Kamis, 20 Maret 2014

DAKWAH KORESPONDENSI

DAKWAH RASULULLAH MELALUI KORESPONDENSI: SENTUHAN KATA BERMAKNA
 
Nabi Muhammad SAW adalah nabi rasul untuk seluruh umat manusia sekaligus penutup para nabi dan rasul. Tidak ada nabi maupun rasul yang di utus lagi setelah beliau wafat. Beliau juga berdakwah dengan mengirim surat kepada para raja dan penguasa dari berbagai bangsa dan daerah untuk masuk Islam. Sesungguhnya dakwah dan peringatan telah di berikan agar manusia kelak di hari kiamat tidak mengatakan “sesungguhnya tidak ada yang memberi peringatan kepada kami.” Berikut di bawah adalah beberapa catatan sejarah tentang surat-surat tersebut:
1. Kepada Najasyi Raja Habasyah
Najasyi adalah Raja Habasyah dan bernama Ashham bin Abjar. Nabi mengutus sahabat Amru bin Umayah Adh-Dhamri kepada Najasyi untuk menyampaikan suratnya yang isinya sebagai berikut:

"Bismillahirrahmannirrahim. Dari Muhammad Rasulullah, salam kepada Najasyi, pembesar Habasyah. Salam kepada siapa yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Sesungguhnya aku bertauhid kepada yang tiada Tuhan kecuali Dia, Yang Maharaja yang Maha Suci, Yang Maha Pemberi Keselamatan, Yang Maha Pemberi Keamanan, Yang Maha Pelindung. Dan aku bersaksi bahwa Isa bin Maryam (tiupan) roh dari Allah (yang terjadi) dengan kalimat-Nya (yang disampaikannya) kepada Maryam yang perawan, yang baik dan menjaga diri (suci) lalu mengandung (bayi) Isa dari wahyu dan tiupan-Nya sebagaimana menciptakan Adam dengan tangan-Nya.
Aku mengajak engkau kepada Allah yang Esa, tidak mempersekutukan sesuatu bagi-Nya dan taat patuh kepada-Nya dan mengikuti aku dan meyakini (ajaran) yang datang kepadaku.
Sesungguhnya aku utusan Allah. Dan aku mengajak engkau dan tentaramu kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Agung. Aku telah menyampaikan dan telah aku nasihatkan; maka terimalah nasihatku. Salam bagi yang mengikuti petunjuk ini."
Setelah Najasyi membacanya, Amru melanjutkan,"Apabila Anda menolak ajakan Nabi yang buta aksara itu, maka sama halnya dengan sikap kaum Yahudi terhadap Isa bin Maryam. Beliau telah menyebarkan utusan-utusannya kepada umat manusia, dan harapan kepada Anda lebih besar ketimbang harapan kepada mereka; perasaan aman dari Anda juga melebihi mereka karena kebaikan Anda yang lalu serta pahala yang menunggu Anda."

Mendengar penjelasan itu, Najasyi menanggapi, "Aku bersaksi kepada Allah. Sesungguhnya dialah (Muhammad) Nabi yang ditunggu-tunggu ahli Kitab. Kabar gembira dari Musa tentang datangnya pengendara unta (Muhammad). Berita yang disampaikan kepadamu tidak sama dengan kenyataan yang ada. Pengikut dan pendukungmu dari kaum Habasyah masih amat sedikit, berilah tenggang waktu sampai aku mampu melunakkan hati mereka."
2. Kepada Heraklius

Pada tahun ke-6 H, sekembalinya dari Hudaibiyah, Rasulullah saw mengutus sahabatnya, Dihyah bin Khalifah untuk menyampaikan surat kepada Heraklius. Dihyah menghadap Heraklus di istana di Yerussalem, Palestina.
Sebelum menemui Heraklius, mereka mendapat keterangan jika menghadap raja, mereka harus sujud dan tidak mengangkat kepala sampai ada perintah dari raja. Dihyah mengatakan, "Aku tidak akan melakukan hal semacam itu kecuali kepada Allah."
Kemudian orang-orang di istana mengatakan, "Kalau sikapmu demikian, maka suratmu sama sekali tidak akan diterima. Ada jalan keluar agar suratmu diterima tanpa engkau harus sujud."
"Di setiap tangga singgasana ada sofa tempat duduk kaisar. Letakkan surat itu di bawah sana. Tidak ada akan ada orang yang berani menyentuhnya kecuali dia akan membaca, dan akan memanggil orang yang meletakkannya."
Dihyah pun melaksanakan saran tersebut. Saat sang raja menemukan surat dalam bahasa Arab, dia memanggil seorang penerjemah. Surat tersebut isinya:
"Bismillahirrahmannirrahhim. Dari Muhammad, hamba dan utusan Allah kepada Heraklius penguasa Romawi. Salam sejahtera bagi siapapun yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Dengan ini, aku menyerumu untuk memeluk Islam. Masuk Islamlah, maka Allah akan mengganjarmu dengan pahala dua kali lipat. Akan tetapi, jika engkau menolak, engkau harus menanggung dosa orang-orang Arisi. Wahai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang kita sembah kecuali Allah, dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun.
Sebagian kita tidak pula menjadikan tuhan selain Dia. Jika mereka berpaling, katakanlah kepada mereka, 'Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)."
Setelah membaca surat itu, Heraklius menyampaikan bahwa dirinya telah masuk Islam. Namun, perkataannya itu hanya dusta belaka. Sebenarnya, Heraklius tidak memiliki alasan untuk tidak masuk Islam setelah meyakini ajaran Nabi. Namun, dirinya teramat sayang dengan kedudukannya sebagai raja.
3. Kepada Uskup Dhughathir

Selain mengirimkan surat kepada Heraklius, Nabi juga menulis surat yang ditujukan kepada uskup terpandang di Romawi, yaitu uskup Dhughatir. Surat yang diantarkan juga oleh Dihyah tersebut berisi:
"Salam bagi yang beriman. Atas dasar itu sesungguhnya Isa bin Maryam adalah tiupan roh Allah, terjadi dengan kalimat-Nya yang benar (haq), disampaikan kepada Maryam yang suci. Aku beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya serta apa yang diberikan kepada para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami hanya tunduk patuh kepadanya. Salam yang mengikuti petunjuk."
Setelah membaca surat tersebut, sang uskup berkata kepada Dihyah, "Demi Allah, kawannya adalah seorang Nabi yang diutus. Kami mengenali sifat-sifat dan namanya semuanya tercantum dalam kitab-kitab kami."
Uskup tersebut kemudian menanggalkan keuskupannya yang berwarna hitam dan digantinya dengan jubah berwarna putih. Dia mengambil tongkatnya, lalu beranjak menuju ke gereja. Di sana, banyak orang sedang berkumpul. Di hadapan mereka, uskup berkata, "Wahai segenap orang Romawi, aku telah menerima surat dari Ahmad yang mengajak kita kepada Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Mendengar ucapannya tersebut, orang-orang pun serempak menyerang dan memukulinya bertubi-tubi hingga tewas.
Setelah kejadian itu, Dihyah kembali kepada Heraklius. Kemudian Heraklius berujar, "Aku sudah memberitahukan kepadamu bahwa kami mencemaskan diri sendiri dan tindakan kekerasan mereka. Demi Allah, uskup Dhughatir lebih mulia daripada aku."
4. Kepada Muqauqis (penguasa Iskandaria, Mesir)

Nabi mengirimkan sahabatnya, Hatsib bin Abu Balta'ah untuk menyampaikan surat kepada Muqauqis. Diriwayatkan pula, Nabi juga mengutus seorang budak yang telah dimerdekakan dan menjadi anak angkat sahabat Abu Raha Al-Ghifari, yang bernama Jira untuk menemani Hatsib.
Hatsib menemui Muqauqis di balai istana di Iskandaria. Surat tersebut berisi:
"Bismillahirrahmannirrahim. Dari Muhammad hamba Allah dan Rasulullah. Kepada Muqauqis Peguasa Qibthi. Salam sejahtera kepada yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Aku mengajak Anda dengan dakwah Islam. Anutlah agama Islam dan Anda selamat. Allah akan memberimu pahala dua kali lipat. Tetapi apabila Anda berpaling, Anda akan memikul dosa kaum Qibthi. Wahai Ahli kitab, marilah menuju ke suatu kalimat ketetapan yang tidak terdapat suatu perselisihan di antara kita, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun. Tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain dari Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, 'Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah (muslimin)."
Setelah membaca surat tersebut, Muqauqis berbincang dengan Hatsib. Dia bertanya tentang Nabi, dan ia menyadari bahwa baik Nabi maupun Hatsib adalah orang yang bijaksana. Muqauqis kemudian menyimpan surat tersebut ke dalam kotak dan mengutus seorang sekretarisnya untuk menulis surat balasan yang isinya:
"Bismillahirrahmannirrahim. Untuk Muhammad bin Abdullah dari Muqauqis penguasa Qibthi. Salam sejahtera bagi Anda. Amma ba'du.
Aku telah membaca surat Anda dan memahami apa yang tersirat di dalamnya serta terhadap apa yang Anda serukan. Anda telah mengetahui bahwa Anda adalah Nabi yang akan datang, dan aku kira muncul di negeri Syam. Aku sangat menghormati utusan Anda."
5. Kepada Kisra Raja Persia

Nabi juga mengirimkan surat kepada Raja Persia yang bergelar Kisra. Namanya saat itu adalah Abrawiz bin Hurmuz bin Anu Syirwan. Dia menjadi penguasa Persia selama 48 tahun.
Ke Persia, Nabi mengutus sahabatnya Abdullah bin Hudzaifah As-Sahmi yang sering berkunjung ke Kisra. Isi surat tersebut:
"Bismillahirrahmanirrahim. Dari Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya. Kepada Kisra penguasa rakyat Persia. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk dan beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Aku bersaksi behawa tiada Tuhan kecuali Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Aku mengajak dengan seruan Allah.
Sesungguhnya aku adalah Rasul Allah kepada seluruh umat manusia supaya dapat memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup hatinya dan supaya ketetapan azab kepada orang-orang kafir itu pasti. Masuklah Anda ke dalam Islam, niscaya akan selamat. Jika kamu menolak, sesungguhnya kamu memikul dosa kaum Majusi."
Setelah membaca surat tersebut, Kisra memberikan seonggok pasir kepada Abdullah untuk diteruskan kepada Nabi Muhammad saw. Abdullah pun diusir dengan kasar.
Ketika mendapat laporan dari Abdullah dan menerima pasir dari Kisra, Nabi Muhammad saw mengatakan, "Semoga Allah merobek-robek kerajaannya sebagaimana ia merobek-robek suratku. Dia mengirimkan sekantong pasir kepadaku, dan kalian nanti akan menguasai seluruh tanah negerinya."
Allah berkenan mengabulkan doa Nabi. Kisra dan saudara-saudaranya mati dibunuh oleh anaknya sendiri yang bernama Syirawih.
Pada akhirnya, Badzan, Gubernur Persia di Yaman justru mematuhi ajakan seruan Nabi. Ia mengumumkan keislamannya dan diikuti oleh orang-orang keturunan Persia di masa-masa selanjutnya.
6. Kepada Gubernur Kisra, Mundzir bin Sawa Al Abdi

Nabi mengutus sahabatnya Al-'Ala bin Hadhrami kepada Munddzir mengirimkan surat kepada Mundzir bin Sawa Al-Abdi, Gubernur Kisra di Bahrain. Seperti surat lainnya, Muhammad saw mengajaknya masuk Islam. Isi surat tersebut:
"Bismillahirrahmannirrahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada Mundzir bin Sawa. Salam sejahtera bagimu. Sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah untukmu. Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Amma Ba'du.
Sesungguhnya aku mengingatkanmu akan Allah. Siapa saja yang setia, sesungguhnya itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Siapa saja yang mengikuti utusan-utusanku dan mematuhi perintah mereka berarti mengkuti aku. Dan siapa saja yang setia kepada mereka, berarti setia kepadaku. Utusan-utusanku telah memuji kebaikanmu karena Allah. Aku sendiri telah meminta kepada Tuhan tentang kaummu untukmu.
Biarkan kaum muslimin melaksanakan ajaran Islamnya dan hendaknya kamu memaafkan orang-orang yang bersalah. Terimalah dari mereka. Apabila kamu baik dalam tugasmu, kami tidak akan memberhentikan kamu. Bagi siapa saja yang tetap memeluk agamanya, Yahudi atau[un Majusi, dia diwajibkan membayar jizyah."
Setelah Mundzir selesai membaca surat itu, sang utusan Nabi saw berkata kepadanya, "Wahai Mundzir, engkau memiliki akal pikiran yang tinggi untuk duniamu, maka janganlah menjadi kerdil menghadapi akhirat. Agama Majusi adalah agama yang paling buruk. Menikahi perempuan yang dilarang untuk dinikahinya. Memakan makanan yang tidak disukai. Menyembah api yang kelak pada hari kiamat akan membakar dirinya sendiri. Engkau bukanlah orang yang berakal dan engkau berpandangan sempit.
Wajarkah untuk tidak mempercayai orang yang tidak pernah berdusta di dunia? Patutkan orang yang tidak pernah berkhianat tidak kita amanati? Serta orang yang tidak pernah ingkar janji tidak kita yakini kebaikannya? Kalau semua itu sudah jelas, maka ketahuilah bahwa dialah Nabi yang ummi (buta huruf) yang sulit bagi orang yang berakal untuk mengatakan 'Alangkah baiknya sekiranya apa yang diperintahkan dijadikan larangan sedang yang dilarang dijadikan suatu perintah."
Surat Nabi saw dan ucapan utusannya menyentuk lubuk hati Mundzir. Kemudian dia menulis surat balasan kepada Muhammad saw:
"Amma ba'du. Wahai Rasulullah, aku telah membacakan surat Anda di hadapan penduduk Bahrain. Di antara mereka ada yang menyukai Islam, kagum, lalu memeluknya. Namun ada pula yang tidak menyukainya. Penduduk negeri kami ada yang memeluk Majusi dan Yahudi. Oleh karena itu kami mengharapkan suatu bimbingan."
7. Kepada Raja Oman

Pada bulan Dzul Qa'dah tahun 8 H, Nabi Muhammad saw mengutus Amru bin Al-Ash kepada dua orang raja Oman. Isi surat tersebut:
"Bismillahhirrahmanirrahim. Dari Muhammad bin Abdullah dan Rasul Allah. Kepada Jaifar dan Abdu putra Al-Julandi. Salam sejahtera bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du.
Aku mengajak kalian dengan dakwah Islam, anutlah agama Islam maka Anda akan selamat. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada seluruh umat manusia untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) agar ketetapan (azab) terhadap orang-orang kafir sudah pasti. Apabila kalian berdua memeluk Islam, aku akan menetapkan kalian sebagai penguasa. Apabila tidak, maka kekuasaan kalian akan lenyap. Pasukan berkudaku akan menguasai dataran negeri kalian dan kenabianku akan mengalahkan kekuasaan kalian."
Penulis surat tersebut adalah seorang sekretaris Nabi saw, Ubay bin Ka'ab dan dibubuhi stempel. Setelah dialog yang panjang, dan kecerdasan Amru dalam berargumentasi serta Allah menghendakinya, maka kedua raja tersebut masuk Islam. Langkah ini diikuti penduduk Oman. Sedangkan Amru sendiri menetap tinggal di Oman hingga wafatnya.
8. Kepada penguasa Yamamah, Haudzah

Nabi Muhammad saw mengutus Salith bin Amruu Al-Amari untuk mengantarkan surat kepada Haudzah, penguasa Yamamah, suatu negeri di sebelah timur kota Mekah. Isi surat tersebut:
"Bismillahirrahmannirrahim. Dari Muhammad Rasulullah. Kepada Haudzah bin Ali. Salam sejahtera kepada yang mengikuti petunjuk. Anutlah agama Islam, maka kamu akan selamat. Sesuatu yang ada di tanganmu akan tetap menjadi milikmu."
Haudzah menyambut baik surat dan ajaran Muhammad saw. Namun dia ternyata lebih memilih kekuasaannya dan menolak beriman kepada Allah dan Rasulullah.
9. Kepada raja-raja Yaman

Nabi mengirimkan surat kepada Harits, Masruh, dan Nu'aim bin Kilal dari kabilah Himyar yang merupakan salah satu kabilah terbesar dari suku Qahthan. Di saerah itu banyak pemeluk agama Yahudi, mereka menyembah matahari dan mempunyai rumah penyembahan di Shan'a. Isi surat Nabi Muhammad saw:
"Bismillahirrahmanirrahim. Anutlah agama Islam dan berimanlah kepada Allah serta Rasul-Nya. Sebenarnya Allah adalah Tunggal, Esa, dan tiada sekutu bagi-Nya. Allah mengutus Musa dengan ayat-ayat-Nya (mukzizat-Nya) dan menciptakan Isa dengan kalimat-Nya. Kaum Yahudi menganggap Uzair anak Tuhan dan kaum Kristen menyatakan bahwa Allah adalah satu dari tiga Tuhan. Serta Isa adalah anak Allah."
Raja-raja tersebut menerima ajaran Muhammad saw dan menyatakan keislamannya. Nabi menyambut gembira hal itu dan mengirimkan rombongan pengajar yang dipimpin Mu'adz bin Jabal dengan membawa pesan-pesan tertulis yang menjelaskan hak dan kewajiban yang harus mereka jalankan serta sikap Islam terhadap orang-orang muslim dan non-muslim.
Para penerima surat seruan tauhid dari Nabi Muhammad saw lainnya antara lain uskup pemimpin agama Kristen di Najran bernama Abdul Harits; Akhtam dari Kabilah Tamim, seorang yang terkenal bijaksana di kalangan bangsa Arab; pemimpin Abdul Qais, Akbar bin Abdul Qais; kepada penduduk Bahrain; kepada Bani Jamil yang merupakan kabilah besar dari suku Qahthan, penguasa Hamadzan dan penduduknya; Haudzah bin Ali Hanafi dan penduduk Yamamah; Hadast dari kabilah Qahthan yang terkenal dengan kekuasaannya yang kuat; kepada Yazid bin Muhajjal Al-Haritsi; kepada Qanan bin Yazid; kepada Abdu Yaghuts bin Wa'la Al-Haritsi; Bani Ziyad bin Al-Harits; Tsumalah yakni suku dari Bani Tsaqif di Tha'if; Qais bin Al-Hashin; dan penduduk Hamadzan
(Sumber: http://ramadan.detik.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar