TEORI
SOSIOKULTURAL VYGOTSKY
Temuan baru mengenai teori pembelajaran merupakan suatu inovasi yang sangat signifikan dalam konteks pembelajaran terutama dalam interaksi edukatif antara murid dan guru. Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolution
dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vigotsky. Ia
mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar
sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan
dengan cara menelusuri apa yang ada dibalik otaknya dan pada kedalaman jiwanya,
melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari
sejarah hidupnya (Moll & Greenberg, 1990). Peningkatan fungsi-fungsi mental
seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari
individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat
dengan aktifitas-aktifitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk
memahami proses-proses sosial dan psikologis manusia adalah tanda-tanda atau
lambang yang berfungsi sebagai mediator (Wertsch, 1990). Tanda-tanda atau
lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosial-kultural di mana
seseorang berada.
Mekanisme teori yang digunakannya untuk menspesifikasi
hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan
pada tema mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau
lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai
penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosiokultural dan manusia sebagai
tempat berlangsungnya proses mental (Moll, 1994).
Atas dasar pemikiran Vygotsky, Moll dan Greenberg
(dalam Moll, 1994) melakukan studi etnografi dan menemukan adanya jaringan-jaringan
erat, luas, dan kompleks di dalam dan di antara keluarga-keluarga.
Jaringan-jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang
membentuk kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan,
ketrampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Anak-anak memperoleh berbagai
pengetahuan dan ketrampilan melalui interaksi sosial sehari-hari. Mereka
terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam keluarga untuk memperoleh
dan juga menyebarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki. Ada suatu
kerja sama di antara anggota keluarga dalam interaksi tersebut.
Menurut Vygotsky, Perolehan pengetahuan dan
perkembangan kognitif seseorang sesuai dengan teori sociogenesis. Dimensi
kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi idividualnya bersifat
bersifat derivatif atau merupakan turunan dan bersifat sekunder (Palincsar,
Wertsch & Tulviste, dalam supratiknya, 2002). Artinya, pengetahuan dan
perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial diluar
dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersifat pasif dalam berkembangan
kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang
dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat
disebut dengan pendekatan kokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif
seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh
lingkungan yang aktif pula.
Konsep-konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky
tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosiokultural dalam
teori belajar dan pembelajaran adalah hukum genetik tentang perkembangan (genetic
law of defelopment), zona perkembangan proksimal (zone of proximal
development), dan mediasi.
Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan
tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial tempat
orang-orang membentuk lingkungan sosialnya (dapat dikategorikan sebagai
interpsikologis atau intermental), dan tataran psikologis di dalam diri orang
yang bersangkutan (dapat dikategorikan sebagai intrapsikologis atau
intramental). Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan
sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan
serta perkembangan kognitif seseorang dikatakannya bahwa fungsi-fungsi mental
yang lebih tinggi dalam diri seseorang akan muncul dan berasal dari kehidupan
sosialnya. Sementara itu fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau
keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi
terhadap proses-proses sosial tersebut.
Pada mulanya anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial
tertentu tanpa memahami maknanya. Pemaknaan atau kontruksi pengetahuan baru
muncul atau terjadi melalui proses internalisasi. Namun internalisasi yang
dimaksud oleh Vygotsky bersifat transformatif, yaitu mampu memunculkan
perubahan dan perkembangan yang tidak sekedar berupa transfer atau pengalihan.
Maka belajar dan perkembangan merupakan satu kesatuan dan saling menentukan.
Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Vygotsky juga mengemukakan konsepnya tentang zona
perkembangan proksimal (zone of proximal development). Menurutnya,
perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu
tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan
tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut
sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak
dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah
ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman
sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental. Jarak
antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan
potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai
fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam
proses pematangan. Ibaratnya sebagai embrio, kuncup atau bunga,yang belum
menjadi buah. Tunas-tunas perkembangan ini akan menjadi matang melalui
interaksinya dengan orang dewasa atau kolaborasi dengan teman sebaya yang lebih
kompeten. Untuk menafsirkan konsep zona perkembangan proksimal ini dengan
menggunakan scaffolding interpretation, yaitu memandang zona perkembangan
proksimal sebagai perancah, sejenis wilayah penyangga atau batu loncatan untuk
mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Gagasan Vygotsky tentang perkembangan proksimal ini
mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci
yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen
atau saling terkait, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context
dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bantuk
fundamentaldalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
Berpijak pada konsep zona perkembangan proksimal, maka
sebelum terjadi internalisasi dalam diri anak, atau sebelum kemampuan
intramental terbentuk, anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang dewasa
dan atau teman sebaya yang lebih kompeten perlu membantu dengan berbagai cara
seperti memberikan contoh, memberikan feedback, menarik kesimpulan, dan
sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya.
Mediasi
Menurut Vygotsky, kunci utama untuk memahami
proses-proses sosial dan psikologis adalah tanda-tanda atau lambang-lambang
tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural di mana seseorang
berada. Semua perbuatan atau proses psikologis yang khas manusiawi dimediasikan
dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis berupa bahasa, tanda dan
lambang, atau semiotika.
Dalam kegiatan pembelajaran, anak dibimbing oleh orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih kompeten untuk memahami alat-alat semiotik
ini. Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini
berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam
diri anak. Mekanisme hubungan antara pendekatan sosiokultural dan fungsi-fungsi
mental didasari oleh tema mediasi semiotik, artinya tanda-tanda atau
lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penghubung
antara rasionalitas sosio-kultural (intermental) dengan individu sebagai tempat
berlangsungnya proses mental (intramental)(Wertsch dalam Budiningsih, 2005).
Ada beberapa elemen yang memperluas pendapat Vygotsky. Elemen-elemen tersebut
terdiri dari ucapan, bunyi suara, tipe percakapan sosial dan dialog, dimana
secara kontekstual elemen-elemen tersebut berada dalam batasan sejarah,
kelembagaan, budaya dan faktor-faktor individu.
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan
mediasi kognitif (Supratignya, 2002). Pengertian mediasi metakognitif adalah
penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self-regulation
yang meliputi: self planning, self checking, dan self
evaluating. Mediasi metakognitif ini berkembang dalam komunikasi antar
pribadi. Selama menjalani kegiatan bersama orang dewasa atau teman sebaya yang
lebih kompeten biasa menggunakan alat-alat semiotik tertentu untuk membantu
mengatur tingkah laku anak. Selanjutnya anak akan menginternalisasikan alat
semiotik ini untuk dijadikan sebagai alat regulasi diri.
Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif
untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain
problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan dan konsep
ilmiah yang berhasil diinternalisasikan anak akan berfungsi sebagai mediator
dalam pemecahan masalah. Konsep-konsep ilmiah ini dapat berbentuk pengetahuan
deklaratif (declarative knowlegde) berupa metode atau strategi untuk memecahkan
masalah. Menurut Vygotsky untuk membantu anak memadukan antara konsep-konsep
dan prosedur melalui demonstrasi dan praktek.
Berdasarkan teori Vygotsky akan diperoleh beberapa
keuntungan:
1. Anak memperoleh
kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau
potensinya melalui belajar dan berkembang;
2. Pembelajaran perlu lebih
dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat
perkembangan aktualnya;
3. Pembelajaran lebih
diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya
daripada kemampuan intramental;
4. Anak diberi kesempatan
yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah
dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk
tugas-tugas atau pemecahan masalah;
5. Proses belajar dan
pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokonstruksi,
yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makana baru secara bersama-sama
antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.