidak sadar, budaya ketimuran Indonesia sedikit demi sedikit luntur. Sedangkan budaya timur Indonesia adalah cerminan budaya Islam yang telah ditanam sejak lama oleh para muballigh Islam terdahulu. Namun, tidak dinamakan masalah jika tidak ada solusinya. Jika dahulu para muballigh Islam telah sukses menanamkan Islam, padahal kondisi masyarakat Indonesia saat itu lebih jahiliyah dan lebih jauh dari Islam, maka sejatinya kita pun akan mampu mengembalikannya kepada kondisi dan suasana Islami.

Melihat fenomena tersebut, inti dari masalah yang ada adalah krisis tuntunan dan bimbingan secara aktual pada khalayak masyarakat. Masyarakat secara tidak langsung diberikan tuntunan yang memarjinalkan peran Islam. Tuntunan yang membawa kepada suatu budaya baru dan melemahkan budaya Islam. Hal yang paling mencolok adalah media yang memberikan tuntunan buruk pada masyarakat. Media-media yang ada sangat tidak mendidik. Media yang ada sekarang, tentu saja tidak semua media, membawa masyarakat pada jurang krisis multi-dimensional. Bahkan bisa meluas hingga pembentukan karakter yang jauh dari dimensi religi. Bahkan, media cenderung mempublikasikan informasi yang dapat mendangkalkan aqidah umat Islam dan sekaligus dapat mereduksi nilai-nilai akhlak Islami. Penebaran iklan yang bernuansa magic, klenik, aneka peramalan, dan aneka iklan yang memerkan aurat mewarnai wajah media dewasa ini. Ini merupakan tantangan bagi dakwah Islam dalam menggiring umat ke jalan Allah seperti yang diisyaratkan dalam ayat di atas. Pada sisi lain, kerisauan umat Islam saat ini adalah gencarnya upaya kristenisasi yang semakin marak saja di bebagai daerah di Indonesia, termasuk daerah Aceh. Aceh, agaknya, diposisikan sebagai target utama kristenisasi dan harus sudah berhasil dalam waktu dekat. Karena, secara kawasan kristenisasi di Indonesia, hanya yang belum ditundukkan secara total.

Menyikapi persoalan ini, maka sudah saatnya umat Islam meningkatkan peran dakwah dalam membendung atau menagkal upaya kristenisasi itu secara lebih serius, sistematis dan sinergetik. Upaya ini merupakan the point of no return, yang tak perlu ditunda lagi. Untuk menggambarkan apa saja peran dakwah dalam mencegah terjadinya kristenisasi terhadap umat Islam perlu diketahui terlebih dahulu makna dan strategi dakwah serta program kerja misionaris dalam menundukkan umat Islam supaya mengikuti millah atau ajaran mereka, sebagai jawaban dari teks ayat:
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَالَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan puas kepadamu sebelum kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, sesungguhnya hidayah Allah itulah petunjuk yang sebenarnya; dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah datang ilmu yang benar kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagi orang-orang yang membelot [Al-Baqarah/2: 120].

B. Makna dan Klasifikasi Dakwah

1. Makna Dakwah
Dakwah (Arab: da’wah) adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan “Fiqh Dakwah” atau “Dakwah Islamiyah”. Pada intinya, dakwah adalah mengajak manusia yang msih kafir atau belum beragama kepada agama Islam. Pada sisi lain, dakwah juga mengajak orang yang sudah beragama Islam agar mentaati dan menjalankan ajaran Islam, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya; atau dalam istilah al-Qur’an disebut amar ma’ruf nahy munkar.

2. Tujuan Dakwah
Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).

3. Klasifikasi Dakwah

a. Dakwah Fardiyah
Dakwah Fardiyah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahni`ah(ucapan selamat), dan pada waktu upacara kelahiran (‘aqiqah).

b. Dakwah ‘Ammah
Dakwah ‘Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khutbah (ceramah).
Dakwah ‘Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam kegiatan dakwah.

c. Dakwah bil-Lisan
Dakwah bil-Lisan adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.

d. Dakwah bil-Hal
Dakwah bil-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan hal ihwal si da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah.
Pada saat pertama kali Rasulullah SAW tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan Dakwah bil-Hal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan mempersatukan kaum Anshar dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.

e. Dakwah bit-Tadwin
Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola Dakwah bit at-Tadwin (dakwah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif.
Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwin ini Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada".

f. Dakwah bil-Hikmah
Dakwah bil-Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain Dakwah bil-Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al-Da’wah Ilallah Ta'ala oleh Said bin Ali bin Wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain: Menurut bahasa:
• adil, ilmu, sabar, kenabian, al-Qur’an dan Injil.
• memperbaiki (melakukam sesuatu menjadi lebih baik dan akurat) dan terhindar dari kerusakan.
• ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
• objek kebenaran (al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal.
• pengetahuan atau ma'rifat dan kebaikan yang banyak.
Menurut istilah Syar'i:
• tepat dan benar dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam agama Allah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab pertanyaan dengan tegas dan tepat.

C. Membidik Kristenisasi dan Strateginya

1. Makna Kristenisasi
Kristenisasi sudah tidak asing lagi bagi kita, khususnya umat Islam. Kristenisasi adalah suatu perbuatan yang mempengaruhi seseorang untuk masuk ke agama Kristen dengan berbagai macam cara atau langkah, bahasa singkatnya meng-Kristenkan orang lain. Kristenisasi di Indonesia dan di dunia Internasional sebagian besar yang menjadi korban adalah umat Islam, dan itu memang targetnya, karena mereka kaum Nasrani tidak akan senang dan rela bila kita umat Islam hidup dengan tentram, selamat dunia dan akhirat, dan itu sudah ter-maktub seperti dalam ayat di atas.
Kristenisasi merupakan perbuatan yang dilaknat Allah SWT dan para Malaikat-Nya serta orang-orang yang beriman, karena apabila kita terjerumus dengan ranjau-ranjau kristenisasi berarti kita telah murtad atau khuruj min dinil islam (keluar dari agama Islam). Dan apabila kita kafir maka semua amal ibadah kita terhapus tanpa kecuali.

Kristenisasi di Indonesia saat ini sudah terang-terangan, seperti kristenisasi di Aceh waktu terjadinya tsunami dan beberapa tahun pasca-tsunami, terutama kawasan Calang dan Aceh Barat. Kristenisasi yang terjadi di Aceh merupakan kristenisasi yang terselubung di balik bantuan bencana alam pasca-tsunami, mereka mengatasnamakan pertolongan kemanusiaan untuk melakukan kristenisasi, itu merupakan peluang yang sangat besar dan target yang empuk untuk mengkristenkan korban bencana alam tersebut. Harian Inggris The Observer menulis, para misionaris asing ini kini banyak berdatangan ke Aceh dengan sambil memberikan bantuan. Namun, di balik bantuan tersebut ada misi gereja yang mereka bawa.

Para misionaris yang terkenal agresif menyebarkan agama Kristen, menurut The Observer, bahkan sudah terang-terangan menjalankan misinya. “Kami juga ingin mengenalkan nilai-nilai Kristen pada mereka… sehingga mereka bisa melihat sesuatu yang lain bahwa kita dekat dengan cinta Kristus,” ujar William Suhanda yang memimpin kelompok misionaris Light of Love for Aceh. Selain memberikan bantuan makanan di Banda Aceh, kelompok ini berharap bisa membawa sekitar 50 anak-anak Aceh ke panti asuhan Kristen di Jakarta.

Informasi seputar misi Kristenisasi oleh kelompok misionaris asing, sudah menjadi berita hangat di kalangan media barat. Selain The Observer, Harian Baltiomore Sun, juga menurunkan laporan tentang adanya kelompok misionaris dari aliran Kristen Evangelis yang menyusup ke tim-tim pengirim bantuan ke Aceh. Setelah sebelumnya, The Washington Post juga membuat laporan serupa tentang rencana kelompok misionaris yang ingin mengkristenkan sekitar 300 anak-anak Aceh.

Misionaris yang berbasis di Virginia, World Help, mendapatkan sokongan dana dari kelompok Kristen Evangelis di seluruh dunia. Tragedi bencana tsunami di Aceh merupakan kesempatan yang jarang mereka dapatkan, untuk melakukan misi kristenisasi di wilayah-wilayah yang mereka anggap sulit dijangkau, demikian tulis harian tersebut. “Dalam kondisi normal, Banda Aceh tertutup bagi warga asing dan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama Kristen,” ujar ketua misionaris dalam situsnya. “Karena ada bencana alam, rekan-rekan kami di sana mendapatkan hak yang sama dan leluasa masuk untuk menyebarkan ajaran Injil,” tulis situs tersebut.

The Washington Post menuliskan, situs itu tiba-tiba berubah dan seruan untuk menggalang dana dihilangkan setelah ada seorang reporter yang ingin mendalami informasi tersebut. Dari situs swaramuslim.net, mengatakan: “Salah satu dari beberapa langkah atau cara untuk melancarkan proyek kristenisasi yaitu: Ada yang memalsukan al-Qur’an, pendeta mengaku haji, sampai upaya memurtadkan kyai ternama. Ada pula tokoh Muslim yang “mendukung” kristenisasi. Kawin antar-agama hanyalah salah satu cara kristenisasi. Lainnya, banyak. Menurut kristolog Abu Deedat Shihab, kaum misionaris dan zending perlu menempuh berbagai macam cara karena selama ini merasa gagal. Kini, kristenisasi lebih diprioritaskan untuk menjauhkan ummat Islam dari agamanya; dan kemudian memurtadkannya. Abu Deedat merujuk pada al-Qur’an Surat al-Baqarah: 109, menegaskan: “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman…” Demikian juga dinyatakan dalam surat al-Baqarah: 120, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka….”
2. Strategi Kristenisasi Jangka Panjang

Prorgram jangka panjang kristenisasi di Indonesia berdasarkan keputusan Dewan Gereja Indonesia di Jakarta adalah sebagai berikut:

a. Program Kristenisasi diatur hampir di seluruh dunia terutama
di negara-negara muslim. Dunia ini akan damai apabila seluruh
dunia berhasil dikristenkan. Inilah yang menjadi tujuan umat
Kristen. Untuk tujuan tersebut umat Kristen Indonesia harus
bersatu. Usaha mengkristenkan orang Islam di Indonesia didukung
oleh negara-negara yang kuat seperti Amerika, Inggeris dan
lain-lain. Umat Kristen akan dengan mudah mendapatkan dana,
setiap saat dari Amerika.

b. Program Kristenisasi ini adalah tugas suci dan
harus berhasil dalam melaksanakannya. Dan lagi yang penting
bagi umat Kristen adalah bersatu dahulu. Umat Kristen
di Indonesia selalu dicintai, diberkati dan dilindungi oleh
Yesus.

c. Konsep, Tujuan, dan Kegiatan Kristenisasi

1) Mengurangi Jumlah Penduduk Indonesia

Sesuai dengan data statistik umat Kristen di Indonesia berjumlah
7 juta. Rencana kita populasi umat Kristen harus sama dengan
jumlah umat Islam dalam waktu 50 tahun. Untuk mencapai tujuan
tersebut gereja-gereja Indonesia harus memberikan instruksi
kepada semua anggota umat Kristen sebagai berikut.

1. Keluarga berencana, pembatasan kelahiran atau pengurangan
terencana bagi kelahiran anak harus secara ketat dilarang untuk
umat Kristen dan harus dipropagandakan bahwa setiap orang Kristen
yang mempraktekkan keluarga berencana akan menanggung dosa dan
melawan doktrin gereja. Oleh karena itu tidak akan dicintai oleh
Tuhan. Barang siapa yang melakukan pembatasan kelahiran akan
dianggap sebagai pembunuh umat Kristen dan telah hilang
kemuliaannya. Pembatasan kelahiran hanya dapat dilakukan apabila
mendapat persetujuan gereja dengan perlindungan kesehatan bagi
orang Kristen tersebut yang dalam bahaya kematian.

2. Propaganda pembatasan kelahiran dan keluarga berencana bagi
orang Islam harus sangat intensif dilakukan dan didorong dengan
berbagai cara. Diwilayah muslim plakat berisi slogan dan nasehat
untuk KB dan pembatasan kelahiran harus ditempel dimana-mana
untuk mengingatkan orang Islam dan mempraktekkan hal tersebut.
Tapi diwilayah Kristen propaganda ini harus secara ketat
dilarang. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan ini 75% dari
seluruh dokter dan perawat diseluruh rumah sakit harus orang
Kristen dan mereka harus diberi kuasa mutlak untuk mengelola
kontrasepsi bagi orang muslim.

3. Keinginan orang Kristen untuk mempunyai anak banyak harus
dibantu dan bagi mereka yang miskin harus diberi fasilitas baik
secara materil maupun moril. Kita harus memberi kesempatan kerja
diseluruh Indonesia bagi orang-orang Kristen dan menolak atau
membatasi secara ketat kesempatan kerja bagi orang Islam.

4. Perintahkan kepada dokter dan perawat untuk merawat secara
cepat dan khusus bagi pasien Kristen. Orang Kristen yang miskin
harus ditolong pertama kali. Perlakuan ini jangan dilakukan
terhadap pasien umat Islam dan bagi orang Islam harus dikenakan
biaya yang mahal.

5. Masyarakat Kristen harus menyediakan rumah sakit sebanyak
mungkin untuk mencapai tujuan diatas.

6. Gereja secara ketat melarang penguasa tanah Kristen untuk
menyewakan atau menjual bangunan-bangunan, rumah-rumah, toko-toko
bagi orang Islam. Mereka yang tidak mentaati ini tidak akan
mendapat berkat dari Tuhan dan diboikot oleh gereja sampai mati.
Itu semua adalah tujuan umat Kristen baik penguasa tanah atau
bukan, untuk mengusir keluar semua orang Islam dari tempat
tinggal yang dimiliki orang Kristen. Dengan penerapan poin-poin
ini ratio umat Kristen-Islam pada populasi di Indonesia akan
berubah. Dengan demikian jumlah orang Islam Indonesia akan
berkurang sedang jumlah umat Kristen akan bertambah.

2) Rencana Kristenisasi di Bidang Ekonomi

Kita umat Kristen harus saling membantu satu sama lain dan
bersikap cukup darmawan. Kita harus memberikan lahan atau sewa
bagi pengusaha Kristen yang ingin membuat bangunan. Dan
orang-orang Kristen yang kaya harus membantu misi-misi
kristenisasi yang dilakukan oleh Dewan Gereja Indonesia di
Jakarta. Dana ini dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi sosial
dari umat Kristen di Indonesia dan untuk meyakinkan bahwa
kristenisasi telah berjalan begitu jauh.

Menurut statistik, lebih dari 80% keseimbangan kekuatan internal telah berada pada umat kristen. Kita mementingkan ketaatan dari umat Kristen untuk
menyangga dan melindungi keseimbangan kekuatan yang menguntungkan
di masa yang akan datang. Dalam persoalan memperkuat pertahanan,
masyarakat etnis Cina adalah sasaran kita, karena relatif lebih
mudah untuk mengubah orang-orang Cina. Orang-orang Cina harus
dilindungi sebaik mungkin karena pengaruhnya di Indonesia
menguntungkan orang-orang Kristen, Oleh karena itu kita
mengingatkan orang-orang Kristen yang menjabat dikantor-kantor
pemerintah untuk berhubungan baik dengan orang Cina dan
orang-orang Kristen secara ketat dilarang mempunyai hubungan
dengan orang Islam kecuali menguntungkan orang Kristen.

3) Rencana Kristenisasi di Bidang Pendidikan

Standar pendidikan gereja harus lebih diperbaiki dari sebelumnya,
karena orang Islam telah memperbaiki sistem dan standar
pendidikan di masjid-masjid dan sekolah-sekolah agama dengan
meniru gereja-gereja Kristen kita. Kita harus melihat, bahwa para
guru dan para instruktur di bidang akademi militer, sekolah
kedokteran dan sekolah keteknikan seperti juga fungsionaris
pemerintahan dikontrol 75% oleh orang Kristen. Sistem yang
diterapkan dari taman kanak-kanak sampai universitas harus
dibawah kontrol orang Kristen. Ujian masuk harus dibuat mudah
bagi orang Kristen dan dipersulit bagi orang Islam. Jumlah
bangunan sekolah harus dibatasi sehingga tidak banyak orang-orang
Islam yang mendapatkannya. Semua tempat-tempat pendidikan harus
diisi oleh orang Kristen sehingga murid-muridnya mayoritas
Kristen. Pendaftaran harus dilakukan sampai perbandingan
Kristen: Islam adalah 5:1. Orang orang Kristen harus membantu
pemerintah untuk mengurangi dan membatasi pengadaan
akademi-akdemi Islam dan universitas-universitas Islam untuk
mengurangi dihasilkannya intelektual muslim di Indonesia.

4) Rencana Kristenisasi di Bidang Politik

Kita orang Kristen harus bisa menjamin bahwa kebijaksanaan
pemerintah selalu berorientasi ke Barat terutama orientasi ke
Amerika. Anda semua harus tahu bahwa partai GOLKAR dan
pemerintahan GOLKAR berorientasi ke Amerika. Karena itulah kita
memberikan instruksi kepada orang-orang Kristen untuk masuk
GOLKAR dan membuatnya berjaya dalam Pemilihan Umum. Semua orang
Kristen harus tahu bahwa GOLKAR adalah partai orang Kristen dan
partai inilah yang membuat kita umat Kristen berjaya di Indonesia

5) Rencana Kristenisasi di Bidang Informasi

Lapangan informasi harus dikontrol paling tidak 75% oleh orang
Kristen, karena informasi merupakan persenjataan yang paling
tajam untuk mengontrol umat Islam. Dengan propaganda/informasi,
kita dapat meremehkan atau menganggap kecil umat Islam dan
menggiringnya agar menjadi tidak berarti dalam kancah nasional.
Kita harus tahu bahwa surat kabar, radio, dan TV selalu menulis,
menyiarkan kejadian-kejadian sedemikian rupa untuk memberi kesan
buruk tentang Islam dan ummatnya serta untuk menciptakan
pertikaian diantara mereka. Slogan kita adalah "Bikin orang Islam
berkelahi satu sama lain dan pecah satu sama lain, kontrol dan
kendalikan kehidupan mereka". Semua koran dan media cetak di
Indonesia ada dipihak kita dan harus digunakan sebaik-baiknya
untuk menyebarkan propaganda agar persatuan umat Islam terpecah
belah.

6) Rencana Kristenisasi di Bidang Pembangunan

Pastikan bahwa pembangunan dan pengembangan ditempatkan
didaerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang Kristen seperti
Indonesia bagian timur. Kita telah melihat bahwa pemerintahan
pusat di Jakarta mempunyai kebiasaan memberi kesempatan bagi
perwira-perwira ABRI yang Kristen untuk menduduki jabatan dan
posisi penting didaerah-daerah sebagai gubernur, bupati dan
lain-lain, dan nama mereka berubah menjadi nama Islam dan
kadang-kadang bertitle "haji" untuk mengelabui umat Islam
setempat agar kehadirannya bisa diterima.

7) Rencana Kristenisasi di Bidang Hukum dan Undang-undang

Umat Kristen tentu saja diperkenankan untuk bertingkah melawan
hukum dengan dalih mendukung kepentingan negara. Semua orang
Kristen sekarang mengisi/menduduki mayoritas hakim, jaksa dan
sidang perorangan di Indonesia. Dengan ini dianjurkan agar
memutuskan orang Kristen benar dan orang Islam selalu
dipersalahkan. Kalau perlu dihukum yang lebih berat, walaupun
orang Kristen sebagai tertuduh.

8) Keputusan Masalah Internal dalam Pemerintahan

Permintaan-permintaan kita harus dibuat sebaik mungkin
didalam pemerintahan itu sendiri:

1. Pemerintah harus bersedia mengakui status bishop sebagai
petugas protokol negara dan bishop harus mempunyai hak untuk
didengar oleh penguasa.

2. Semua menteri yang penting harus diangkat berdasarkan mandat
dari orang-orang Kristen.

3. ABRI harus selalu dimanuver untuk selalu bermusuhan dengan
Islam dan kita mendapat keuntungan dari keadaan yang demikian.

4. Pemuda Kristen sebanyak mungkin harus masuk ke profesi
militer.

5. 75% kepala dari departemen-departemen yang ada dipemerintahan
harus disusun oleh pejabat ex militer yang beragama Kristen.

6. 75% Kepala seluruh agen-agen sipil dan pemerintahan propinsi
harus orang Kristen.

7. Sebagai orang yang menentukan prinsip tertinggi, semua orang
Kristen dipemerintahan baik menteri, gubernur atau yang umum
atau prajurit rendahan, harus menurut perintah bishop.

8. Umat Kristen harus punya radio transmitter nasional sebagai
miliknya untuk propaganda yang ampuh.

9. Di daerah-daerah dimana muslim merupakan mayoritas harus ada
orang Kristen yang diangkat secara konstan untuk mengevaluasi
kelemahan-kelemahan orang Islam.

9) Realisasi Program Kristenisasi

1. Muslimah Salwa yang di perkosa pemuda Kristen dan dia tidak mau menikah kalau tidak pindah ke agama kristen. Kejadian di Sumatera Barat.

2. Penyimpanan uang dengan buanga kelipatan 100% dan bagi peserta diminta menanda tangani sebuah selebaran. Dan ternyata selebaran tersebut di kirim ke Bizantium dgn Judul bahwa ummat islam di Muaro Bungo Jambi, Mendukung pembangunan Gereja di wilayah tersebut. dengan bukti sumbangan ( yang sebenarnya bukan sumbangan, tapi simpanan yang tadinya di janjikan dengan bunga 100% ) dari masyarakat sekitarnya.

3. Pembuatan Kitab Injil berbahasa Minang dan tulisan ejaan lama.dan di sebarkan secara sembunyi-sembunyi.

4. Pembuatan Gereja Terbesar di Asia Tenggara di Kotamdya Solok Pada tahun 1998.

5. Misi Sinar Garuda Timur yang berpusat di manado. yang menargetkan Kristenisasi sampai tahun Millenium.

Inilah titik masalahnya, yakni Masalah Ekonomi dan Pendidikan.
Selama puluhan tahun kaum muslimin Indonesia boleh berbangga hati dengan
julukan “komunitas muslim terbesar di dunia” yang disandangnya.
Berdasarkan Survey Antar Sensus (Supas) yang dilakukan oleh Biro Pusat
Statistik (BPS) tahun 1990, tercatat bahwa dari 200 juta jiwa, prosentase umat Islam mencapai 87,3 persen (dibulatkan menjadi 90 persen) . Sementara umat Kristen Protestan hanya 6 persen, umat Katolik 3,6 persen, Hindu 1,8 persen, Budha 1 persen dan agama lain 0,3 persen. Sebagai da’i, kita (umat Islam) tidak boleh silau mata dengan besarnya angka-angka yang mayoritas di atas. Apalagi, data-data terkini, mencatat bahwa jumlah umat Islam anjlok drastis dari 90 persen menjadi 75 persen (tabloid SIAR edisi
No. 43, 18-24 Nopember 1999 hal. 14).

10) Kristenisasi Global Datang Mengancam
Majalah Time edisi 30 Juni 2003 lalu, menurunkan tema unik yang mengundang perhatian tersendiri. Dalam edisi yang bergambar Salib Emas yang sedang digenggam tersebut, Time menurunkan judul Should Christians Convert Muslim? Haruskah Kristen memurtadkan Muslim? Dalam edisi tersebut dituliskan berbagai kiprah dan kemajuan gerakan Kristenisasi di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, dalam peta yang dilampirkan, negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, India dan Nigeria termasuk negara-negara dengan jumlah misionaris dan penginjil tertinggi. Dicantumkan dalam peta tersebut, jumlah penginjil dan misionaris yang tersebar di Indonesia diperkirakan 4.001 sampai 10.000 orang aktivis. Angka di atas adalah data resmi yang bisa terdeteksi. Namun bisa jadi, jumlah yang sebenarnya jauh dari angka yang disebutkan oleh Time. Dengan jumlah dan gerakan yang masif seperti itu, dapat dibayangkan berapa besar angka rekruitmen yang mereka lakukan.

Dan kita sebagai umat muslim harus terus menjalankan da’wah, saling nasehat-menasehati dan memberikan kabar gembira kepada yang terkena musibah dan kemalangan seperti yang ada di Aceh dan sekitarnya, karena semua usaha kaum Kristen untuk menjadikan kita masuk ke agama mereka akan kalah dengan kuatnya penyebaran islam yang terus menerus dilakukan dan rutin, dan itu saja belum cukup, kita harus menunjukkan kepada kaum nasrani bahwa kita adalah umat yang saling mincintai, serta memiliki toleransi yang tinggi, mau membantu sesama, bagi umat islam yang setatus ekonominya rendah atau biasa disebut fakir miskin, marilah kita bantu dengan apa yang kita punya, alangkah mulianya seorang memberikan sesuatu kepada orang yang lain dengan apa yang dia sukai, tapi ia berikan dengan niat lillahi ta’ala, semoga Allah memberkati setiap langkah kita, dan barang siapa yang menolong agama Allah maka ia pun akan ditolong oleh-Nya. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تَنصُرُوا اللهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu dan mengokohkan prinsip keyakinanmu (Muhammad/47: 7).

D. Peran Strategis Dakwah

1. Peran Media Komunikasi
Reposisi dakwah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat direalisasi dengan mencermati kembali peran dakwah Islam, yaitu: Peran komunikasi dan perubahan. Sebenarnya dakwah itu sendiri adalah komunikasi, dakwah tanpa komunikasi tidak akan mampu berjalan menuju target-target yang diinginkan, demikian komunikasi tanpa dakwah akan kehilangan nilai-nilai Ilahiyah dalam kehidupan. Maka dari sekian banyak definisi dakwah ada sebuah definisi yang menyatakan, bahwa dakwah adalah proses komunikasi efektif dan kontinyu, bersifat umum dan rasional, dengan menggunakan cara-cara ilmiah dan sarana yang efesien, dalam mencapai tujuan-tujuannya.

Definisi tersebut menegaskan peran dakwah dalam berkomunikasi dengan orang banyak melalui media-media tertentu. Upaya tabligh (menyampaikan) Islam kepada masyarkat adalah salah satu media komunikasi dakwah yang digunakan Rasulullah SAW dengan pesan berantai : “…Maka hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.” Lebih dari itu dakwah adalah aktualisasi salah satu fungsi kodrati seorang muslim, yakni fungsi kerisalahan, yaitu barupa proses pengkondisian agar seseorang atau masyarkat mengetahui, memahami, mengimani dan mengamalkan Islam sebagai ajaran dan pandangan hidup. Dengan kata lain dakwah pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk merubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lain yang lebih baik menurut tolok ukur ajaran Islam.

Sebab setiap Muslim sebagai da’i (juru dakwah) itu sendiri pada hakikatnya adalah poros dari gerakan peradaban yang mengemban tugas dan peran strategis dalam kehidupan, yaitu: “shina’at at-tarikh wa al-hayah” (rekayasa sejarah dan kehidupan) agar menjadi produktif. Kajian Sayyid Quthub terhadap tekstual dan kontekstual ayat 53 surat al-Anfal dan ayat 11 surat al-Ra’d, perlu dicermati, bahwa ayat tersebut sangat jelas tidak perlu takwil, menjelaskan bahwa upaya melakukan perubahan kondisi suatu bangsa merupakan keniscayaan dalam kehidupan. Dengan kata lain merekayasa sejarah dan kehidupan adalah kegiatan manusia dalam menjalankan misi hidupnya menuju hidup yang penuh dengan rahmat dan keberkahan.

Tidak hanya argumen naratif tekstualis yang menguatkan peran da’i sebagai manusia dalam peradaban, tetapi juga argumen-argumen naratif implementatif, sebagaimana ditegaskan dalam sikap-sikap Rasulullah SAW, para shahabat dan generasi Islam yang telah membuktikan peran serta mereka dalam melakukan perubahan.

Proses perubahan dalam dakwah dimulai dari perubahan diri para pelaku sejarah dan peradaban, mereka menjadi sumber daya manusia unggul bernilai ganda. Tampillah sosok figur peradaban dunia semisal Abu Ubaidah bin al-Jarah, Mu’adz bin Jabal, Salim maula Abi Hudzaifah, Usamah bin Zaid, Mush’ab bin Umair, Syifa binti al-Harits, Nusaibah, Sumayyah dsb. Mereka memerankan dakwah pada posisinya yang tepat sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki.

Selain itu proses perubahan dalam dakwah Rasulullah SAW juga menggunakan mediator dan basis operasioanl yang argumentatif dan rasional. Mukjizat-mukjizat Nabi yang berkonotasi kejadian-kejadian supra rasional bukan merupakan jalan dakwah yang ditempuh. Tetapi jalan dakwah beliau adalah melakukan secara kontinyu gerakan kebangkitan manusia untuk memahami diri dan lingkungannya serta menyadari akan misinya dalam hidup dan kehidupan; sebab setiap aturan Allah (baca: sunnatullah) dalam mengemban amanat memakmurkan hidup demi tegaknya tatanan kehidupan sejahtera, aturan itu diikuti Rasulullah saw untuk membangun bangsa, baik pada tataran kehidupan pribadi atau sosial, baik saat damai maupun waktu perang.

Pengkondisian dalam kaitan perubahan tersebut berarti upaya menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri objek dakwah. Agar perubahan dapat menumbuhkan kesadaran dan kekuatan pada diri objek, maka dakwah juga harus mempunyai makna solusi masalah kehidupannya dan pemenuhan kebutuhannya. Dengan demikian dakwah memiliki dua peran yang saling terkait, yaitu dakwah sebagai proses komunikasi dan proses perubahan sosial. Dakwah sebagai proses komunikasi berperan menyampaikan pesan-pesan komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u) lewat media, agar terjadi perubahan pada diri komunikan, baik dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Atau dengan kata lain perubahan dalam aspek akidah, akhlak, ibadah dan mu’amalah.

Yang perlu diperhatikan dalam peran komunikasi dakwah adalah melakukan reposisi dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi keislaman kepada umat, sehingga wawasan keislaman semakin luas dan terasa nikmat dan kerahmatannya dalam kehidupan berbangsa, dengan harapan terwujudnya kesadaran umat dalam mengekspresikan diri sebagai muslim dan mengaktualisasikan keislamannya. Sebagaimana muncul kesadaran membangun potensi umat untuk membangun bangsa dan negara, termasuk menjaga keutuhan integrasi bangsa dan negara yang akhir-akhir ini terancam oleh ‘politik global’ (baca: Barat) yang memprediksi pada abad ini sanggup menciptakan 5000 negara baru di dunia, agar menjadi negara-negara kecil yang patuh dan tunduk bagi kepentingan ‘politik global’.

Sedangkan dakwah sebagai proses perubahan sosial, ia berperan dalam upaya perubahan nilai dalam masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan dakwah Islam. Sebab dakwah pada hakikatnya adalah aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia, pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural, dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia dengan menggunakan cara tertentu.

Di dalam memerankan perubahan sosial tersebut, dakwah tidak hanya merupakan upaya yang terbatas pada tabligh (penyampaian) atau upaya tau’iyah (penyadaran) saja, tetapi dakwah juga merupakan upaya-upaya yang bersifat lebih sistematis dalam kegiatan yang dapat menopang dakwah dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya. Di antara upaya-upaya tersebut adalah mengarahkan kesadaran umat, agar orientasi dan kontribusi dakwahnya semakin jelas, sehingga kerja-kerja dakwah menjadi sinergis, efesien dan produktif, karena umat yang sudah menyadari akan potensi dirinya dan memiliki orientasi yang jelas, akan mudah diarahkan untuk melakukan “musabaqah fil-khairat” (berlomba dalam kebaikan).

Upaya memberikan arahan umat dilanjutkan dengan upaya irsyad (membimbing), dalam rangka umat tidak terjebak dalam ranjau-ranjau kesesatan yang dibuat oleh musuh-musuh dakwah, agar umat juga senantiasa terarah dan terbimbing dalam menghadapi tantangan, hambatan dalam kehidupan, sehingga tidak dengan mudah tergoda oleh ‘iming-iming’ menggiurkan yang berisi tipuan belaka, atau tidak pesimis dan frustasi lantaran beratnya problematika hidup yang dihadapi.

Upaya aplikatif lain bagi dakwah dalam memerankan perubahan sosial adalah upaya himayah (advokasi), yaitu memberikan perlindungan, baik terhadap nilai-nilai ajaran dakwah itu sendiri, maupun terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya dalam menghadapi bentuk-bentuk kezaliman. Semua upaya tersebut tersurat dan tersurat dalam firman Allah swt: “Inilah jalanku dan jalan pengikutku, terus berdakwah kepada Allah atas dasar bashirah” (Yusuf/12: 108. Dan firmanNya: “Dan ini jalanku yang lurus, ikutilah, jangan ikuti jalan-jalan lain maka kalian akan bercerai berai dari jalannya, demikianlah yang Allah wasiatkan kepada kalian” (al-An’am/6: 153).
Lembaga pendidikan tinggi, khususnya perguruan tinggi Islam, di mana dan kapan raja seharusnya bukan semata-mata melakukan peran pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, melainkan juga melakukan peranan dakwah untuk mengembangkan kehidupan masyarakat secara luas.

2. Peran Perguruan Tinggi Islam
Dalam menjalankan perannya sebagai pembawa misi dakwah, Perguruan Tinggi Islam harus diformat sedemikian rupa agar melahirkan kekuatan yang dapat mempengaruhi suasana kehidupan masyarakat. Seluruh kehidupan Perguruan Tinggi Islam, harus menjadi uswah hasanah (teladan) bagi kehidupan masyarakat agar nuansa kehidupan Islam dirasakan dengan jelas.
Terkait dengan misi dakwah, memang banyak ormas keagamaan dan berbagai lembaga Islam yang telah mendirikan lembaga pendidikan Islam seperti sekolah, madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi. Tetapi keberadaan dan peranan dakwah Perguruan Tinggi Islam di dalam masyarakat, belum maksimal. Sentuhan Perguruan Tinggi Islam dalam bidang islamisasi ilmu pengetahuan sulit berkembang.
Dakwah Perguruan Tinggi Islam terasa kering baik dari segi model maupun terapannya. Terkesan dakwah Islam adalah kerjanya para ulama dan muballigh saja. Kalaupun Perguruan Tinggi Islam memberikan kontribusinya, namun terasa tidak terlalu signifikan. Bahkan perguruan tinggi Islam miskin dengan ide-ide segar dan baru dalam peranan dakwahnya. Dakwah model tradisional lebih mendominasi peran dakwah Islam, upaya Perguruan Tinggi Islam dalam mencari model, dan terapan dakwah di era dakwah virtual terkesan belum signifikan manakala dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi kontemporer. Sudah waktunya Perguruan Tinggi Islam menggerakkan institusinya untuk lebih meningkatkan partisipasinya dalam dakwah Islam. Atas dasar itu perlu dicari model, terapan dan prospek Perguruan Tinggi Islam di dalam menjalankan peranan dakwah Perguruan Tinggi Islam.

3. Peran Ulama dan Umara

Ulama mempunyai peran penting dalam berdakwah mengajak umat untuk menempuh jalan yang benar; dan sekaligus membimbing mereka agar mengamalkan ajaran Islam secara benar. Dalam hal ini, ulama berfungsi sebagai “pengawal aqidah” umat. Demikian juga, yang memegang kekuasaan formal, dapat berperan sebagai pengambil policy atau kebijakan dalam penyiaran ajaran agama. Umara berfungsi membuat peraturan dan menetapkan batasan dalam penyiaran ajaran agama bai yang sudah beragama, sehingga tidak paradoks antara satu agama dengan agama lain. Di samping itu, umara melindungi umat beragama dari dominasi suatu agama, dan mempunyai hak untuk memberi izin atau tidak mengizinkan pembangunan rumah ibadah di lokasi yang sudah didomisili umat suatu agama.
Pada satu sisi, ulama dan umara berperan sebagai subjek dakwah; dan pada sisi lain mereka sebagai objek dakwah. Perlu ada orang yang mengingatkan mereka untuk bangkit dan mau melaksanakan dakwah secara terbuka sesuai dengan kapasitasnya. Ulama dan umara berjalan secara harmonis dalam membendung pemurtadan; dan memberikan sanksi kepada pelanggar Undang-undang penyiaran ajaran agama. Apalagi ada unsur pemaksaan umat Islam untuk menganut agama Kristen. Upaya kristenisasi tidak akan berhasil jika ulama dan umara bersikap tegas dan berani mengemukakan kebenaran serta menangkal setiap usaha yang menjurus pada kristenisasi.

4. Peran Ormas Sosial-Keagamaan
Selain peran ulama dan umara dalam dakwah, organisasi kemasyarakatan sosial-keagamaan (Islam) juga memiliki peran penting dalam memajukan pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam. Semua ormas Islam bergerak secara sinergis serta menggalang kekuatan agar dapat melawan musuh-musuh Islam. Tanpa ada kemauan untuk bersatu antara satu ormas dengan ormas yang lain, maka tujuan dakwah tidak akan mengenai sasarannya. Seringkali umat lain menertawakan umat Islam karena antara satu dengan yang lain saling bermusuhan. Ini merupakan problem internal umat Islam yang sulit disembuhkan. Seandainya semua ormas tersebut berjalan seirama dan memiliki visi dan misi yang sama, yaitu untuk menolong dan membela agama Allah serta menyelamatkan umat dari rongrongan orang kafir (baca: Kristen), maka umat tidak akan terombang-ambing dalam kebimbangan; dan tidak mudah dipengaruhi oleh agama lain. Jika tindakan ini benar-benar terwujud, paham atau “aliran sesat” pun tidak akan mampu menembus aqidah umat Islam. Peran ormas sosial-keagamaan adalah melakukan sosialisasi ajaran Islam, termasuk syariat Islam, dengan landasan aqidah yang kokoh, yaitu aqidah tauhid.

5. Peran Sosial

Untuk membendung kristenisasi peran masyarakat sangat penting. Peran masyarakat secara umum atau jamaah dengan melakukan kontrol sosial dan waspada terhadap paham-paham baru, yang terasa asing dan bertentangan dengan ajaran Islam (al-Qur’an dan Sunnah). Selain itu, masyarakat dapat memberikan sanksi sosial bagi setiap penyebar aliran atau paham yang menyesatkan umat, seperti yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu munculnya aliran “millata Abraham.” Tugas masyarakat memantau dan melaporkan kepada pihak berwenang (aparat keamanan) setiap melihat atau merasakan ada ajaran yang menyimpang dari aqidah tauhid. Dengan demikian, masyarakat sudah ikut berdakwah dan sekaligus menjalankan peran sebagai penangkal terjadinya kristenisasi.

6. Peran Keluarga

Tidak diragukan lagi bahwa keluarga memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam menyelamatkan anggota kelurganya dari segala bentuk penyimpangan pengamalan ajaran agama. Isyarat yang disebutkan al-Qur’an dalam surat At-Tahrim ayat 6, “hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari azab neraka…” Peran keluarga menurut ayat ini mengacu kepada tindakan preventif penyelamatan aqidah. Jika sebuah keluarga mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya agama, maka pastilah ia akan menyelamatkan anggota keluarganya dari kesesatan. Maka, keluarga dituntut untuk memberikan bimbingan dan pendidikan aqidah, akhlak, ibadah dan kemampuan membaca al-Qur’an kepada seluruh anggota keluarganya. Sebab itu, kesuksesan sebuah keluarga sangat ditentukan oleh kepatuhan dan ketaatan anggota keluarga tersebut kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebuah keluarga dapat dikatakan gagal jika ada di antara anggota keluarganya yang tidak mampu membaca al-Qur’an, tidak mau melaksanakan shalat, dan tidak mau taat kepada Allah dan Rasulullah. Apalagi kalau ada anggota keluarga yang murtad (keluar dari agama Islam).

E. Upaya Membendung Kristenisasi

Ibarat pepatah mengatakan, “menjaga lebih baik daripada memberantas.” Agaknya pepatah ini dapat dikorelasikan dengan upaya penjagaan aqidah daripada memberantas kristenisasi. Kalau aqidah sudah kokoh tentu saja tidak mudah umat Islam dikristenkan atau tidak mudah paham-paham sesat mempengaruhi mereka. Oleh sebab itu, ada sejumlah kiat atau upaya menangkal atau membendung kristenisasi di Aceh:

1. Internalisasi nilai-nilai aqidah. Penanaman dan pemantapan aqidah sejak usia dini melalui pendidikan aqidah dan pemahaman sirah nabawiyah dan perjalanan para sahabat Rasulullah, termasuk menanamkan nilai-nilai hijrah Rasulullah bersama para sahabatnya untuk menyelamatkan iman dan Islam. Ternyata seluruh amal bermuara pada aqidah. Kalau aqidah benar, maka seluruh amal yang akan benar dan lurus, demikian pula akhlak pun akan bagus. Terjadinya penyimpangan moral dan prilaku manusia zaman kini disebabkan aqidahnya tidak beres. Karena itu, menyelamatkan aqidah umat dari pengaruh kristenisasi dan paham sesat merupakan suatu keniscayaan yang tak boleh ditunda-tunda lagi.

2. Rekonsiliasi umat Islam secara paripurna. Umat Islam akan semakin lemah jika saling bermusuhan sesamanya. Justru, orang kafir akan merasa senang jika umat Islam terus bermusuhan secara internal, antar organisasi, antar lembaga keagamaan, dan antar jamaah. Rekonsiliasi harus direalisasikan antara umara dan ulama, antara lembaga-lembaga atau ormas Islam, antara dayah dan perguruan tinggi atau universitas, dan antara tokoh-tokoh masyarakat.

3. Memakmurkan masjid. Untuk dapat memakmurkan masjid dengan jamaah yang kompak, bersatu, dan penuh ukhuwah, maka diperlukan pemahaman dan penghayatan ajaran Islam secara benar. Apabila masjid-masjid sudah makmur dengan jamaah, maka akan dapat menggetarkan musuh-musuh Islam (kaum kafir). Umat Islam tidak akan mempunyai kekuatan jika masjid-masjid kosong, tanpa jamaah.

4. Memiliki komitmen untuk mengaplikasikan syariat Islam. Implementasi syariat Islam tidak hanya sebatas slogan saja; tetapi harus benar-benar diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan secara kaffah (totalitas). Di sini dituntut adanya keberanian para umara dan ulama yang didukung oleh seluruh lapisan masyarakat untuk merealisasikannnya dengan penuh keikhlasan. Hukum-hukum ditegakkan dimulai dari kalangan atas (para pemimpin) kemudian turun ke bawah (rakyat), sebagai wujud keadilan. Pelaksanaan syariat diawali dengan pengamalan kewajiban pokok (fardhu ‘ain) kemudian menyusul penerapan hukuman dalam aspek kriminalitas (jinayah). Apabila kewajiban sudah dijalankan, insya Allah kejahatan akan menurun intensitasnya.

5. Keteladanan ulama dan umara. Saat ini rakyat mengalami krisis keteladanan, seakan-akan tidak ada lagi yang dapat diteladani baik dalam kehidupan sosial maupun agama. Ulama dan umara tidak mampu menunjukkan contoh yang baik bagi umat. Jarang sekali kita temukan ulama dan umara berada dalam satu saf di masjid-masjid ketika shalat jamaah. Dan hampir tidak dijumpai tradisi diskusi antara ulama dan umara dalam masalah-masalah hukum agama yang krusial, termasuk masalah aqidah yang benar. Keharmonisan dan kerjasama yang baik antara Departemen Agama, Dinas Syariat Islam, dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sangat dinantikan oleh umat. Demikian pula kerjasama antar Badan Dakwah Islam (BDI) dari berbagai instansi dan perusahaan sangat didambakan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Di samping itu, ulama belum berani merumuskan secara tegas batasan-batasan atau kriteria paham atau aliran sesat. Akhir-akhir ini, di Aceh terjadi saling curiga mencurigai antara satu kelompok terhadap kelompok lain, termasuk dalam paham keagamaan. Akibatnya, muncul klaim kebenaran yang tidak jelas pangkal ujungnya. Kasus perebutan masjid oleh pihak-pihak tertentu merupakan contoh konkret bahwa di Aceh sudah ada indikasi konflik internal yang mengatasnamakan agama; semoga saja tidak terjadi.

6. Menata manajemen dakwah yang handal. Selama ini dakwah berjalan secara natural, tanpa manajemen yang rapi dan terarah. Akibatnya, tidak ada evaluasi tingkat keberhasilan dakwah. Dakwah lebih bersifat verbalistik daripada praktik secara aplikatif. Demikian juga, para da’i berjalan masing-masing tanpa ada koordinasi yang jelas, begitu pula materi dakwah yang disampaikan lebih bersifat monoton; tanpa variasi yang membuka wawasan publik atau umat.

7. Pemetaan lokasi dakwah (mapping) yang representatif. Sejauh ini, dakwah Islam berlangsung tanpa sasaran yang jelas. Pemetaan lokasi dakwah diperlukan untuk mengetahui lokasi-lokasi dan sasaran dakwah secara tepat; sehingga dapat diketahui pula tingkat keberhasilannya. Peta lokasi dakwah ini dapat digunakan oleh para muballigh akan akan terjun ke lapangan. Daerah perkotaan umumnya memperoleh informasi atau pesan agama yang relatif memadai dibandingkan daerah-daerah pedesaan. Secara umum, umat yang tinggal di daerah pedesaan hampir tidak tersentuh oleh dakwah. Konsekuensinya, masyarakat desa lebih mudah dipengaruhi dan “digoda” oleh misionaris yang melancarkan kristenisasi; dan lebih mudah ditembus oleh aliran sesat.

8. Meningkatkan wawasan tentang kristologi dan berbagai aliran atau paham yang berkembang. Jika kita ingin membendung upaya kristenisasi maka yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah seluk beluk agama Kristen dan strategi mereka dalam mempengaruhi umat Islam untuk pindah ke agama mereka. Di samping itu, para da’i atau muballigh perlu juga mempelajari paham dan aliran, yang diduga sesat, yang sedang berkembang beserta pokok-pokok ajarannya.

9. Pengkaderan da’i/da’iyah atau muballigh/muballighah. Selama ini, da’i/da’iyah atau muballigh/muballighah lahir secara alamiah, bukan hasil dari sebuah pendidikan yang dirancang untuk itu, sebagaimana umat Nasrani yang membuka sekolah khusus untuk calon misionaris, seperti Zending Huis di Belanda. Dalam hal ini umat tertinggal jauh, bahkan sulit ditemukan pengganti begitu seorang da’i/da’iyah atau muballigh/muballighah mengakhir hidupnya. Apalagi untuk kategori muballighah atau da’iyah masih tergolong langka. Dalam kehidupan sehari, kita kesulitan mencari muballighah yang bisa berkiprah di tengah-tengah kaum Hawa. Karena itu, sudah saatnya merancang sebuah pusat atau lembaga pengkaderan da’i/da’iyah atau muballigh/muballigah untuk masa depan.

10. Sensus ulang penduduk berdasarkan pemeluk agama. Jumlah penduduk Aceh berdasarkan pemeluk agama perlu disensus ulang. Untuk merealisasikan tugas ini, sumber daya manusia (mahasiswa dan aneuk meudagang) yang ada di Perguruan Tinggi Islam dan Dayah dapat difungsikan. Dengan membagi kawasan atau lokasi, mereka dapat bergerak mencatat jumlah penduduk Aceh yang sebenarnya, dari rumah ke rumah berdasarkan penganut agama. Tugas ini sudah termasuk kegiatan dakwah juga, sehingga untuk masa-masa selanjutnya akan memudahkan dan melempangkan jalan untuk menyampaikan misi dakwah kepada masyarakat.

11. Pemanfaatan multi-media. Jangkauan misi dakwah akan semakin luas jika digunakan aneka media baik media cetak maupun elektronik. Pemanfaatan media internet, seperti membuka website (situs jejaring sosial) dan pembuatan database dakwah, misalnya, dapat menyampaikan pesan atau misi Islam ke seluruh penjuru dunia dalam waktu yang relatif singkat dan cepat. Demikian juga, penggunaan laptop dengan in focus untuk kalangan terbatas juga sangat membantu dalam penyampaian pesan agama kepada masyarakat. Setiap masjid seharusnya sudah ada fasilitas semacam ini untuk memudahkan penyampaian materi dakwah dan menarik perhatian audience.

12. Pemberdayaan Baitul Mal. Kelemahan jalannya dakwah Islam adalah karena kekurangan dana. Padahal potensi dana dari umat Islam sangatlah besar, baik dari zakat, infaq, hibah maupun wakaf. Dengan berfungsinya Baitul Mal, umat Islam akan lebih mudah melaksanakan berbagai program untuk melancarkan dakwah. Tanpa dana yang memadai, aktivitas dakwah tidak akan berjalan dengan baik, bahkan jalan di tempat; seperti pengalaman yang lalu. Karena itu, penghimpunan dana melalui pemungutan zakat dari orang-orang kaya mutlak diperlukan. Demikian juga, mendorong umat Islam untuk mengeluarkan infaq dari sebagian harta untuk kepentingan fi sabilillah. Tentu saja, untuk pengelolaan Baitul Mal diperlukan tenaga-tengan yang terampil dan profesional.

F. Penutup
Tugas dakwah tidaklah dipandang sebagai tugas sesaat atau sementara saja; tetapi tugas yang berlangsung terus sepanjang kehidupan manusia. Kewajiban berdakwah tidak pernah berakhir, ia merupakan never ending process. Untuk dapat mengembankan tugas dakwah ini diperlukan pemahaman akan kewajiban dakwah secara baik. Kewajiban dakwah meliputi kewajiban individual (da’wah fardiyyah) dan kewajiban kolektif (da’wah jama’iyyah). Jika setiap orang menyadari bahwa berdakwah itu wajib ‘ain, maka ia tidak berhenti berdakwah menurut profesi masing-masing. Ketika seseorang memiliki kekuasaan, maka kekuasaan itu digunakan untuk berdakwah, memajukan agama Allah dan sekaligus mensejahterakan rakyat lahir dan batin, jasmaniah dan ruhaniah. Pada sisi lain, dakwah juga bisa dilakukan secara kolektif, baik dalam bentuk lembaga, badan maupun organisasi. Pada hakikatnya, dakwah adalah penyampaian (tabligh) pesan-pesan Allah kepada manusia dengan bahasa manusia sendiri. Dalam penyampaian dakwah itu secara umum menggunakan pendekatan tabsyir (persuasif) dan tandzir (ancaman). Pendekatan dilakukan dengan strategi hikmah, mau’izhah hasanah, dan mujadalah.
Tanpa kebersamaan, persaudaraan, dan persatuan umat Islam akan sulit menghadapi dan mencegah upaya kristenisasi yang dirancang dengan sangat sistematis dan ditopang dengan biaya yang sangat besar. Dengan semangat tahun baru hijrah tahun 1432 ini, umat Islam secara bersama-sama harus bangkit menggapai puncak kejayaan peradaban seperti yang pernah diraih oleh para pendahulu kita. Mari kita tumbuhkembangkan sikap berpikir positif, konstruktif, progresif, dan inovatif menuju masa depan yang gemilang dengan mengukir prestasi yang monumental. •

Tidak ada komentar:

Posting Komentar