Jumat, 21 Maret 2014

MATERI KULIAH: SEJARAH DAKWAH



Materi Kuliah:

SEJARAH DAKWAH ISLAM: SUATU PENGANTAR
Oleh: DR. H. Hasan Basri, MA


Dakwah Islam merupakan aktivitas yang never ending process. Dakwah selalu saja ada sepanjang hayat manusia. Dakwah berjalan dinamis sejalan dengan dinamika kehidupan manusia itu sendiri. Meski dakwah sudah dimulai sejak Nabi Adam, dakwah tetap tidak mengenal kata berakhir; bahkan ia akan selalu bergerak maju mengiringi langkah kehidupan manusia setiap zaman. Jika dakwah nabi-nabi terdahulu difokuskan hanya pada satu komunitas tertentu dengan materi sentral TAUHID,  maka dakwah yang dijalankan Nabi Muhammad SAW merupakan kelanjutan dakwah para rasul yang mendahuluinya dengan fokus yang sama  yaitu TAUHID. Perbedaannya adalah pada muatan dan cakupan ajaran dan umat yang menjadi sasaran dakwah, yaitu the universe, seluruh alam semesta. Dalam perspektif ini, Nabi Muhammad SAW adalah pamungkas segala nabi dan rasul yang pernah diutus ke bumi oleh Allah SWT. Maka, dakwah Islam menjangkau seluruh dunia karena umatnya sangat banyak dan luas. Sebab itulah Allah mengumumkan: “Tidaklah Aku mengutus engkau wahai Muhammad melainkan untuk menyampaikan dakwah kepada seluruh umat manusia di dunia” (al-Anbiya’: 107 dan Saba’: 28).

Setiap zaman ada yang meneruskan dakwah para rasul tersebut. Bagi umat Islam, dakwah merupakan bagian dari kewajiban yang amat esensial. Mengabaikan tugas dakwah berarti mengkhianati agama dan eksistensi iman. Karena itu, setiap individu wajib menjalankan dakwah sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing di mana saja dan kapan saja, sekurang-kurangnya berdakwah untuk diri sendiri dan keluarga. Dilihat dari segi sejarahnya, dakwah Islam dapat diklasifikasikan kepada lima periode:
1)      Periode Nabi Muhammad SAW
2)      Periode Khulafa`urrasyidin
3)      Periode Bani Umayyah
4)      Periode Bani Abbasiyah
5)      Periode Modern/Kontemporer

A.      Dakwah Islam pada Masa Nabi Muhammad SAW

1.  Kisah Hidup Nabi Muhammad SAW 

      Nabi Muhammad saw dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awal atau 20 April 571 M. Sebelum beliau dilahirkan ayahnya telah wafat oleh karena itu kakeknyalah yang mengasuh beliau kemudian disusui oleh Halimatus Sa'diyah. Setelah kakeknya wafat beliau diasuh oleh pamannya yaitu Abu Thalib. Salah satu dari usaha Muhammad yang terpenting sebelum di utus menjadi rasul ialah berniaga ke Syam membawa barang-barang Khadijah. Perniagaan ini menghasilkan laba yang banyak dan menyebabkan adanya pertalian antara Muhammad dengan Khadijah dan mereka kemudian menikah. Waktu itu Muhammad berumur 25 tahun dan Khadijah sudah janda berumur 40 tahun. 

2. Nabi Muhammad SAW Diangkat Menjadi Rasul 
Setelah melalui perenungan yang lama dan telah terjadi jurang pemisah antara pemikiran Rasulullah SAW dan kaumnya, beliau nampak lebih menggandrungi untuk mengasingkan diri. Hal ini terjadi tatkala beliau menginjak usia 40 tahun; beliau membawa roti dari gandum dan bekal air ke gua Hira’ yang terletak di Jabal Nur, yaitu sejauh hampir 2 mil dari kota Mekkah. Gua ini merupakan gua yang indah, panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta. Di dalam gua tersebut, beliau berpuasa bulan Ramadhan, memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya. Beliau menghabiskan waktunya dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam di sekitarnya dan adanya kekuasaan dalam menciptakan dibalik itu. Kaumnya yang masih menganut ‘aqidah yang amburadul dan cara pandang yang rapuh membuatnya tidak tenang akan tetapi beliau tidak memiliki jalan yang jelas, manhaj yang terprogram serta cara yang terarah yang membuatnya tenang dan setuju dengannya.
Pilihan mengasingkan diri (‘uzlah) yang diambil oleh beliau merupakan bagian dari tadbir (aturan) Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya hubungannya dengan kesibukan-kesibukan di muka bumi, gemerlap hidup dan nestapa-nestapa kecil yang mengusik kehidupan manusia menjadi noktah perubahan dalam mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah kubr
a, merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah. ‘Uzlah yang sudah ditadbir oleh Allah ini terjadi tiga tahun sebelum beliau ditaklif dengan risalah. Beliau mengambil jalan ‘uzlah ini selama sebulan dengan semangat wujud yang bebas dan mentadabburi kehidupan ghaib yang tersembunyi di balik wujud tersebut hingga tiba waktunya untuk berinteraksi dengan kehidupan ghaib ini saat Allah memperkenankannya.

Muham
mad diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5.
Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan awal nuzul Al-Qur’an. Menurut sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula Surah Al-Muddatstsir: 1-7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun (610-622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu berupa Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah.
Surah-surah yang diturunkan pada periode Mekkah dinamakan Surah Makkiyyah.

3. Dakwah Islam Periode Mekkah
Adapun ajaran Islam periode Mekkah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya adalah sebagai berikut:

a. Keesaan Allah SWT (Tauhid)
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Persaudaraan dan Persatuan
d. Memperbaiki akhlak 
e. Wa’ad dan wa’id

Dalam proses penantian Jibril, turun wahyu yang membawa perintah kepada Rasulullah. Wahyu itu itu berbunyi sebagai berikut: Hai orang yang brselimut bangun, dan beri ingatlah. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkan perbuatan dosa dan janganlah engkau memberi ( dengan maksud ) memperoleh ( balasan ) yang lebih banyak dan untuk ( untuk memenuhi perintah ) Tuhanmu bersabarlah. ( Al- Muddatstsir 1-7)
Dengan turunnya perintah itu mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau melakukannya secar
a diam-diam di lingkungannya sendiri, keluarga, dan sahabat-sahabat beliau yang paling dekat. Mereka diseru kepada pokok-pokok agama Islam yang disebut dalam ayat-ayat diatas yaitu, bertauhid kepada Allah dan meninggalkan ilah dan berhala-berhala yang mereka sembah.
Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang b
aru berumur 10 tahun. Kemudian Abu Bakar sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh Nabi sejak ibunya Aminah masih hidup. Banyak orang-orang yang menerima seruan Nabi melalui perantara Abu Bakar. Mereka dikenal dengan sebutan Assabiqunal Awwalun. Mereka ialah Usman bin Affan, Zubair ibnu Awwam, Sa'ad ibnu Abu Waqqas, Abdurrahman ibnu Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah ibnul Jarrah, dan Arqam ibnu Abu Arqam. Rumah Arqam di Mekkah pada saat itu dijadikan tempat pertemuan untuk menyampaikan dakwah Islam.
.
4. Tujuan Dakwah Rasulullah
Tujuan dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekkah adalah agar masyarakat Arab meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hukum, sehingga menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut sebagai berikut:

§  Dakwah Secara Rahasia Selama 3-4 Tahun
Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman (pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Abu Bakar Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang kawan dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
1) Abdul Amar dari Bani Zuhrah
2) Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
3) Utsman bin Affan
4) Zubair bin Awam
5) Sa’ad bin Abu Waqqas
6) Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah disebutkan di atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).

§  Dakwah Secara terang-terangan
Dakwah secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah Asy-Syu’ara’: 214-216. “Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat; rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang yang beriman; jika mereka mengingkarimu, maka katakanlah: sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.”

§   Tahap-Tahap Dakwah Rasulullah SAW Secara Terbuka
Tahap Pertama: Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
Tahap Kedua: Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada tahun ke-6 dari kenabian,
kemudian disusul oleh Umar bin Khattab (581-644 M).
Rasulullah SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mek
kah. Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekkah yang masuk Islam antara lain:

1) Abu Dzar Al-Ghiffari, seorang tokoh dari kaum Ghiffar.
2) Thufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.

Tahap Ketiga:  Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yatsrib (kemudian disebut Madinah). Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr, pimpinan kaum Salamah.
Pertemuan umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan melindungi dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.

5. Reaksi Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
1) Kaum kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak dan kedudukan antara semua orang.
Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
2
) Kaum kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
3
) Kaum kafir Quraisy menilak ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka.
4
) Dan, kaum kafir Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena Islam melarang menyembah berhala.
Usaha-usaha kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW bermacam-macam antara lain:

1) Para budak yang telah masuk Islam, seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di luar batas perikemanusiaan.
2)
Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.
Dalam menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M.
Suatu saat keenam belas orang tersebut kembali ke Me
kkah, karena menduga keadaan di Mekkah sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar bin Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih kejam lagi.
Akhirnya, Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat itu,
rombongan hijrah dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib.
Pada tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya wafat. Empat hari setelah itu
Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW juga wafat. Dalam sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut Amul Huzni (tahun duka cita).


B.  Dakwah Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin adalah para khalifah yang arif bijaksana. Mereka adalah keempat sahabat yang terpilih menjadi pemimpin kaum muslim setelah Nabi Muhammad SAW wafat.

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq
2. Umar bin K
haththab
3. Utsman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib

Keempat khalifah itu selain berhasil melanjutkan perjuangan Rasulullah dalam menegakkan ajaran tauhid, juga sukses memperluas penyebaran dan mengharumkan nama Islam.

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M
Nama aslinya adalah Abdul Ka’bah. Lalu Nabi Muhammad
SAW. mengganti namanya dengan Abdullah. Lengkapnya Abdullah bin Abi Quhafah at-Tamimi. Ia terlahir dari pasangan Usman (Abu Quhafah) bin Amir dan Ummu Khair Salma binti Sakhr, yang berasal dari suku Tamim, suku yang melahirkan tokoh-tokoh terhormat.
Sejak kecil ia terkenal sebagai anak yang baik. Perilakunya yang lemah-lembut, jujur, dan sabar, membuatnya disenangi masyarakat. Karena sifat-sifatnya yang mulia itulah sejak masa remajanya ia sudah bersahabat dengan Nabi Muhammad SAW.
Ia dilahirkan dua tahun satu bulan setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW kemudian terkenal dengan julukan Abu Bakar, sedangkan gelar Shiddiq diberikan oleh para sahabat, karena ia sangat membenarkan Rasulullah SAW dalam segala hal. Dialah yang menemani Nabi Muhammad SAW di gua Hira, dan yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan orang tua terhormat. Tentang Abu Bakar, Rasulullah bersabda: “Sungguh orang yang paling dekat kepadaku persahabatan dan hartanya, ialah Abu Bakar. Andaikata aku boleh memilih ternan di antara umatku, maka akan kupilih Abu Bakar. Tetapi kecintaan dan persaudaraan dalarn Islam cukup memadai. Tidak satu pun pintu dalarn rnasjid yang terbuka kecuali pintu Abu Bakar”. (HR. Bukhari). Sampai saat ini di masjid Madinah masih ada sebuah pintu yang disebut pintu Abu Bakar. Yakni pintu yang selalu beliau lalui semasa hidupnya jika masuk ke masjid melalui rumah beliau.
Tidaklah mengherankan jika sewaktu Nabi sakit, Abu Bakar dipercaya oleh para sahabat menjadi Imam shalat. Juga pantaslah apabila kaum muslimin kemudian memilihnya sebagai khalifah/pemimpin setelah Rasulullah wafat.
Keagungan kepribadian Abu Bakar dapat disimak dari penggalan-penggalan pidatonya ketika dilantik menjadi khalifah, antara lain beliau katakan, “Saya bukan orang yang terbaik di antara kalian, tetapi saya akan memelihara amanah yang telah kalian serahkan kepada saya. Kalau saya mengikuti ajaran Allah SWT dan petunjuk Rasul-Nya, maka ikutilah saya. Sebaliknya jika saya menyimpang, luruskanlah (koreksilah) saya. Kebenaran adalah kejujuran, dan kebohongan adalah ketidakjujuran. Orang yang paling kuat dalam pandangan saya, adalah orang-orang yang lemah di antara kalian oleh sebab itu saya akan menjamin hak-hak mereka. Dan orang-orang yang paling lemah dalam pandangan saya, adalah orang-orang yang kuat di antara kalian, dan saya akan mengambil sebagian dari hak-hak mereka (zakatnya).”
Program pertama yang dicanangkan Abu Bakar setelah ia menjadi khalifah, adalah meredam pemberontakan, memerangi orang-orang yang membangkang tidak mau membayar zakat, orang-orang murtad yang saat itu terjadi di mana-mana dan menimbulkan kekacauan. Sepeninggal Muhammad Rasulullah saw., memang banyak umat Islam yang kembali memeluk agamanya semula. Mereka merasa berhak berbuat sekehendak hati. Bahkan lebih tragis lagi muncul orang-orang yang mengaku nabi, antara lain Musailamah al-Kadzdzab, Tulaihah al-Asadi, dan al-Aswad al-Ansi.
Untuk meluruskan akidah orang-orang murtad tersebut, Abu Bakar mengirim sebelas pasukan perang ke sebelas daerah tujuan, di antaranya pasukan Khalid bin Walid ditugaskan menundukan Thulaihah al-Asadi, Pasukan Amr bin ‘Ash ditugaskan di Qudha’ah, Suwaid bin Muqrim ditugaskan ke Yaman, dan Khalid bin Said ditugaskan ke Syam.
Program Abu Bakar selanjutnya, membentuk panitia pengumpulan mushhaf al-Qur’an. Program ini dicanangkan atas usulan Umar bin Khaththab sedangkan pelaksanaannya di percayakan kepada Zaid bin Tsabit.
Pengumpulan dan penulisan ayat-ayat al-Qur-an itu dilakukan dengan pertimbangan:
1. Banyak sahabat yang hafal Al Qur’an gugur dalam perang penumpasan orang-orang murtad.
2. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis pada kulit-kulit kurma, batu-batu dan kayu-kayu sudah banyak yang rusak sehingga perlu dilakukan usaha penyelamatan.
3. Penulisan ayat-ayat al-Quran dan membukukannya ini bertujuan agar dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam sepanjang zaman.
Semasa pemerintahannya, Abu Bakar juga berhasil memperluas daerah dakwah Islamiyah, antara lain ke Irak yang ketika itu termasuk wilayah jajahan Kerajaan Persia, dan ke Syam yang di bawah jajahan Romawi.
Setelah memerintah selama dua tahun, Abu Bakar berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 23 Jumadil Akhir 13H dalam usia 63 tahun dan dimakamkan dekat makam Rasulullah SAW. Beliau dikenal oleh para sahabat sebagai khalifah yang sangat taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta berbudi luhur.

2. Umar bin Khatthab (13-23 H/634-644 M)
Ia lebih muda tiga belas tahun dari Nabi Muhammad saw. Sejak ke
cil ia sudah terkenal cerdas dan pemberani. Tidak pernah takut menyatakan kebenaran di hadapan siapapun. Tidaklah mengherankan jika setelah Umar memeluk Islam, barisan kaum muslimin ditakuti oleh orang kafir Quraisy. Ia yang sebelum memeluk Islam paling berani menentang Islam, setelah memeluk Islam paling berani menghadapi musuh-musuh Islam. Kemudian terkenallah Umar sebagai “Singa Padang Pasir” yang sangat disegani.
Umar memiliki kepribadian yang sangat kuat, dan tegas memperjuangkan kebenaran. Oleh karena itu masyarakat menggelarinya Al-Faruq, artinya yang dengan tegas membedakan yang benar dan yang salah. Sedemikian gigih Umar dalam menegakkan syari’at Islam, sehingga Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Sejak Islamnya Umar kami merasa mulia.” (H.R. Bukhari).
Mengenai kualitas keimanannya, diungkapkan dalam sebuah hadits. Rasulullah SAW bersabda: “Ketika sedang tidur, aku bermimpi melihat orang-orang yang memakai gamis. Ada yang gamisnya menutupi dada dan ada pula yang kurang dari itu. Lalu diperlihatkan kepadaku Umar bin Khaththab mengenakan gamis yang panjang sehingga ia berjalan dengan menyeretnya.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah takwilnya?” Nabi menerangkan, “Kualitas keimanannya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri)
Dalam pidato pelantikannya, Umar menyampaikan, antara lain: “Saya adalah seorang pengikut Sunnah Rasul, bukan seorang yang berbuat bid’ah. Ketahuilah, bahwa kalian berhak menuntut saya tentang tiga hal selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi, yakni:
1. Mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang sebelum saya dalam masalah yang telah kalian sepakati dan telah kalian tradisikan;
2. Membuat kebiasaan baru yang baik bagi ahli kebajikan dalam masalah yang belum kalian jadikan kebiasaan, dan
3. Mencegah saya bertindak atas kalian kecuali dalam hal-hal yang kalian sendiri penyebabnya.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, wilayah Islam semakin meluas sampai ke Mesir, Irak, Syam, dan negeri-negeri Persia lainnya. Umarlah yang pertama kali membentuk badan kehakiman dan menyempurnakan pemerintahan. Juga meneruskan usaha Abu Bakar dalam membukukan al-Qur-an.
Khalifah Umar wafat pada usia 63 tahun setelah memerintah selama sepuluh tahun enam bulan. Ia wafat oleh tikaman pedang Abu Lu’lu’ah, seorang budak milik Al-Mughirah bin Syu’bah saat shalat shubuh. Ia dimakamkan di rumah ‘Aisyah, dekat makam Abu Bakar. Ia dikenang oleh umat Islam sebagai pahlawan yang sangat sederhana, sportif, dan menyayangi rakyat kecil. Kata katanya yang sangat terkenal, “Siapa yang melihat pada diriku membelok, maka hendaklah ia meluruskannya.”

Jasa-jasa Umar sewaktu menjadi Khalifah, antara lain:
1. Penetapan tahun Hijriyah sebagai tahun resmi umat Islam.
2. Bea cukai sebagai pendapatan negara
.
3. Tunjangan sosial bagi orang-orang miskin di kalangan Yahudi dan Kristen
.
4. Pembangunan kota-kota dan saluran air untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya
.
5. Pemberian gaji bagi imam dan muazin
.
6. Penghapusan perbudakan
.
7. Pembangunan sekolah-sekolah
.
8. Kodifikasi Al-Quran
.
9. Tradisi sh
alat tarawih berjamaah di masjid.

3. Utsman bin Affan  (23-35 H/644-656 M)
Ia seorang saudagar kaya-raya, dan salah seorang penulis wahyu yang terkenal. Usianya lima tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW. Sejak muda Utsman dikenal sebagai seorang pendiam, dan memiliki budi pekerti yang terpuji. lalah yang membeli sumur Raumah untuk dijadikan sumur umum. Sedemikian banyak amal kebajikannya, sehingga masyarakat menggelarinya “Ghaniyyun Syakir” (orang kaya yang banyak bersyukur kepada Allah SWT)
Abdurrahman bin Samurah mengungkapkan, Utsman bin Affan datang menemui Rasulullah dengan membawa uang sebanyak seribu dinar yang dibungkus dengan pakaiannya. Kala itu beliau sedang mempersiapkan pasukan dalam Perang Tabuk. Usai menerima sumbangan dari Ustman bin Affan untuk jihad fisabilillah, Rasulullah bersabda: “Tidak ada yang merugikan ibnu Affan atas apa yang dilakukannya setelah hari ini.” Beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali. (HR. Ahmad, dan Tirmidzi)
Sekalipun kaya-raya, Utsman tidak pernah menjaga jarak dengan masyarakat kelas bawah, bahkan ia tidak segan-segann untuk turut serta berperang. Karena kebaikannya itulah, ia dinikahkan dengan putri Nabi bernama Ruqayyah. Setelah Ruqayyah meninggal dunia, ia dinikahkan dengan putri Nabi lagi bernama Ummu Kultsum. Oleh sebab itu masyarakat menggelarinya “Dzun Nurain” (yang mempunyai dua cahaya).
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Khalifah Utsman adalah mengganti gubernur-gubernur negara taklukan Islam yang ingin memisahkan diri setelah Umar wafat. Kemudian Ia memperbanyak naskah Al-Qur’an yang sudah dibukukan menjadi tujuh eksemplar yang antara lain dikirim ke Syam, Yaman, Bahrain, Basrah, Mekkah dan Kufah; dan satu naskah tinggal di Madinah. Utsman wafat pada usia 82 tahun, setelah memerintah selama 12 tahun. Ia menemui ajal saat membaca Al-Quran oleh tikaman pedang Humran bin Sudan. Jasa Utsman terbesar adalah memelihara Al-Quran dengan standar “Rasm Utsmani” sebagaimana yang tersebar sekarang ini.

4. Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M) 
Ia adalah putra Abu Th
alib, paman Nabi Muhammad SAW. Sebagai sepupu yang usianya 32 tahun lebih muda, memungkinkan Ali diasuh langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Tidaklah megherankan jika dari golongan anak-anak yang pertama memeluk Islam adalah Ali. Pantaslah jika pengetahuan Ali tentang Islam sangat luas, dan sangat teguh memegang ajaran Islam.
Sejak masa pemerintahan Khalifah Ali inilah, Islam mulai mengalami kemunduran. Bermula dari banyaknya pihak yang menuntut dendam atas terbunuhnya Utsman bin Affan terutama dari golongan Bani Umaiyyah dari kelompok ‘Aisyah, janda Nabi Muhammad SAW. Suasana tersebut semakin memanas dengan adanya kebijaksanaan Khalifah Ali mengganti sebagian besar pejabat pemerintah yang telah diangkat oleh Utsman.
Setelah usaha menenangkan banyak golongan yang menuntut balas atas kematian Utsman dengan jalan damai tidak berhasil, maka ditempuhlah dengan peperangan yang terkenal dengan Perang Jamal di Shiffin.  



Pertama terjadilah Perang Jamal (penamaan tersebut karena ‘Aisyah bersama pasukannya mengendarai unta) atau peperangan unta. Kedua, Perang Shiffin atau peperangan antara pasukan Khalifah Ali dan pasukan Mu’awiyah. Perang saudara ini terjadi pada tahun 36 H/657 M, akibat hasutan Abdullah bin Saba. Perang ini dimenangkan oleh pasukan Ali. Setelah diberi penjelasan tentang duduk perkara yang sebenarnya, ‘Aisyah dikembalikan ke Madinah dengan hormat dan dimuliakan.