SEJARAH MASUK ISLAM DI EROPA: A SPLENDID LIGHT
Dalam
sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, tanah Spanyol lebih
banyak dikenal dengan nama Andalusia, yang diambil dari sebutan tanah
Semenanjung Liberia. Julukan Andalusia ini berasal dari kata Vandalusia,
yang artinya negeri bangsa Vandal, karena bagian selatan Semenanjung
ini pernah dikuasai oleh bangsa Vandal sebelum mereka dikalahkan oleh
bangsa Gothia Barat pada abad V. Daerah ini dikuasai oleh Islam setelah
penguasa Bani Umayah merebut tanah Semenanjung ini dari bangsa Gothi
Barat pada masa Khalifah Al-Walid ibn Abdul Malik.
Islam
masuk ke Spanyol (Cordoba) pada tahun 93 H (711 M) melalui jalur Afrika
Utara di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad yang memimpin angkatan perang
Islam untuk membuka Andalusia.
Sebelum
penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan
menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah
Abdul Malik (685-705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan ibn
Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah
Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di
zaman Al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya
dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Penaklukan
atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai
menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu
selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn
Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan dan
kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang
menjadi basis kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu Kerajaan Gotik.
Dalam
proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat
dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka
adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif
dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat
yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan
perang lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka
menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.
Ia
menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak
sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif ibn Malik dan
kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang
berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk
memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq
ibn Ziyad.
Thariq
ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan Spanyol karena
pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari
sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan
sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan itu
kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah
gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan
pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan
dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki
Spanyol.
Dalam
pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq
dan pasukannya menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada
dan Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu). Sebelum menaklukkan kota
Toledo, Thariq meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di
Afrika Utara. Lalu dikirimlah 5000 personil, sehingga jumlah pasukan
Thariq 12000 orang. Jumlah ini tidak sebanding dengan pasukan ghothic
yang berjumlah 25.000 orang.
Kemenangan
pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk
penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Musa bin Nushair pun melibatkan
diri untuk membantu perjuangan Thariq. Selanjutnya, keduanya berhasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya
mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang
perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah
Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan sasarannya menguasai daerah
sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Gelombang kedua
terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang geraknya dimulai pada
permulaan abad ke-8 M ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar
jauh ke Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.
Kemenangan-kemenangan
yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat
dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam negeri Spanyol sendiri.
Pada
masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial,
politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara
politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam
beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap
tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu
aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut
agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol
dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa dan
dibunuh secara brutal.
Rakyat
dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga, keadaannya diliputi oleh
kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam
situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas dan
juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam.
Berkenaan dengan itu, Ameer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin
mengatakan, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam
segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan tetangganya di
jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan
tangan resi penguasa Visighotic.
Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada
penderitaan masyarakat. akibat perlakuan yang keji, koloni-koloni Yahudi
yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan.
Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur
tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya dan
sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan
politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke
Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, sewaktu
Spanyol berada di bawah pemerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya,
pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industri, dan
perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan
tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth,
perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah
dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan antara
satu daerah dengan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak
mendapat perawatan.
Buruknya
kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan
oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa
pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal
kehancuran kerajaan Ghot adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu
kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu
menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan
ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak, dan anak Witiza.
Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan
Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum
muslimin. Sementara itu, terjadi pula konflik antara Roderick dengan
Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung
dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam
untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah
kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq, dan Musa.
Hal
menguntungkan tentara Islam lainnya adalah tentara Roderick yang
terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat
perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga
mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum
Muslimin.
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah
suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang,
dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol
pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya
kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan
tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya
adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu
toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan
persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum Muslimin itu menyebabkan
penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak
pertama kali Islam menginjakkan kakinya ditanah Spanyol hingga
jatuhnyua kerajaan Islam terakhir di sana sekitar tujuh setengan abad
lamanya, Islam memainkan peranan yang besar, baik dalam bidang kemajuan
intelektual (filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, bahasa dan
sastra), kemegahan bangunan fisik (Cordova dan Granada). Sejarah panjang
yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam
periode yaitu :
1. Periode Pertama (711-755 M)
Pada
periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang
diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang terpusat di Damaskus. Pada
periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara
sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari
luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara
elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping
itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan
gubernur Afrika Utara yang berpusat di Khairawan.
Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol
ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur)
Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan
politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada
hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika
Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang
terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani
(Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik
politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya
di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan
kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama. Periode ini berakhir
dengan datangnya Abdurrahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755
M.
2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir(panglima
atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,
yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir
pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan
diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan
dinasti Bani Umayah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode
ini adalah Abdurrahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman
Al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah
ibn Muhammad.
Pada
periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik
di bidang politik maupun bidang peradaban. Abdurrahman Al-Dakhil
mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar
Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran.
Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abdul
Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran
filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman
Al-Ausath.
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom).
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat
Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk
negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah
orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya
adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang
berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara
orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.
Ada yang berpendapat pada periode ini dibagi menjadi dua yaitu masa Ke Amiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013).
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk Al-Thawaif.
Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar
Khalifah, penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai
kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di
Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut
penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan
Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini
merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang
dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar
ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah
pada periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman Al-Nasir (912-961 M),
Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada
periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman Al-Nasir
mendirikan universitas Cordova. Ia mendahului Al-Azhar Kairo dan
Nizhamiyah Baghdad, juga menarik minat para siswa, Kristen dan Muslim,
tidak hanya di Spanyol tetapi juga dari wilayah-wilayah lain di Eropa,
Afrika dan Asia.
Akhirnya
pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan
jabatan khalifah. Ketika itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali
negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.
4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada
periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara
kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif
yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan
sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada
periode ini umat Islam memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau
terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu
yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan
kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya
orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong
para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu
istana ke istana lain.
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada
periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa
negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan
dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M).
Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang
didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia
berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Pada masa
dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun
1118 M.
Dinasti
Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini
datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M,
tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa.
Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhhidun menyebabkan penguasanya
memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235
M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville
jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari
kekuasaan Islam.
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada
Periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti
Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di
zaman Abdurrahman An-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan
terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana
dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang
kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya
menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaannya.
Dalam
pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn
Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan
Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat
mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja,
Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen
melalui perkawinan itu tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut
kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa
menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya
mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella,
kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan
Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada
dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun
1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.
Kemajuan Peradaban
Dalam
masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam
telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh,
bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan
yang lebih kompleks.
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol
adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan
ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang
Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika
Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan
Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam
untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya
Arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas
itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan
ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
a. Filsafat
Islam
di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian
dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan
penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada
abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai
dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah
yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).
Atas
inisiatif Al-Hakam (961 -976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis
diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad
sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia islam.
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr
Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan
di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena
keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti
Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat
etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh
utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah
dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun
1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat.
Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Akhir
abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang
terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari
Cordova. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya
adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan
kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang
keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.
Ibnu
Rusyd memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme ilmiah
Aristotelian. Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia
menyerang filsafat Al-Ghazali.
b. Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan Iain-lain juga
berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan
astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.
Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat
menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa
lamanya. la juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan
jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova
adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan
saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari
kalangan wanita.
Fisika. Kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom),
ditulis oleh Abdul Rahman al-Khazini pada tahun 1121, adalah satu karya
fundamental dalam ilmu fisika di Abad Pertengahan, mewujudkan “tabel
berat jenis benda cair dan padat dan berbagai teori dan kenyataan yang
berhubungan dengan fisika.
Trigonometri Pengantar
kepada risalah astronomi dari Jabir ibnu Aflah, dari Seville, ditulis
oleh Islah al-Majisti pada pertengahan abad dua belas, berisi tentang
teori-teori trigonometrikal. Hasan al-Marrakusyi telah melengkapi pada
tahun 1229 di Maroko, suatu risalah astronomi dengan informasi
trigonometri. Karyanya tersebut berisi “tabel sinus untuk setiap
setengah derajat, juga tabel untuk mengenal benar-benar sinus, arc sinus
dan arc cotangen”
Observatorium
Maragha, berdiri pada tahun 1259 di Azerbaijan, Persia, menjadi pusat
studi astronomi dan alat-alat (baru) atau untuk memperbaiki alat-alat
astronomi, kreatif dan terkenal untuk suatu periode yang singkat. Pusat
yang menarik bagi ahli astronomi dan pembuat alat-alat astronomi dari
Persia dan mungkin Cina.
Dalam
bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan
banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis
tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah
dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn
Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun
dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas
bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika.
Geografi. Zamakhsyari (wafat 1144) seorang Persia, menulis Kitabul Amkina waljibal wal Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters). Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The Persian Book of Places),
tahun 1228, berupa suatu daftar ekstensif data-data geografis menurut
abjad termasuk fakta-fakta atas manusia dan geografi alam, arkeologi,
astronomi, fisika dan geografi sejarah. Aja’ib al-Buldan (The Wonders of Lands),
karya al-Qazwini, tahun 1262, ditulis dalam tujuh bagian yang berkaitan
dengan iklim. Muhammad ibnu Ali az-Zuhri dari Spanyol, menulis satu
risalah teori geografi setelah tahun 1140. Al-Idrisi dari Sisilia,
menulis untuk raja Normandia, Roger II, yang kemudian diketahui sebagai
sebuah deskripsi geografi yang paling teliti di dunia. Ia juga menggubah
ensiklopedia geografi antara tahun 1154 dan 1166 untuk William I.
Al-Mazini di Granada telah menulis geografi Islam Timur dan daerah
Volga; keduanya didasarkan atas perjalanannya.
C. Fiqih
Dalam
bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut Maliki. Yang
memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman.
Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi
pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya
adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn
Hazm yang terkenal.
d. Musik dan Kesenian
Dalam
bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan
dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki zaryab. Setiap kali
diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil
mempertunjukkan kebolehannya. la juga terkenal sebagai penggubah lagu.
Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria
maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya
tersebar luas.
Studi-studi
musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh para teoritikus al-Kindi,
Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin
sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog
Barat setelah tahun 1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull,
Adam de Fulda, dan George Reish dan Iain-lain, menunjuk kepada
terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang
paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
Musik
Muslim juga disebarluaskan ke seluruh benua Eropa oleh para
“penyanyi-pengembara” dari periode pertengahan ini memperkenalkan banyak
instrumen dan elemen-elemen musik Islami. Instrumen-instrumen yang
lebih terkenal adalah lute (al-lud), pandore (tanbur) dan gitar (gitara).
Kontribusi Muslim yang penting terhadap warisan musik Barat adalah
musik mensural dan nilai-nilai mensural dalam noot dan mode ritmik.
Tarian Morris di Inggris berasal dari Moorish mentas (Morise). Spanyol banyak menerapkan model-model musikal untuk sajak dan rima syair dari kebudayaan Muslim.
Banyak
risalah musikal yang telah di tulis oleh para tokoh Islam seperti
Nasiruddin Tusi dan Qutubuddin Asy-Syairazi yang lebih banyak menyusun
teori-teori musik.
e. Bahasa dan Sastra
Bahasa
Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di
Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam.
Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka
juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan
berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn
Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili,
Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
2. Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek
pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak.
Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang
pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada
masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal,
saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan.
Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang
Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam
digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk
konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan
memperkenalkan roda air (water wheel)
asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping itu,
orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk,
kebun-kebun, dan taman-taman.
Industri,
di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung
ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam,
dan industri barang-barang tembikar.
Namun
demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah
pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid,
pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah
mesjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok
Toledo, istana Al-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di
Granada.
a. Cordova
Cordova
adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh
Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah.
Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota.
Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam. Pohon-pohon
dan : bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri
istana-istana yang megah yang semakin mempercantik peman-dangan, setiap
istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang
istana Damsik.
Di
antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut
Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 mesjid di sana. Di samping itu, ciri khusus
kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja
terdapat sekitar 900 pemandi-an. Di sekitarnya berdiri
perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat
diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang
panjangnya 80 Km.
b. Granada
Granada
adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana
berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova
diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol.
Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana
Al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian
arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak
kalah indahnya.
Kisah
tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan
kota dan istana Al-Zahra, istana Al-Gazar, inenara Girilda, dan
Iain-lain.
3. Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol
Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang
kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat
Islam, seperti Abd Al Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman Al-Wasith dan Abd
Al-Kahman Al-Nashir.
Keberhasilan
politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang
terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini
adalah Muhammad Ibn Abd Al-Rahman (852-886) dan Al-Hakam II Al-Muntashir
(961-976).
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen
dan Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban
Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang
Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan
ajaran agama mereka masing-masing.
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai
komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi
beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan
kelebihannya masing-masing.
Meskipun
ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di
Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa
peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan
perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil
membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa,
meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat
api yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan
politik pada masa Muluk Al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan
mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan, merupakan puncak kemajuan ilmu
pengetahuan, Kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti
(raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan Iain-lain berusaha
menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat
ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk Al-Thawa’if berhasil
mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang di antaranya justru lebih
maju.
Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para
penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka
sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan
Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat
mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan
bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa
kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan
negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara
Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan
pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau
di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam
yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani
Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang
pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi
istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan
yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab
yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu
mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri
tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi
makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi
personifikasi ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi
Di
paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai
membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat
memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal
ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan,
karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul.
Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh
ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan
permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol
Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang
sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dan Afrika Utara. Dengan
demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung
kebangkitan Kristen di sana.
Pengaruh Peradaban Islam Di Eropa
Kemajuan
Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi
kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode
klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi
Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting
adalah Spanyol Islam.
Spanyol
merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam,
baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan
peradaban antar negara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa
Spanyol berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara
tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping
bangunan fisik. Yang terpenting di antaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd
(1120-1198 M). la melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan
berpikir. la mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat
minat semua orang yang berpikiran bebas. la mengedepankan sunnatullah
menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme
Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul
gerakan Averroeisme (Ibn Rusydisme) yang menuntut kebebasan berpikir.
Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme
ini.
Berawal
dari gerakan Averroeisme inilah di Eropa kemudian lahir reformasi pada
abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M. 41 Buku-buku Ibn Rusyd
dicetak di Vinesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan,
edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga
diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan
Strasbourg, dan di awal abad ke-17 M di Jenewa.
Pengaruh
peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa
berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di
universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova,
Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol,
mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka
mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama eropa
adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M tiga puluh
tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman Pertengahan Eropa, baru
berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu
yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan,
seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat. Pemikiran filsafat
yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan
Ibn Rusyd.
Pengaruh
ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad
ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance)
pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran
Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang
dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
Walaupun
Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat
kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa.
Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance)
pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad
ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar