DAKWAH RASULULLAH MELALUI KORESPONDENSI: SENTUHAN KATA BERMAKNA
Nabi
Muhammad SAW adalah nabi rasul untuk seluruh umat manusia sekaligus
penutup para nabi dan rasul. Tidak ada nabi maupun rasul yang di utus
lagi setelah beliau wafat. Beliau juga berdakwah dengan mengirim surat
kepada para raja dan penguasa dari berbagai bangsa dan daerah untuk
masuk Islam. Sesungguhnya dakwah dan peringatan telah di berikan agar
manusia kelak di hari kiamat tidak mengatakan “sesungguhnya tidak ada
yang memberi peringatan kepada kami.” Berikut di bawah adalah beberapa
catatan sejarah tentang surat-surat tersebut:
1. Kepada Najasyi Raja Habasyah
Najasyi
adalah Raja Habasyah dan bernama Ashham bin Abjar. Nabi mengutus sahabat Amru
bin Umayah Adh-Dhamri kepada Najasyi untuk menyampaikan suratnya yang isinya sebagai berikut:
"Bismillahirrahmannirrahim.
Dari Muhammad Rasulullah, salam kepada Najasyi, pembesar Habasyah.
Salam kepada siapa yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Sesungguhnya
aku bertauhid kepada yang tiada Tuhan kecuali Dia, Yang Maharaja yang
Maha Suci, Yang Maha Pemberi Keselamatan, Yang Maha Pemberi Keamanan,
Yang Maha Pelindung. Dan aku bersaksi bahwa Isa bin Maryam (tiupan) roh
dari Allah (yang terjadi) dengan kalimat-Nya (yang disampaikannya)
kepada Maryam yang perawan, yang baik dan menjaga diri (suci) lalu
mengandung (bayi) Isa dari wahyu dan tiupan-Nya sebagaimana menciptakan
Adam dengan tangan-Nya.
Aku
mengajak engkau kepada Allah yang Esa, tidak mempersekutukan sesuatu
bagi-Nya dan taat patuh kepada-Nya dan mengikuti aku dan meyakini
(ajaran) yang datang kepadaku.
Sesungguhnya aku utusan Allah. Dan aku mengajak engkau dan tentaramu kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Agung. Aku telah menyampaikan dan telah aku nasihatkan; maka terimalah nasihatku. Salam bagi yang mengikuti petunjuk ini."
Sesungguhnya aku utusan Allah. Dan aku mengajak engkau dan tentaramu kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Agung. Aku telah menyampaikan dan telah aku nasihatkan; maka terimalah nasihatku. Salam bagi yang mengikuti petunjuk ini."
Setelah
Najasyi membacanya, Amru melanjutkan,"Apabila
Anda menolak ajakan Nabi yang buta aksara itu, maka sama halnya dengan
sikap kaum Yahudi terhadap Isa bin Maryam. Beliau telah menyebarkan
utusan-utusannya kepada umat manusia, dan harapan kepada Anda lebih
besar ketimbang harapan kepada mereka; perasaan aman dari Anda juga
melebihi mereka karena kebaikan Anda yang lalu serta pahala yang
menunggu Anda."
Mendengar penjelasan itu, Najasyi menanggapi, "Aku bersaksi kepada Allah. Sesungguhnya dialah (Muhammad) Nabi yang ditunggu-tunggu ahli Kitab. Kabar gembira dari Musa tentang datangnya pengendara unta (Muhammad). Berita yang disampaikan kepadamu tidak sama dengan kenyataan yang ada. Pengikut dan pendukungmu dari kaum Habasyah masih amat sedikit, berilah tenggang waktu sampai aku mampu melunakkan hati mereka."
Mendengar penjelasan itu, Najasyi menanggapi, "Aku bersaksi kepada Allah. Sesungguhnya dialah (Muhammad) Nabi yang ditunggu-tunggu ahli Kitab. Kabar gembira dari Musa tentang datangnya pengendara unta (Muhammad). Berita yang disampaikan kepadamu tidak sama dengan kenyataan yang ada. Pengikut dan pendukungmu dari kaum Habasyah masih amat sedikit, berilah tenggang waktu sampai aku mampu melunakkan hati mereka."
2. Kepada Heraklius
Pada
tahun ke-6 H, sekembalinya dari Hudaibiyah, Rasulullah saw mengutus
sahabatnya, Dihyah bin Khalifah untuk menyampaikan surat kepada Heraklius. Dihyah menghadap Heraklus di istana di Yerussalem, Palestina.
Sebelum menemui Heraklius,
mereka mendapat keterangan jika menghadap raja, mereka harus sujud dan
tidak mengangkat kepala sampai ada perintah dari raja. Dihyah
mengatakan, "Aku tidak akan melakukan hal semacam itu kecuali kepada Allah."
Kemudian orang-orang di istana mengatakan, "Kalau
sikapmu demikian, maka suratmu sama sekali tidak akan diterima. Ada
jalan keluar agar suratmu diterima tanpa engkau harus sujud."
"Di
setiap tangga singgasana ada sofa tempat duduk kaisar. Letakkan surat
itu di bawah sana. Tidak ada akan ada orang yang berani menyentuhnya
kecuali dia akan membaca, dan akan memanggil orang yang meletakkannya."
Dihyah
pun melaksanakan saran tersebut. Saat sang raja menemukan surat dalam
bahasa Arab, dia memanggil seorang penerjemah. Surat tersebut isinya:
"Bismillahirrahmannirrahhim.
Dari Muhammad, hamba dan utusan Allah kepada Heraklius penguasa Romawi.
Salam sejahtera bagi siapapun yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Dengan
ini, aku menyerumu untuk memeluk Islam. Masuk Islamlah, maka Allah akan
mengganjarmu dengan pahala dua kali lipat. Akan tetapi, jika engkau
menolak, engkau harus menanggung dosa orang-orang Arisi. Wahai Ahli
Kitab, marilah (berpegang) kepada satu kalimat (ketetapan) yang tidak
ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang kita sembah
kecuali Allah, dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun.
Sebagian
kita tidak pula menjadikan tuhan selain Dia. Jika mereka berpaling,
katakanlah kepada mereka, 'Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)."
Setelah
membaca surat itu, Heraklius menyampaikan bahwa dirinya telah masuk
Islam. Namun, perkataannya itu hanya dusta belaka. Sebenarnya, Heraklius
tidak memiliki alasan untuk tidak masuk Islam setelah meyakini ajaran
Nabi. Namun, dirinya teramat sayang dengan kedudukannya sebagai raja.
3. Kepada Uskup Dhughathir
Selain
mengirimkan surat kepada Heraklius, Nabi juga menulis surat yang
ditujukan kepada uskup terpandang di Romawi, yaitu uskup Dhughatir.
Surat yang diantarkan juga oleh Dihyah tersebut berisi:
"Salam
bagi yang beriman. Atas dasar itu sesungguhnya Isa bin Maryam adalah
tiupan roh Allah, terjadi dengan kalimat-Nya yang benar (haq),
disampaikan kepada Maryam yang suci. Aku beriman kepada Allah dan apa
yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya
serta apa yang diberikan kepada para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak
membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami hanya tunduk
patuh kepadanya. Salam yang mengikuti petunjuk."
Setelah membaca surat tersebut, sang uskup berkata kepada Dihyah, "Demi
Allah, kawannya adalah seorang Nabi yang diutus. Kami mengenali
sifat-sifat dan namanya semuanya tercantum dalam kitab-kitab kami."
Uskup
tersebut kemudian menanggalkan keuskupannya yang berwarna hitam dan
digantinya dengan jubah berwarna putih. Dia mengambil tongkatnya, lalu
beranjak menuju ke gereja. Di sana, banyak orang sedang berkumpul. Di
hadapan mereka, uskup berkata, "Wahai
segenap orang Romawi, aku telah menerima surat dari Ahmad yang mengajak
kita kepada Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Mendengar ucapannya tersebut, orang-orang pun serempak menyerang dan memukulinya bertubi-tubi hingga tewas.
Setelah kejadian itu, Dihyah kembali kepada Heraklius. Kemudian Heraklius berujar, "Aku
sudah memberitahukan kepadamu bahwa kami mencemaskan diri sendiri dan
tindakan kekerasan mereka. Demi Allah, uskup Dhughatir lebih mulia
daripada aku."
4. Kepada Muqauqis (penguasa Iskandaria, Mesir)
Nabi
mengirimkan sahabatnya, Hatsib bin Abu Balta'ah untuk menyampaikan
surat kepada Muqauqis. Diriwayatkan pula, Nabi juga mengutus seorang
budak yang telah dimerdekakan dan menjadi anak angkat sahabat Abu Raha
Al-Ghifari, yang bernama Jira untuk menemani Hatsib.
Hatsib menemui Muqauqis di balai istana di Iskandaria. Surat tersebut berisi:
"Bismillahirrahmannirrahim.
Dari Muhammad hamba Allah dan Rasulullah. Kepada Muqauqis Peguasa
Qibthi. Salam sejahtera kepada yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Aku
mengajak Anda dengan dakwah Islam. Anutlah agama Islam dan Anda
selamat. Allah akan memberimu pahala dua kali lipat. Tetapi apabila Anda
berpaling, Anda akan memikul dosa kaum Qibthi. Wahai Ahli kitab,
marilah menuju ke suatu kalimat ketetapan yang tidak terdapat suatu
perselisihan di antara kita, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan
tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun. Tidak pula sebagian kita
menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain dari Allah. Jika
mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, 'Saksikanlah bahwa kami
adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah (muslimin)."
Setelah
membaca surat tersebut, Muqauqis berbincang dengan Hatsib. Dia bertanya
tentang Nabi, dan ia menyadari bahwa baik Nabi maupun Hatsib adalah
orang yang bijaksana. Muqauqis kemudian menyimpan surat tersebut ke
dalam kotak dan mengutus seorang sekretarisnya untuk menulis surat
balasan yang isinya:
"Bismillahirrahmannirrahim. Untuk Muhammad bin Abdullah dari Muqauqis penguasa Qibthi. Salam sejahtera bagi Anda. Amma ba'du.
Aku
telah membaca surat Anda dan memahami apa yang tersirat di dalamnya
serta terhadap apa yang Anda serukan. Anda telah mengetahui bahwa Anda
adalah Nabi yang akan datang, dan aku kira muncul di negeri Syam. Aku
sangat menghormati utusan Anda."
5. Kepada Kisra Raja Persia
Nabi
juga mengirimkan surat kepada Raja Persia yang bergelar Kisra. Namanya
saat itu adalah Abrawiz bin Hurmuz bin Anu Syirwan. Dia menjadi penguasa
Persia selama 48 tahun.
Ke Persia, Nabi mengutus sahabatnya Abdullah bin Hudzaifah As-Sahmi yang sering berkunjung ke Kisra. Isi surat tersebut:
"Bismillahirrahmanirrahim.
Dari Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya. Kepada Kisra penguasa rakyat
Persia. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk dan beriman kepada
Allah SWT dan Rasul-Nya. Aku bersaksi behawa tiada Tuhan kecuali Allah
yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Aku mengajak dengan seruan Allah.
Sesungguhnya
aku adalah Rasul Allah kepada seluruh umat manusia supaya dapat memberi
peringatan kepada orang-orang yang hidup hatinya dan supaya ketetapan
azab kepada orang-orang kafir itu pasti. Masuklah Anda ke dalam Islam,
niscaya akan selamat. Jika kamu menolak, sesungguhnya kamu memikul dosa
kaum Majusi."
Setelah
membaca surat tersebut, Kisra memberikan seonggok pasir kepada Abdullah
untuk diteruskan kepada Nabi Muhammad saw. Abdullah pun diusir dengan
kasar.
Ketika mendapat laporan dari Abdullah dan menerima pasir dari Kisra, Nabi Muhammad saw mengatakan, "Semoga
Allah merobek-robek kerajaannya sebagaimana ia merobek-robek suratku.
Dia mengirimkan sekantong pasir kepadaku, dan kalian nanti akan
menguasai seluruh tanah negerinya."
Allah berkenan mengabulkan doa Nabi. Kisra dan saudara-saudaranya mati dibunuh oleh anaknya sendiri yang bernama Syirawih.
Pada
akhirnya, Badzan, Gubernur Persia di Yaman justru mematuhi ajakan
seruan Nabi. Ia mengumumkan keislamannya dan diikuti oleh orang-orang
keturunan Persia di masa-masa selanjutnya.
6. Kepada Gubernur Kisra, Mundzir bin Sawa Al Abdi
Nabi
mengutus sahabatnya Al-'Ala bin Hadhrami kepada Munddzir mengirimkan
surat kepada Mundzir bin Sawa Al-Abdi, Gubernur Kisra di Bahrain.
Seperti surat lainnya, Muhammad saw mengajaknya masuk Islam. Isi surat
tersebut:
"Bismillahirrahmannirrahim.
Dari Muhammad Rasulullah kepada Mundzir bin Sawa. Salam sejahtera
bagimu. Sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah untukmu. Tiada Tuhan
selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Amma Ba'du.
Sesungguhnya
aku mengingatkanmu akan Allah. Siapa saja yang setia, sesungguhnya itu
untuk kebaikan dirinya sendiri. Siapa saja yang mengikuti
utusan-utusanku dan mematuhi perintah mereka berarti mengkuti aku. Dan
siapa saja yang setia kepada mereka, berarti setia kepadaku.
Utusan-utusanku telah memuji kebaikanmu karena Allah. Aku sendiri telah meminta kepada Tuhan tentang kaummu untukmu.
Biarkan
kaum muslimin melaksanakan ajaran Islamnya dan hendaknya kamu memaafkan
orang-orang yang bersalah. Terimalah dari mereka. Apabila kamu baik
dalam tugasmu, kami tidak akan memberhentikan kamu. Bagi siapa saja yang
tetap memeluk agamanya, Yahudi atau[un Majusi, dia diwajibkan membayar
jizyah."
Setelah Mundzir selesai membaca surat itu, sang utusan Nabi saw berkata kepadanya, "Wahai
Mundzir, engkau memiliki akal pikiran yang tinggi untuk duniamu, maka
janganlah menjadi kerdil menghadapi akhirat. Agama Majusi adalah agama
yang paling buruk. Menikahi perempuan yang dilarang untuk dinikahinya.
Memakan makanan yang tidak disukai. Menyembah api yang kelak pada hari
kiamat akan membakar dirinya sendiri. Engkau bukanlah orang yang berakal
dan engkau berpandangan sempit.
Wajarkah
untuk tidak mempercayai orang yang tidak pernah berdusta di dunia?
Patutkan orang yang tidak pernah berkhianat tidak kita amanati? Serta
orang yang tidak pernah ingkar janji tidak kita yakini kebaikannya?
Kalau semua itu sudah jelas, maka ketahuilah bahwa dialah Nabi yang ummi
(buta huruf) yang sulit bagi orang yang berakal untuk mengatakan
'Alangkah baiknya sekiranya apa yang diperintahkan dijadikan larangan
sedang yang dilarang dijadikan suatu perintah."
Surat Nabi saw dan ucapan utusannya menyentuk lubuk hati Mundzir. Kemudian dia menulis surat balasan kepada Muhammad saw:
"Amma
ba'du. Wahai Rasulullah, aku telah membacakan surat Anda di hadapan
penduduk Bahrain. Di antara mereka ada yang menyukai Islam, kagum, lalu
memeluknya. Namun ada pula yang tidak menyukainya. Penduduk negeri kami
ada yang memeluk Majusi dan Yahudi. Oleh karena itu kami mengharapkan
suatu bimbingan."
7. Kepada Raja Oman
Pada bulan Dzul Qa'dah tahun 8 H, Nabi Muhammad saw mengutus Amru bin Al-Ash kepada dua orang raja Oman. Isi surat tersebut:
"Bismillahhirrahmanirrahim.
Dari Muhammad bin Abdullah dan Rasul Allah. Kepada Jaifar dan Abdu
putra Al-Julandi. Salam sejahtera bagi siapa saja yang mengikuti
petunjuk. Amma ba'du.
Aku
mengajak kalian dengan dakwah Islam, anutlah agama Islam maka Anda akan
selamat. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada seluruh umat
manusia untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya)
agar ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir sudah pasti. Apabila
kalian berdua memeluk Islam, aku akan menetapkan kalian sebagai
penguasa. Apabila tidak, maka kekuasaan kalian akan lenyap. Pasukan
berkudaku akan menguasai dataran negeri kalian dan kenabianku akan
mengalahkan kekuasaan kalian."
Penulis
surat tersebut adalah seorang sekretaris Nabi saw, Ubay bin Ka'ab dan
dibubuhi stempel. Setelah dialog yang panjang, dan kecerdasan Amru dalam
berargumentasi serta Allah menghendakinya, maka kedua raja tersebut
masuk Islam. Langkah ini diikuti penduduk Oman. Sedangkan Amru sendiri
menetap tinggal di Oman hingga wafatnya.
8. Kepada penguasa Yamamah, Haudzah
Nabi
Muhammad saw mengutus Salith bin Amruu Al-Amari untuk mengantarkan
surat kepada Haudzah, penguasa Yamamah, suatu negeri di sebelah timur
kota Mekah. Isi surat tersebut:
"Bismillahirrahmannirrahim.
Dari Muhammad Rasulullah. Kepada Haudzah bin Ali. Salam sejahtera
kepada yang mengikuti petunjuk. Anutlah agama Islam, maka kamu akan
selamat. Sesuatu yang ada di tanganmu akan tetap menjadi milikmu."
Haudzah
menyambut baik surat dan ajaran Muhammad saw. Namun dia ternyata lebih
memilih kekuasaannya dan menolak beriman kepada Allah dan Rasulullah.
9. Kepada raja-raja Yaman
Nabi mengirimkan surat kepada Harits, Masruh, dan Nu'aim bin Kilal dari kabilah Himyar yang merupakan salah satu kabilah terbesar dari suku Qahthan. Di saerah itu banyak pemeluk agama Yahudi, mereka menyembah matahari dan mempunyai rumah penyembahan di Shan'a. Isi surat Nabi Muhammad saw:
"Bismillahirrahmanirrahim.
Anutlah agama Islam dan berimanlah kepada Allah serta Rasul-Nya.
Sebenarnya Allah adalah Tunggal, Esa, dan tiada sekutu bagi-Nya. Allah
mengutus Musa dengan ayat-ayat-Nya (mukzizat-Nya) dan menciptakan Isa
dengan kalimat-Nya. Kaum Yahudi menganggap Uzair anak Tuhan dan kaum
Kristen menyatakan bahwa Allah adalah satu dari tiga Tuhan. Serta Isa
adalah anak Allah."
Raja-raja
tersebut menerima ajaran Muhammad saw dan menyatakan keislamannya. Nabi
menyambut gembira hal itu dan mengirimkan rombongan pengajar yang
dipimpin Mu'adz bin Jabal dengan membawa pesan-pesan tertulis yang
menjelaskan hak dan kewajiban yang harus mereka jalankan serta sikap
Islam terhadap orang-orang muslim dan non-muslim.
Para
penerima surat seruan tauhid dari Nabi Muhammad saw lainnya antara lain
uskup pemimpin agama Kristen di Najran bernama Abdul Harits; Akhtam
dari Kabilah Tamim, seorang yang terkenal bijaksana di kalangan bangsa
Arab; pemimpin Abdul Qais, Akbar bin Abdul Qais; kepada penduduk
Bahrain; kepada Bani Jamil yang merupakan kabilah besar dari suku
Qahthan, penguasa Hamadzan dan penduduknya; Haudzah bin Ali Hanafi dan
penduduk Yamamah; Hadast dari kabilah Qahthan yang terkenal dengan
kekuasaannya yang kuat; kepada Yazid bin Muhajjal Al-Haritsi; kepada
Qanan bin Yazid; kepada Abdu Yaghuts bin Wa'la Al-Haritsi; Bani Ziyad
bin Al-Harits; Tsumalah yakni suku dari Bani Tsaqif di Tha'if; Qais bin
Al-Hashin; dan penduduk Hamadzan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar